Wednesday, March 1, 2017

Ketika Masjid Dipolitisasi


DUNIA HAWA - Dalam sejarah Islam, politisasi masjid tercatat terjadi pada saat kepemimpinan Muawwiyah bin abu Sufyan. Muawwiyah yang bermusuhan dengan Imam Ali -Khalifah ke 4- memerintahkan seluruh masjid di wilayah pemerintahannya, untuk melaknat Imam Ali di setiap kotbah Jumat. Kejadian ini banyak tercatat dalam kitab-kitab sejarah Islam.

Salah satunya Di dalam buku Al-Khilafah wal Mulk, Abul A’la al-Maududi, seorang alim Pakistan bermazhab Hanafi, menulis:

“Ketika pada zaman Muawiyah dimulai kebiasaan mengutuk Sayyidina Ali dari atas mimbar-mimbar dan pencaci-makian serta pencercaan terhadap pribadinya secara terang-terangan, di siang hari maupun di malam hari, kaum muslimin di mana-mana merasa sedih dan sakit hati sungguh pun mereka terpaksa harus berdiam diri menekan perasaannya itu. Kecuali Hujur bin Adi, yang tidak dapat menyabarkan dirinya…” (Abul A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, hlm. 209-210, Penerbit Mizan, Cet. VII, 1998, Bandung)

Pencacian terhadap Imam Ali di mimbar-mimbar Jumat itu bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan dan menghilangkan peran Imam Ali - dan ahlul bait Nabi - dalam kekhalifahan. Dan ini seperti sudah menjadi Undang-undang tersendiri dalam pemerintahan Bani Umayah.

Baru pada masa pemerintahan Umar bin abdul Aziz-lah - sesudah puluhan tahun berlalu - pelaknatan itu dihentikan. Umar bin abdul Aziz adalah seorang reformis, meski ia juga termasuk klan Bani Umayah.

Jadi melihat politisasi masjid sebagai ajang membunuh karakter seorang calon kepala daerah dengan pencacian dan pelaknatan saat shalat Jumat, bukan lagi menjadi hal yang aneh karena sejarah Islam mencatat hal yang sama hanya waktu dan pelakunya berbeda.

Apalagi ditambah dengan kebijakan beberapa masjid dengan tidak menshalatkan jenazah pendukung Ahok, semakin jelas bahwa masjid dibawa-bawa untuk kepentingan calon tertentu atas nama agama.

Memang kurang layak membandingkan apa yang dialami Imam Ali pada waktu itu dengan Ahok sekarang ini, terutama dari sisi tekanannya. Tapi mau bilang gak sama, kok ya ada mirip-miripnya gitu..

Tidak mudah membuka kelamnya sejarah Islam karena langsung dituding sebagai syiah, dan bagi mereka syiah dikonotasikan lebih berbahaya daripada PKI.

Butuh keberanian tersendiri untuk menentang arus dan membuka fakta bahwa sejarah terulang kembali dengan model yang sama. Padahal membuka sejarah bukan bermaksud membenturkan, tapi sebagai pelajaran.
Darimana kita belajar menjadi lebih baik jika bukan dari peristiwa-peristiwa yang sudah lampau?

Memang Ahok ini hebat. Sudah membuat banyak orang akhirnya membaca Al-quran dengan kasus Almaidah 51, membuat 7 juta umat muslim shalat Jumat bersama di Monas, shalat subuh berjamaah di banyak wilayah dan sekarang mempelajari sejarah Islam..

Bisa dibilang hanya khalifah yang bisa melakukan ini dalam waktu sependek ini. Jadi, apakah Ahok sebenarnya adalah khalifah yang mereka tunggu-tunggu?

Mencatut lagu Ebiet G Ade, "Coba kita tanyakan pada Equil yang terhidang.. Wowowow.. owowowow..". Kok ada wowo-nya ya? Apakah ini pertanda om Wowo nyapres lagi? Seruput dulu ah..

@denny siregar


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment