Tuesday, March 7, 2017

Cerdas, Kuasa Hukum Ahok Hadirkan Saksi Eko Cahyono Jelaskan Konteks Ucapan Ahok


DUNIA HAWA - Yang sering dilupakan dan dengan sengaja dipisahkan dalam kasus dugaan penodaan agama yang menjerat Gubernur nonaktif Basuki Tjahaya Purnama adalah konteks. Pernyataan atau pidato Ahok di Kepulauan Seribu memang menjadi masalah ketika teks dipisahkan dengan konteksnya. Itulah yang sepertinya menjadi strategi Buni yani dengan memenggal video Ahok sehingga tinggal 31 detik dan diberi caption menggiring opini.

Perbuatan penggiringan opini ini dan disertai bumbu agama dan kerumunan massa membuat Ahok harus menjalani persidangan sampai hari ini. Konteks itulah yang sepertinya ingin diterangkan oleh kuasa hukum Ahok dengan menghadirkan 3 saksi fakta.

3 saksi fakta yang ditampilkan kuasa hukum Ahok pada hari ini adalah Bambang Waluyo D, Analta Amier, dan Eko Cahyono. Bambang Waluyo merupakan Wakil Ketua Tim Pemenangan Ahok-Djarot di Pilkada DKI 2017. Sedangkan Analta Amier merupakan kakak angkat Ahok. Eko Cahyono merupakan mantan pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ketika maju di Pilgub Bangka Belitung (Babel) 2007.

Meski pada akhirnya satu saksi ditolak karena pernah hadir dalam persidangan Ahok, yaitu Analta Amier, kesaksian para saksi fakta kuasa hukum Ahok akan sangat membantu kuasa hukum mendudukan ucapan Ahok yang dituduh penodaan agama dengan tepat dan benar. Salah satu saksi yang memegang kunci adalah Eko Cahyono.

Eko Cahyono yang merupakan pasangan Ahok ketika maju dalam Pilgub Babel, memberikan penjelasan yang tepat mengenai konteks pembicaraan Ahok yang diplintir menjadi penodaan agama tersebut. Eko menyatakan bahwa ucapan Ahok mengenai surat Almaidah 51 bukanlah hal baru, melainkan terjadi juga saat Pilgub Babel 2007.

Eko dengan lugas memaparkan kesaksiannya bahwa Ahok tidaklah mungkin menodai agama Islam. Bahkan Ahok Menurut Eko, berjasa dalam mensejahterakan umat Islam yang berasal dari kalangan bawah. Termasuk salah satunya menaikhajikan penjaga masjid.

“Pak Basuki memberangkatkan orang Islam kelas bawah waktu naik haji, penjaga masjid, atau orang-orang kelas bawah, bukan orang-orang besar, saya nggak percaya Pak Basuki menista agama Islam,” tuturnya.

Eko juga menjelaskan pemahamannya tentang video yang dilihatnya di youtube mengenai pernyataan Ahok terkait surat Al Maidah 51. Menurut Eko, posisi Ahok ketika berpidato di Kepulauan Seribu dalam posisi netral.

“Sebenarnya Pak Basuki itu mengajak masyarakat ikut dalam program peningkatan kesejahteraan, dikasih bibit, dikasih bimbingan untuk memelihara ikan,” ujar Eko.

“Karena dalam waktu dekat-dekat kampanye mungkin dibilang kalau nggak nerima nggak enak gitu ya. Kalau nggak milih Pak Basuki nggak enak, jadi Pak Basuki itu maunya netral aja,” jelasnya.

Eko sendiri juga menceritakan bagaimana isu agama sangat kental pada Pilgub Babel dimana pada saat itu tersebar selebaran berisikan himbauan tidak memilih pemimpin nonmuslim menggunakan surat Al Maidah 51. Tetapi setelah Eko minta penjelasan kepada teman-teman yang mengerti agama dan juga kepada Gus Dur, maka didapatlah penjelasan bahwa itu adalah konteks memilih pemimpin agama.

“Saya pernah membaca terjemahannya. Saya membaca dan bertanya ke teman-teman yang mengerti agama, itu memang dilarang memilih pemimpin kafir itu dalam konteks memilih pemimpin agama,” kata saksi Eko Cahyono dalam lanjutan sidang di Auditorium Kementerian Pertanian (Kementan), Jl RM Harsono, Jakarta Selatan, Selasa (7/3/2017).

“Termasuk (bertanya) kepada Gus Dur. Bukan memilih pemimpin negara,” lanjutnya.

Pernyataan Eko dalam persidangan kali ini menjadi sangat penting karena Eko sangat paham betul mengenai konteks ucapan Ahok. Apalagi, dia juga adalah saksi hidup bagaimana pada saat Pilgub Babel, bersama Ahok harus menghadapi isu agama dengan menggoreng Surat Al Maidah 51 yang memerintahkan dilarang memilih pemimpin nonmuslim.

Konteks itulah yang sebenarnya sedang ingin diucapkan Ahok pada saat pidato di Kepulauan Seribu. Konteks yang dengan sengaja dikaburkan dan dihilangkan sehingga Ahok terlihat seolah-olah sedang melakukan penodaan agama. Konteks yang selaras dengan pernyataan pembelaan Ahok pada awal dimulainya persidangan kasus ini.

Sekali lagi, pernyataan saksi Eko ini semakin mempertegas, bahwa pernyataan Ahok bukanlah tindakan penistaan agama, melainkan ucapan Ahok terkait isu agama yang sering dipakai politisi untuk menyerang dirinya yang nonmuslim. Konteks yang harus tetap dilekatkan dari teks yang sengaja dipotong oleh Buni Yani.

Karena itu, semua kini harus bisa kembali memahami masalah ini dengan duduk persoalan yang sebenarnya. Jangan memlintir dan menggoreng hal ini masuk dalam isu agama. Apalagi dari lebih kurang sejam Ahok berpidato, kalimat mengenai surat Al Maidah hanya 31 detik dan itupun tidak dalam niatan menistakan agama.

3 Saksi ini hanyalah permulaan dari usaha kuasa hukum mengembalikan konteks ucapan Ahok sesuai dengan maksudnya. Supaya dakwaan Ahok menistakan agama terbantahkan serta Ahok bisa terlepas dari semua tuduhan tersebut. Saya yakin, saksi ahli yang dihadirkan pada intinya akan mendudukan semua persoalan ini pada konteks yang sebenarnya.

Mari kita saksikan dengan sabar, bagaimana kuasa hukum mengatur strateginya dan meyakinkan hakim bahwa tidak ada sedikit pun maksud penistaan agama dalam ucapan Ahok. Malah sebenarnya Ahok sedang menistakan para pesaing politiknya yang suka gunakan isu agama untuk meraih ambisi politiknya.

Salam Konteks

@palti hutabarat


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment