Monday, December 19, 2016

Politik Plus Agama, Kombinasi yang Mematikan

DUNIA HAWA - Dalam sejarah dunia, para penguasa politik seringkali menggunakan dalih dalih agama untuk melanggengkan kekuasaannya. Para Pharaoh / Firaun di Mesir dianggap sebagai wakil para dewa sehingga jika berani melawan mereka sama saja dengan melawan kehendak para dewa. Para kaisar di Jepang dianggap sebagai keturunan dewa Matahari sehingga dosa besar hukumnya jika berani melawan apalagi melengserkan mereka. Begitu juga dengan berbagai bangsa dan peradaban lain dalam sejarah dunia kuno dimana para penguasa selalu dimistifikasikan, disimbolkan dan dianggap sebagai representasi dari kehendak Tuhan.


Hal yang sama juga terus berulang hingga hari ini. Perang Salib yang berlangsung antara tahun 1095 – 1274 M dan dimulai oleh pihak Kristen Eropa sebenarnya juga hanyalah ambisi para bangsawan Eropa yang serakah untuk merebut wilayah, kekuasaan dan kekayaan dengan menghembuskan isu-isu agama sehingga massa akan lebih mudah dimobilisasi dan dimanipulasi untuk “bersedia mati demi Tuhan” sehingga ambisi dan tujuan para penguasa serakah tersebut bisa terwujud. 

Inquisisi Spanyol pada abad ke 16 dimana para penguasa membunuh dan menyiksa banyak orang dengan dalih agama juga pernah terjadi. Pembantaian terhadap 1.800.000 orang Kristen Armenia pada masa Perang Dunia I oleh Kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1915 – 1916 juga pernah terjadi. Penjajahan dunia Barat terhadap berbagai negara di Asia dan Afrika selama abad 17 – abad 20 juga menggunakan dalih agama “Gold, Gospel, Glory” (emas, injil dan kemenangan).

Merebaknya terorisme global, kebangkitan kaum radikal dan kekerasan agama di seluruh dunia pada abad 21 ini juga tidak bisa dilepaskan dari kombinasi rumus maut antara agama dan politik ini. Penguasaan dan pendudukan paksa Israel atas tanah Palestina juga dimotivasi oleh mitos religius “Tanah Perjanjian Tuhan”. Dukungan Amerika dan Eropa kepada Israel juga tidak terlepas dari unsur sentimen agama. 

Perlawanan bangsa Palestina dan seluruh dunia Islam terhadap Amerika dan dunia Barat yang dianggap telah ikut melindungi Israel juga dimotivasi oleh keyakinan bahwa “Perang Akhir Jaman” itu memang harus terjadi. Mitos permusuhan abadi menjadi bumbu dan penggerak paling utama bagi perseteruan bangsa-bangsa yang memegang rumus kombinasi maut antara agama dan politik tadi.

Bangkitnya teroris Al Qaeda, ISIS, Boko Haram, Abu Sayyaf, Thaliban serta kehancuran Mesir, Libya, Yaman, Irak dan Suriah karena perang saudara juga terjadi karena ada sebagian kelompok yang memainkan isu serta rumus kombinasi maut agama-politik tadi. Bangsa ini juga sempat hingar bingar di saat Pilkada DKI 2012, Pilpres 2014 serta kini Pilkada DKI 2017 dimana ada sebagian golongan yang tetap saja bermain api dengan memainkan kombinasi rumus maut antara agama dan politik tadi.

Mengapa kombinasi agama-politik selalu menjadi isu yang menarik dan efektif untuk dijalankan di negara negara yang masih belum maju dan tertinggal? Sebabnya adalah di negara negara tersebut orang masih sangat mudah dimanfaatkan, dimanipulasi, dihasut, diprovokasi, dipecah belah dan di adu domba dengan menggunakan isu-isu agama yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi dengan realitas dunia modern. 

Politik kebencian untuk menghancurkan pihak lawan sangat mudah dijalankan dengan cara memanfaatkan dalih agama, bersembunyi di balik topeng agama dan mengatasnamakan “kehendak Tuhan”. “Saya pejuang Tuhan yang pasti benar sedang kamu musuh Tuhan yang pasti salah jadi kamu harus hancur dan aku yang harus menang” adalah slogan, logika sekaligus filosofi yang mendasari para pengikut dan pemuja “Agama Politik” tadi.

Itulah sebabnya kita melihat bahwa para tokoh agama yang sejati tidak mau terlibat terlalu dalam dan terlalu jauh dalam urusan politik. Agama adalah bersih (karena agama sejati hanya mengajarkan kedamaian, kebajikan dan kebijaksanaan) sedang politik adalah kotor (karena politik duniawi selalu muncul dari ego, keserakahan dan kepentingan). Menggabungkan antara yang bersih dan yang kotor hanya akan menciptakan warna abu-abu yang tidak jelas dan membingungkan. 

Fakta menunjukkan bahwa negara negara agama seperti di Timur Tengah justru menjadi negara negara yang sengsara dan terus dirundung konflik berkepanjangan sedangkan negar negara sekuler seperti di Eropa Barat justru terbukti menjadi negara negara yang paling maju, cerdas dan makmur. Hanya para politikus agama ataupun para pedagang agama saja yang selalu membawa-bawa dalih agama demi mencapai ambisi dan tujuan politisnya. Kesalahan sejarah akan terus terjadi jika kita tetap mempertahankan pola pikir dan cara-cara lama kita yang sudah usang dan tidak relevan dengan jaman.

Meminjam ungkapan yang saat ini lagi populer : Politik campur agama? Kelar idup loe !!

Salam Waras dari hati nurani yang terdalam.......

@muhammad zazuli


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment