Tuesday, January 24, 2017

Kasus Korupsi Masjid Naik ke Penyidikan! Siapa yang Akan Jadi Tersangka?

DUNIA HAWA - Seperti yang kita ketahui bersama, beberapa minggu terakhir ini terdengar kabar dugaan korupsi pembangunan Masjid Al Fauz yang tengah diusut oleh Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri). Kasus ini begitu menyita perhatian kita bersama karena ada salah satu peserta Pilkada DKI 2017 yang “diduga” terlibat, yaitu calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut satu: Sylviana Murni.


Dugaan korupsinya terjadi pada tahun anggaran 2010 dan 2011. Sylviana yang kala itu menjabat sebagai Walikota Jakarta Pusat pun diduga terlibat, namun rasanya setahu saya hingga kini belum dibantah secara tegas oleh Sylviana. Ketika diminta responnya, Sylviana pun enggan menjawab pertanyaan wartawan. Menurut saya jika memang bersih dalam kasus ini, kenapa Ibu Sylviana ini aneh sekali ya tidak langsung membantah? Apakah menjaga-jaga agar jangan sampai ada kebocoran atau sedang mencocokkan alibi dengan pihak-pihak lain atau sedang menyusun strategi atau apa.

Saya tidak tahu


Diberitakan bahwa biaya untuk membangun masjid tersebut adalah Rp 27 miliar, tapi ada penambahan senilai Rp 5,6 miliar pada 2011. Setelah melakukan pengecekan fisik masjid dan memeriksa sekitar 30 saksi, akhirnya kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Al Fauz di kantor Wali Kota Jakarta Pusat ini telah dinaikkan menjadi penyidikan! Yang artinya, tindakan pidana korupsi telah ditemukan oleh Bareskrim Polri.

Siapa yang Akan Jadi Tersangka


Setelah naik ke penyidikan, sekarang tinggal ditentukan siapa tersangkanya dan polisi kelihatannya sedang mendalami kasus ini lebih lanjut. Yang menyeramkan bagi saya adalah ada dua nama besar yang naik ke permukaan akibat kasus ini, yaitu Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Saefullah dan Sylviana Murni yang kita ketahui sendiri siapa.

Polisi memang sudah memeriksa Saefullah karena beliau adalah Walikota Jakarta Pusat yang menggantikan Sylviana, tapi seingat saya Sylviana Murni belum pernah diperiksa untuk kasus ini. Yang pemeriksaan minggu lalu itu tentang Dana Bansos Pramuka. Jadi, kalau kasus korupsi ya biasanya yang melakukan pelanggaran hukum antara eksekutif, legislatif dan juga pihak korporasi.

Entah ada sangkut pautnya tidak dengan legislatif ya. Kalau ada pihak legislatif yang diduga terlibat, seharusnya kan polisi ada melakukan pemanggilan pemeriksaan, dan masa tidak ada pemberitaan sama sekali?

Di sisi lain, Saefullah dari keterangannya terkesan membela Sylviana Murni dengan menyatakan Ibu Sylvi sedang diklat saat tanda tangan kontrak terjadi. Tapi menurut logika saya ini bukanlah pembelaan yang kuat, karena meskipun sedang diklat pun tetap saja bisa ada aliran dana yang masuk kan? Uang tutup mulut bisa saja kan. Jadi tetap saja mungkin kena.

Karena Polri telah menyatakan belum tahu siapa yang harus bertanggung jawab atas korupsinya karena ada dua periode wali kota, berarti terbuka kemungkinan bagi siapapun dari keduanya untuk terjerat. Semua tergantung keterangan dari saksi lainnya.

Berikut beberapa kutipan pernyataan dari Saefullah dan juga dari pihak kepolisian (dapat dibaca disini, disini, disini, disini dan disini)

“Belum tahu siapa yang bertanggung jawab. Yang jelas ada dua periode wali kota saat itu,” ujar Kepala Divisi Humas Polri In­spektur Jenderal Boy Rafli Amar pada 12 Januari 2017.

“Sudah dinaikkan ke penyidikan, ya sekitar minggu lalu,” ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 23 Januari 2017.

“Proses penyidikan itu untuk mencari tersangka, untuk menemukan tersangka,” ujar Kombes Martinus.

“Enggak ada masalah apa-apa, masjidnya bagus kok, silakan lihat saja,” kata Saefullah di kantor Bareskrim pada 11 Januari 2017.

“Namun, saat tanda tangan kontrak (pembangunan Masjid Al Fauz dengan kontraktor), Bu Sylvi sedang Lemhannas (diklat) sehingga yang tanda tangan kontrak (dengan kontraktor) itu Pelaksana Harian Wali Kota Jakarta Pusat, waktu itu jadi Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Pak Rospen Sitinjak,” kata Saefullah.

“Dibalikin (kelebihan anggaran) tahun 2011 juga, sesuai hasil audit,” kata Saefullah.

Bukan Kriminalisasi


Telah disampaikan oleh polisi bahwa penyelidikan baru dilakukan sekarang karena memang laporannya baru masuk. Meski masjid itu dibangun pada 2010, pelapor yang identitasnya dirahasiakan ini sepertinya memang telah menyimpan amunisi ini untuk dikeluarkan di momen yang tepat.

Memang wajar saja jika ada dugaan bahwa pelaporan ini terkait Pilkada DKI. Tudingan ini menurut saya masih masuk akal. Tapi karena kasus Ahok juga diduga kuat terkait Pilkada DKI, kalau saya melihatnya ya hukum karma saja ini mah.

Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian ya untuk kubu nomor satu. Hehehe. Saya rasa tahun lalu kan pasti sudah senang sekali karena Ahok terkena kasus hukum, jadi ya sekarang meskipun baru diusut ya sudah sedikit mengganggu kubu nomor satu pastinya.

Demikian bantahan polisi mengenai tudingan kriminalisasi dari kubu nomor satu (disini). Mohon dibaca ya bagi pendukung kubu nomor satu.

“Kami hati-hati, ekstra hati-hati, tak sembarangan melakukan langkah hukum tanpa didasarkan fakta, harus mengacu pada hukum acara,” kata Boy ditemui di Mapolda Metro Jaya, Rabu 18 Januari 2017.

“Kemudian, ada informasi beredar dan itu disampaikan ke pihak kepolisian. Atas nama UU wajib mendalami, lakukan penyelidikan untuk melihat apakah ada pelanggaran hukum,” ujar Boy.

Dampak ke Pilkada DKI


Meskipun kita tidak tahu nama-nama lain yang berpotensi menjadi tersangka kasus korupsi ini, konstelasi politik di Pilkada DKI 2017 sepertinya akan berubah jika Saefullah atau Sylviana Murni menjadi tersangka.

Jika Saefullah yang jadi tersangka, menurut saya tidak banyak dampak ke Pilkada DKI. Namun kita ketahui bersama kan Bapak Saefullah ini juga ada sedikit banyak berpolitik tahun lalu dengan ikut penjaringan beberapa partai dan juga dapat dilihat dari komentarnya di Badan Musyawarah Betawi. Tapi Saefullah sebagai PNS bukanlah pendukung calon mana pun secara resmi, jadi tidak akan berdampak secara signifikan terhadap elektabilitas calon mana pun.

Namun jika Sylviana Murni yang jadi tersangka, kita bisa tebak akan terjadi gejolak besar di politik Ibu Kota. Mungkin bukan hanya gempar di jagad raya Twitter dan Facebook, bisa jadi akan ada aksi-aksi demonstrasi atau penyebaran hoax yang tidak dapat dihindari. Bukan tidak mungkin juga akan ada yang baper di Path, curhat di Twitter ataupun ngeles di konferensi pers.

Meski kasus dugaan makar sang suami Sylviana tidak berdampak terhadap elektabilitas pasangan nomor satu, kalau kasus korupsi tuh beda persepsinya di masyarakat. Rakyat kita miskin karena ulah korupsi, dan ada kebencian yang mendalam dari seluruh lapisan masyarakat kita terhadap para koruptor.

Maka menurut saya harapan calon nomor satu untuk memenangkan Pilkada DKI dapat dipastikan akan musnah jika cawagubnya tersandung kasus korupsi. Karena sebodoh-bodohnya atau betapa pun cintanya rakyat DKI terhadap nomor satu, tidak mungkin akan ada mayoritas 50% yang memilih calon yang terlibat kasus korupsi. Jadi pasti akan game over untuk nomor satu.

Sebenarnya kalau melihat dari kestabilan dan ketenteraman bangsa dan negara, ya jangan sampai deh Ibu Sylviana ini terkena kasus ini. Kita pastinya tidak ingin negara kita ribut lagi kan? Kita tidak ingin mendengar dan membaca tudingan-tudingan kotor dari pihak nomor satu ataupun dari pendukungnya. Saya juga sudah lelah dan bosan baca curhatan seseorang di Twitter yang tidak jelas maksudnya.

Lagipula, kemungkinannya kecil bagi Sylviana untuk jadi tersangka, karena kan beliau belum pernah diperiksa dalam kasus ini. Kecuali polisi dalam waktu dekat ini melakukan pemanggilan terhadapnya, yang mungkin saja merupakan “tanda-tanda”.

Karena sudah ditemukan tindakan korupsi, berarti sudah pasti ada pelaku korupsinya. Tidak mungkin lah hantu atau tuyul yang melakukan korupsi kan. Dan izinkan saya untuk mengutuk pelaku korupsi pembangunan masjid ini, karena bagi saya kasus inilah yang sesungguhnya penistaan agama Islam. Tapi kenapa ya tidak ada yang demo, tidak ada yang teriak-teriak gantung atau bakar, tidak ada yang buat spanduk tembak mati dan tidak ada fatwa apa-apa dari MUI?

Oh iya saya baru ingat, katanya korupsi itu memang sudah diketahui haram menurut Prof Mahfud MD saat menjawab pertanyaan follower di Twitter, sehingga tidak diperlukan fatwa. Jadi mungkin yang melakukan korupsi ini lupa ingatan bahwa korupsi itu haram saat melakukannya ya. Hahahaha…..

Dari sebatang pohon yang ingin berdiri kokoh dan tegar di tengah kekejaman dunia ini………

@aryanto

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment