Thursday, April 21, 2016

Dokumen Tanpa Meterai Tidak Sah Secara Hukum, Siapa Bilang?


Dunia Hawa - Saya sungguh heran, kenapa KPU sempat mensyaratkan dibubuhkan meterai pada setiap formulir dukungan kepada Calon Independen? Apa dasarnya? "Sebetulnya orang-orang KPU ini ngerti nggak sih, apa gunanya meterai?" kata sebagian kalangan.

Banyak orang yang menganggap bahwa keberadaan Meterai adalah suatu kewajiban yang harus ditempel pada dokumen. Jika tidak ditempel meterai maka tidak sah, padahal sesungguhnya tidaklah demikian.

Ketentuan Hukum Meterai

Sesuai dengan UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (UU 13/1985), yaitu pada Pasal 1 ayat (1) bahwa pada hakikatnya Bea Meterai merupakan pajak atas dokumen tertentu yang dibebankan untuk kas negara.

Sebuah dokumen yang berupa Surat pernyataan atau Surat Perjanjian yang tidak ditempel materai (pada kertas segel)bukan berarti bahwa isipernyataan atau ketentuan pada perjanjian tersebut secara hukum menjadi tidak syah. Namun bila memang dokumen tersebut dimaksudkan untuk dipakai sebagai alat bukti di depan Pengadilan, maka bea materai yang seharusnya dibebankan menjadi terhutang dan harus dilunasi.

Dokumen apa saja yang diperlukan meterai?

Menurut ketentuan dalam UU 13/1985 pada Pasal 2 ayat (1) telah disebutkan dengan jelas, beberapa bentuk dokumen yang dibebankan biaya materai yaitu sbb :

BAB II

OBYEK, TARIF, DAN YANG TERHUTANG BEA METERAI

Pasal 2

(1) Dikenakan Bea Materai atas dokumen yang berbentuk :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap - rangkapnya;
d. surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) :
1) yang menyebutkan penerimaan uang;
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungan;
e. surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

(2) Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah).

(3) Dikenakan pula Bea Meterai sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah) atas dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan :

a. surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
b. surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula;

(4) Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 500,- (lima ratus rupiah), dan apabila harga nominalnya
tidak lebih dari Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) tidak terhutang Bea Meterai.

Keterangan : Tarip Meterai disesuai dengan ketentuan yang berlaku yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

Selain ketentuan diatas, terdapat surat lainnya yang menyangkut masalah pribadi atau rumahtangga dan surat-surat lainnya yang pada awalnya tidak dibebankan biaya Meterai sesuai dengan tujuannya, namun bila dipakai untuk keperluan lain atau dipakai oleh pihak lain, maksudnya berbeda dengan tujuan semula, dan kemudian akan dipakai untuk pembuktian secara otentik di muka pengadilan, maka harus dibebankan juga Bea Meterai (sesuai Pasal 2 ayat 3 Undang Undang No 13 tahun 1985).

Oleh sebab itu, tidak semua surat-surat atau dokumen wajib ditempel meterai atau diatas kertas segel, sebab dokumen yang dibebankan biaya Meterai adalah seperti yang telah disebutkan diatas. Demikian halnya untuk dokumen yang digunakan oleh perusahaan apalagi yang sangat sering digunakan (formulir, nota dll) yang jumlahnya sangat banyak maka tidak perlu lagi digunakan meterai, sebab tentu saja akan sangat memberatkan keuangan perusahaan atau instansi tersebut.

Sekali lagi saya sampaikan bahwa penggunaan Meterai hanya diperlukan apabila sebuah dokumen akan digunakan sebagai alay bukti yang sah di muka pengadilan.

Apakah sebuah dokumen tanpa meterai tidak sah secara hukum? Siapa Bilang?

Segala dokumen dan surat-surat yang dibuat adalah syah secara hukum walaupun tidak ditandatangani diatas meterai Rp. 6.000,-. Tetapi dokumen atau surat-surat tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Lalu, bagaimana bila ada dokumen yang akan dijadikan alat bukti yang sudah terlanjur ditandatangani namun tidak diatas materai? Mengenai hal ini, ada ketentuan hukum yang mengaturnya, yaitu dengan cara dilakukan Pemateraian Kemudian (Nazegelen).

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 476/KMK.03/2002 pada Pasal 1 a tentang Pelunasan Bea Meterai dgn Cara Pemeteraian jo. Keputusan Menteri Keuangan no. 476 tahun 2002, bahwa perihal pemeteraian kemudian dapat dilakukan terhadap dokumen yang pada awalnya tidak terhutang Biaya Meterai tetapi kemudian akan dipakai sebagai alat pembuktian di dalam acara pengadilan. Pemeteraian kemudian (Nazegelen) juga diterapkan pada dokumen yang telah ditandatangani di luar negeri, yang kemudian akan dibunakan pada acara pengadilan di dalam negeri yaitu sesuai dengan Pasal 1 c Keputusan Menkeu No. 476 Tahun 2002.

Nazegelen harus dilaksanakan oleh pemilik dokumen dengan menempelkan Meterai atau Surat Setoran Pajak (SSP) yang kemudian disyahkan oleh Pejabat Pos (Ps. 2 ayat 1 dan2 Keputusan MennKeu No. 476 Tahun 2002.)

Besar Biaya Meterai yang harus dibayar adalah sesuai dengan Biaya Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu ketika dilakukan Nazegelen atau pemeteraian kemudian (Ps. 3 a Keputusan MenKeu No. 476 Tahun 2002).

Pemeteraian kemudian (Nazegelen) terhadap dokumen yang akan dijadikan bukti di pengadilan dapat dilakukan di Kantor Pos terdekat dengan biaya yang sama dengan nilai Meterai tempel yang seharusnya.

Dengan demikian dokumen atau surat-durat yang tidak ditempel Meterai memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan dokumen atau surat-surat bermeterai. Tetapi agar dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, maka secara administratif harus memenuhi syarat yaitu dengan cara Nazegelen (Pemeteraian Kemudian) guna melunasi Biaya Meterai yang terhutang.

Terkait dengan penggunaan materai pada formulir dukungan kepada Calon Independen yang dipersyaratkan KPU, apakah memang KPU buta hukum, atau hanya sebagai upaya untuk mempersulit keberadaan AHOK yang akan dicalonkan menjadi Gubernur DKI 2017?

[doni bastian/kompasioner]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment