Friday, March 3, 2017

King Salman, Jokowi dan Nalar Bumi Datar


DUNIA HAWA - Indonesia pernah digadang-gadang sebagai salah satu macan asia lebih 20 tahun silam sebelum akhirnya krisis ekonomi 98 membubarkan status itu, terlilit hutang besar akibat terjun  bebasnya rupiah terhadap Dollar, nyaris membuat negeri ini kolaps. Perlahan-lahan negeri ini bangkit dari keterpurukan.  Hutang dicicil sedikit demi sedikit, dan saat ini meskipun ratio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) mencapai kisaran 27% (masih dalam zona aman tetapi perlu diwaspadai) tetapi proyeksi badan ekonomi dunia memperkirakan kita akan masuk dalam  jajaran raksasa ekonomi bersama-sama China, India dan Brazil selepas 2030.

Di lain pihak, Saudi Arabia, negeri petro dollar, justru menuju kebangkrutan ekonomi sebelum 2020, jika mereka tidak bisa mengendalikan defisit anggaran yang sangat besar akibat salah mengelola keuangan dan ketergantungan hanya pada ekspor minyak saja. Saudi Arabia jelas dalam kondisi kritis, penyelamatan ekonomi tidak boleh tidak harus dijalankan sekarang. Untuk pertama kalinya mereka meminjam dana talangan dari pasar asing sebesar 131 triliun Rupiah  untuk  membayar pembelanjaan rutin dan hutang.  Sang Raja,  bukan  lagi menko ekonomi, turun  tangan langsung mencari dana segar yang lain. Asia, termasuk Indonesia dan China, tiba-tiba menjadi gadis cantik yang harus  diambil  hatinya karena Eropa dan Amerika,  dengan  pertumbuhan ekonomi  yang stagnan , tidak bisa banyak diharapkan.

Maka agama bukanlah agenda utama yang dibawa Salman kesini. Tidak heran, beliau  meluangkan waktu sangat singkat bertemu tokoh-tokoh ulama disini itupun mungkin hanya pertemuan satu arah yang bersifat normatif, bahkan beliau menyambangi Istiqlal tidak lebih dari 30 menit hanya  untuk bersembahyang dan tidak ada tour keliling masjid. Kontras dengan persiapan megah  dan mahal yang dipersiapkan berhari-hari. Ketika berbicara di depan parlemenpun ,  selain sangat singkat juga tidak ada hal baru yang disampaikan. Ini menunjukkan meskipun beliau  menghormati rakyat  dan parlemen, tetapi bukan disitu kepentingan utamanya. 

Kepentingan utamanya tetap uang dan uang.


Diakui atau tidak , Arab Saudi , dimata kebanyakan umat adalah identik dengan Islam. Sentimen keagamaan itu yang menggiring ribuan orang menyambut Raja dengan segala keriuhannya. Jokowi dengan cerdik memanfaatkan situasi ini. Keriuhan orang yang menyambut raja Salman yang tentu membuat beliau tersanjung dan senang adalah modal tambahan untuk menunjukkan kepada raja bahwa tidak ada yang perlu  dikawatirkan  dengan  kondisi  Indonesia,  seakan-akan Jokowi  ingin mengatakan “uangmu akan aman disini”. Jadi sekarang anda tahu, mengapa Jokowi memilih Istana Bogor ,bukan Istana Merdeka ketika menerima beliau secara resmi. Bukankah resiko perjalanan ke Bogor lebih tinggi, lebih besar ada peluang sabotase daripada  jika dilakukan di Istana Merdeka. Setidaknya raja bisa melihat ribuan orang menyambut dia selama perjalan tanpa gangguan apapun. Tidak ada negara lain yang menyambut raja Salman begitu meriah selain di negara ini. Berani mengambil resiko untuk hasil yang lebih besar, bukankah itu juga seni dalam politik.

Maka menjadi lucu jika spesies bumi datar mengaitkan kunjungan ini dengan kepentingan agama, bahkan berkoar-koar raja akan menemui tokoh-tokoh antagonis mereka, faktanya  hanya  ulama-ulama dari ormas sejuk seperti MUI, NU dan Muhammadiyah yang diperkenankan bertemu beliau. Sementara ‘habib-habib’ dari bumi mereka cuma jadi penonton di tengah kerumunan massa yang menyambut raja. Ironis, bukankah habib-habib itu diklaim sepihak sebagai keturunan langsung nabi, masak mereka disamakan dengan rakyat biasa yang tidak masuk dalam undangan? Keterlaluan bener nih raja, begitu mereka ngedumel dalam hati.

Raja Salman tahu persis tidak mungkin bisa nyaman berinvestasi di suatu negara yang  iklim politiknya tidak stabil, yang tiap bulan selalu ada demo besar. Bisa hilang  itu duit investasi jika dihabiskan untuk mengatasi demo rutin besar-besaran. Selain itu beliau tahu ormas-ormas yang selalu gerah itu sejatinya adalah musuh politik Jokowi. Maka suatu kebijakan yang tepat ketika kerajaan Saudi menutup pintu dialog dengan mereka. Sekali ada pertemuan maka ormas-ormas ini akan mendapat tenaga baru untuk kembali merongrong pemerintahan karena mereka akan berpikir raja saja mendukung gerakan mereka jadi demo akan selalu perlu dan sah secara agama karena direstui raja.

Jadi kali ini, gigitlah jarimu hai penduduk bumi datar. Mereka masih berharap hari ketiga di Jakarta raja akan membuka pertemuan , lha menurut berita raja dan rombongan justru akan shopping seharian pada hari terakhir sebelum terbang ke Bali. Mau ketemu dimana mas? Yah mungkin di Mangga Dua atau Tanah Abang, siapa tahu raja dan rombongan belanja tekstil di sana.

Jadi, bukalah mata kalian. Kunjungan ini sebenarnya menguntungkan Indonesia, sebuah negara yang pernah sangat kaya raya, kini menghiba-hiba agar kita mau membeli sebagian saham ARAMCO dan bekerjasama dalam bidang yang lain. Setidaknya ada beberapa MOU yang telah disepakati. Terbayang sekian milyar dollar akan masuk sebagai investasi. Ah seandainyapun MOU itu tidak pernah terlaksana, masih ada sedikit hiburan, bayangkan saja jumlah rombongan yang sampai 1500 orang yang akan berlibur menghabiskan dana mereka. Ambil hitungan paling sederhana, jika setiap orang menghabiskan $1000, maka devisa yang didapat adalah 1500 * $1000 = $1,500,000  , terus dikali Rp13,000. Kalkulator saya yang cuma 8 digit keluar  display ‘Err’ (error). Bagi pakde Jokowi uang recehan segede itu bisa untuk beli ribuan sepeda buat kuiz. Setidaknya anggaran sepeda dari APBN bisa dihapus sampai pemilu 2019. Makanya gak perlu heran, selepas ini pakde akan terus ada di istana Bogor , sarungan dan bercanda dengan kodok-kodoknya sambil mesem-mesem.  Bagi beliau MOU jadi gak jadi, it is nothing to lose!

Ahlan wa Sahlan Baginda Salman. Terimakasih telah berkunjung ke negeri kami yang indah dengan penduduk yang ramah, lucu dan unik. Enjoy your next trip.Bali.

@allen


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment