Sunday, December 11, 2016

Soal Bom dan Gagal Paham Memaknai Jihad

DUNIA HAWA - Cukup membuat  saya kaget bercampur geram saat melihat berita di televisi yang mengabarkan adanya rencana pengeboman di tempat penting di Jakarta.  Saya pikir, jaringan teroris di negeri ini sudah pensiun, mengingat belakangan ini aparat keamanan sedang gencar-gencarnya membasmi jaringan teroris di beberapa tempat.


Ternyata, kelompok teroris itu masih ada dan bahkan berencana melakukan aksinya di tempat yang sangat penting, yaitu istana negara. Untungnya, para aparat kepolisian yang bekerja sama dengan Densus 88 sangat sigap dalam mengintai gerak-gerik mereka di sebuah kontrakan di Bintara, Bekasi Jawa Barat. Akhirnya, mereka tertangkap oleh aparat kepolisian.

Teroisme identik dengan pengeboman. Seolah keduanya tidak bisa dipisahkan.  Belakangan ini, Indonesia selalu menjadi sasaran pengeboman. Seperti yang terjadi di bom Bali 1/2002,  hotel JW Mariott 2013, Kedubes Australia 2004, bom Bali 2/ 2005, hotel JW Mariott dan Ritz-Cariton 2009, bom Mapolresta Cirebon 2011, Plaza Sarinah 2016. Dan yang paling hangat ialah pengeboman di sebuah gereja di Samarinda yang menewaskan seorang balita.

Dan anehnya, kesemua pelaku teror itu adalah orang Muslim yang bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Sesungguhnya Islam sendiri tidak mengajarkan pengeboman. Orang Islam yang suka ngebom berarti  bertolakbelakang dengan ajaran Islam itu sendiri. Dan gawatnya, mereka menyebut aksinya itu sebagai jihad di jalan Allah.

Ironis memang ketika jihad diidentikan dengan aksi pengeboman yang intinya mengancam kenyamanan orang lain. Tetapi, anehnya, yang menjadi korban aksi mereka adalah orang-orang yang tidak bersalah. Jika demikian layakkah aksi itu kita sebut jihad?

Jihad sendiri, memiliki tiga tingkatan, pertama jihad akbar (paling besar), di mana jihad ini menuntut kita untuk melawan hawa nafsu yang setiap harinya selalu mengelabui kita. Alasan kenapa jihad melawan hawa nafsu dikatakan sebagai jihad paling besar, karena tidak semua orang mampu melawan hawa nafsunya. Bahkan kebanyakan mereka sering terperdaya oleh bisikan-bisikan nafsunya yang berujung pada penyesalan.

Nah, berkaitan dengan ini, pernah  suatu hari, ketika itu, Rasulullah Saw menyambut sahabatnya yang baru saja pulang dari perang. Rasulullah mengucapkan selamat pada mereka karena telah memenangkan peperangan. Namun, di sela-sela itu, beliau berkata kepada mereka, “Masih ada jihad yang paling besar yang harus kalian lakukan.” Salah satu dari mereka bertanya, “Jihad apa ya Rasulullah?” “Jihad melawan hawa nafsu,” jawabnya singkat.

Kedua, jihad asghar (paling kecil), jihad ini berkaitan dengan peperangan. Di di dalam islam sendiri ada dua istilah mengenai perang: ibtida’i (ekspansi) dan difa’I (difensif). Dan peperangan yang terjadi di zaman Rasulullah ialah perang yang bersifat difensif, dengan kata lain perang perlawanan, artinya, Rasulullah dan pasukannya akan mau perang ketika mereka mendapat serangan lebih dulu.

Selama belum diserang, mereka (pasukan Muslim) akan tetap diam. Sementara perang yang bersifat ekspansi hampir tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan sahabatnya di eranya. Itulah mengapa Islam benar-benar berhati-hati dalam menyikapi jihad. Dengan kata lain, tidak asal-asalan.

Ketiga, jihad kabir (besar). Jihad ini  menuntut kita untuk melakukan persaingan dengan orang kafir, dari keilmuan maupun tegnologi dan kemajuan-kemajuan di bidang lain. Dan kita juga dituntut untuk bersikap mandiri, tidak bergantung pada mereka. Kalau perlu kita harus unggul dari mereka dari segala bidang. 

Nah, itulah tiga macam jihad di dalam Islam yang tidak bisa penulis paparan lebih jauh lagi, mengingat terbatasnya runag. Tetapi, ketiga poin di atas sudah merepresentasi akan makna jihad yang sesungguhnya.

Memandang lebih jauh lagi, bahwa jihad tidak hanya diidentiken dengan peperangan. Kalau mau jihad, Membantu orang yang kesulitan dengan harta dan mencari ilmu juga jihad, (QS. At-Taubah: 41). Tetapi, anehnya orang lebih suka memaknai jihad sebagai kekerasan dan pengeboman. Kalau saja, orang-orang masih memaknai jihad terbatas pada peperangan macam teroris tadi, maka makrifatnya mengenai Islam patut dipertanyakan. Membiarkannya, sama saja kita telah memberi ruang pengeboman bagi mereka.

@ali ridho


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment