Wednesday, February 8, 2017

Peluang Ahok Bebas kian Besar, Ini Penjelasan Hukumnya

DUNIA HAWA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang menyidangkan perkara Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, harus menolak keterangan Ahli Agama Islam/Anggota Komisi Fatwa MUI, Hamdan Rasyid, dan keterangan Ketua MUI, Maruf Amin, dikarenakan ahli dan saksi sudah tidak lagi objektif, berikut penjelasan hukumnya.


Keterangan saksi Ketua MUI, Ma’ruf Amin harus ditolak oleh majelis hakim, dikarenakan saksi Ketua MUI, Ma’ruf Amin ketika membuat BAP, telah mengarang-ngarang sebuah cerita dan memainkan diksi hingga Ahok terseret ke pengadilan, itu bisa dilihat dari kemiripan isi BAP-nya dan keterangannya di sidang dengan transkrip Buni Yani. Dalam transkrip, Buni Yani mencantumkan frasa ‘’penistaan agama’’ sedangkan Ma’ruf Amin dalam BAP dan keterangannya di persidangan menyatakan ‘’penghinaan agama’’. Penistaan dan penghinaan adalah dua hal yang sama maknannya dan berbeda dengan penodaan. Jadi Ma’ruf Amin hanya mengganti istilah lain dari penistaan dengan penghinaan, yang ujung-ujungnya hanya masalah diksi sehingga Ahok harus terseret ke pengadilan.

Permainan diksi yang dilakukan Ma’ruf Amin makin terlihat lagi dalam persidangannya , yang menyatakan bahwa Ahok menghina agama, ulama, dan Al-Qur’an. Sedangkan dalam BAP-nya berbeda dari apa yang disampaikannya di persidangan. Dalam BAP: ’Al-Maid’ah sebagai alat berbohong, merupakan penghinaan terhadap ulama’’. Dan kalimat ‘’Al-Maid’ah sebagai alat berbohong’’ mirip dengan transkrip Buni Yani, yakni pada kalimat ‘’ dibohingi Al-Mai’dah 51. Jadi bisa dibayangkan permainan diksinya jelas sekali.

Permainan diksi selanjutnya adalah dalam BAP dinyatakan ‘’Al-Maid’ah sebagai alat berbohong’’, tetapi di persidangan menyatakan Ahok menghina agama, ulama dan Al-Qur’an. Tidak ada kekosnistenan dalam memberikan kesaksiannya, makin menguatkan dugaan Ahok diseret ke pengadilan karena unsur politis.

Jika Buni Yani hanya menghilangkan kata ‘’pakai’’, isi BAP Ketua MUI, Ma’ruf Amin dalam BAP-nya justu memainkan diksi lebih bebas lagi yakni dengan menyatakan ‘’Al-Maid’ah merupakan alat kebohongan adalah penghinaan terhadap ulama’’. Dan permainan diksi, justru semakin membuktikan bahwa keterangan BAP yang dibuatnya asal jadi dalam merangkai diksinya, asal Ahok terseret kasus penodaan agama, dan demi kepentingan politis.

Dikarenakan jika tidak ada kepentingan politis, mengapa keterangan Ketua MUI, Ma’ruf Amin sangat mirip dengan hasil transkrip Buni Yani yang mentranskrip video pidato Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016? Terlebih lagi Ma’ruf Amin menyatakan bahwa ia tidak menonton video itu tetapi video itu telah melalui pengkajian 4 komisi yang ada di MUI.

Nah, jika sudah melalui kajian 4 komisi di MUI, harusnya Ma’ruf Amin mengetahui atau diberitahu apa yang terdapat dalam video yang telah dikaji 4 komisi di MUI, terkait mana kalimat Ahok yang menyinggung Al-Maid’ah dalam pidato Ahok sehingga pendapat keagamaan MUI dikeluarkan MUI, karena jika Ma’ruf Amin tidak diberitahu sama sekali mengenai bagian mana dalam pidato Ahok yang dianggap menyinggung Al-Maid’ah, itu tidak logis dan tidak bisa diterima akal sehat, dikarenakan tidak mungkin Ketua MUI saat hendak mengeluarkan pendapat keagamaan tidak tahu-menahu soal isi video pidato Ahok.

Yang ada justru membuat membuat diksi dengan dua versi. Dalam BAP: ’Al-Maid’ah sebagai alat berbohong, merupakan penghinaan terhadap ulama’’., Sedangkan dalam persidangan: Ahok menghina agama, ulama dan Al-Qur’an. Jelas isi dalam BAP Ma’ruf Amin yang membuat Ahok harus terseret jauh sampai ke pengadilan, karena dalam BAP ada kalimat: Al-Maidah sebagai alat kebohongan, dan kalimat itulah yang mengantarkan Ahok ke persidangan.

Selain itu, dalam BAP dan dalam keterangannya di persidangan, Ma’ruf Amin jelas menyatakan penghinaan bukan penodaan. Memang BAP bukan alat bukti, tetapi hakim harus tetap menolak keterangan Ketua MUI, Ma’ruf Amin, dikarenakan antara keterangannya dalam BAP dengan keterangannya di persidangan, menujukan bahwa Ketua MUI, Ma’ruf Amin terang-terangan hanya tinggal mempermainkan dan mengolah diksi, yang diolahnya dari kalimat dalam transkrip Buni Yani. Jadi pangkal permasalahan isi keluarnya pendapat keagamaan MUI adalah akibat tranksrip Buni Yani.

Bukti lain bahwa Ma’ruf Amin mempermainkan diksi dan disesuaikan dengan hasil transkrip Buni Yani dan diolah lagi diksinya itu disingkronkannya dalam keterangannya sebagai saksi, dengan memberikan kesaksian bahwa Ahok menghina agama, ulama dan Al-Qur’an, yang itu artinya, isi BAP dan keterangan Ketua MUI, Ma’ruf Amin adalah tidak konsisten karena hanya memainkan diksi dari Buni Yani, sehingga keterangan Ma’ruf Amin HARUS DITOLAK, dikarenakan dalam dakwaan alternatif cukup satu pasal saja yang dibuktikan tanpa membuktikan lapisan dakwaan berikutnya (dakwaan kedua), yakni cukup membuktikan pasal pertama dalam dakwaan alternatif yakni Pasal 156 a KUHP, yang tidak memuat unsur penodaan agama, sehingga engan terjadinya kekeliruan pada dakwaan, sehingga Ahok harus divonis bebas.

Karena penodaan dan penghinaan dalam terminologi hukum berbeda, penodaan membuat sesuatu menjadi kotor dan ternoda, sedangkan penghinaan adalah merendahkan, sedangkan dalam BAP dan keterangan saksi Ketua MUI, dipersidangan, jelas menyatakan penghinaan bukan penodaan, itu merujuk pada angka 9 dari BAP Ketua MUI, Ma’ruf Amin: ’Al-Maid’ah sebagai alat berbohong, merupakan penghinaan terhadap ulama’’. Itu artinya tidak ada alasan hukum bagi majelis hakim untuk bisa menerima keterangan Ma’ruf Amin, dikarenakan dalam pendapat keagamaan MUI hanya dinyatakan sebagai penghinaan, dan itu tidak sesuai dengan dakwaan jaksa, sehingga diujung vonis nanti, peluan Ahok divonis bebas makin membesar.

Selain keterangan Ketua MUI, Ma’ruf Amin yang harus ditolak, keterangan Ahli Agama Islam/Anggota Komisi Fatwa MUI, Hamdan Rasyid juga harus ditolak, karena isi BAP-nya mirip benar dengan isi BAP, Ma’ruf Amin. Selain soal kemiripan isi BAP, alasan lain yang mengharuskan majelis hakim menolak keterangan Ahli Agama Islam dari MUI, adalah dikarenakan ahli tidak objektif dikarenakan sama-sama dari satu lembaga yang sama MUI, dan semua keterangannya mendukung pendapat keagamaan MUI. Bayangkan, untuk isi BAP saja tidak objektif , karena ada kemiripan, apalagi keterangannya di persidangan, makin tidak objektif lagi, sehingga harus ditolak keterangannya oleh majelis hakim.

Alasan terakhir yang membuat majelis hakim harus menolak keterangan Ahli Agama Islam dari MUI , Hamdan Rasyid, yang memberikan keahliannya pada Selasa, 7 Februari 2017, adalah dikarenakan hampir semua kesaksiannya di persidangan mirip-mirip dengan kesaksian Ma’ruf Amin. Nah sedangkan Ma’ruf Amin dalam BAP-nya dan keterangannya di persidangannya pada Selasa, 31 Januari 2017, mirip sekali dengan transkrip Buni Yani, jadi terlihat jelas transkrip Buni Yani yang dijadikan dasar rujukan dikeluarkannya pendapat keagamaan MUI, sehingga keterangan keduanya harus ditolak

@ricky vinando


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment