Monday, December 5, 2016

Pasal Penistaan Agama atau Penistaan Islam?

DUNIA HAWA - Judul resminya sih “pasal penistaan agama” tetapi dalam prateknya sebetulnya lebih ke “pasal penistaan Islam”. Atau lebih khusus lagi, “pasal penistaan Islam [menurut kelompok Islam tertentu] yang dilakukan oleh non-Muslim”. Coba Anda renungkan (kembali) dengan kepala dingin, hati lapang, pikiran luas, dan jiwa yang tenang: sebetulnya apa sih substansi yang diucapkan Ahok itu? Apakah kira-kira, jika tidak ada campur tangan “Bu Yani”, masalah ini bisa seheboh seperti sekarang ini?    


Lagi pula, menurutku, apa yang diucapkan Ahok itu tidak seberapa bila dibandingkan dengan, misalnya, umpatan-umpatan (sebagian) dai, ustad, dan tokoh Islam, beserta pengikutnya, terhadap kelompok non-Muslim. Sudah berapa kali coba mereka menistakan agama-agama non-Islam, baik “agama impor” maupun “agama lokal”? Sudah berapa kali coba mereka menghina para “ulama” non-Muslim? Sudah berapa kali coba mereka mengolok-olok kitab suci-kitab suci diluar Al-Qur’an, khususnya kitab suci umat Kristen? 

Coba juga Anda renungkan: sudah ada berapa kasus coba para umat atau pengikut agama-agama dan kepercayaan lokal beserta propertinya di seluruh Indonesia yang menjadi korban ketidakadilan aturan dan keganasan amuk massa sejumlah kelompok Islam? Mereka hidup merana karena didiskriminasi dan terlunta-lunta bahkan menjadi pengungsi di negaranya sendiri. Maka, jika Ahok yang cuma bilang “begitu doang” dianggap telah melakukan “penistaan Islam”, maka para pelaku kekerasan atas kelompok agama lain ini tergolong “mbahnya” atau “moyangnya” penistaan. 

Saya bukan bermaksud membela Ahok. Sama sekali bukan. Ahok mau jadi gubernur kek, tidak kek, tekek kek, itu urusan warga Jakarta, bukan urusanku. Ahok saya kira juga “tidak peteken” jika tidak jadi gubernur wong dia sudah kaya-raya hidup bahagia-sejahtera, punya istri cantik-jelita. Justru warga Jakarta kali yang rugi kalau “si koh” gak jadi gubernur. 

Maksud dan tujuanku ngomong dan nulis begini ini tidak lain dan tidak bukan agar kita semua sebagai warga negara Indonesia saling bersikap “tepo-seliro”, saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Jika kamu merasa sakit dilecehkan, maka jangan melecehkan. Jika Anda merasa perih disakiti, mereka juga juga sama. Sebagaimana Anda, mereka juga punya hati dan perasaan. 

Indonesia ini bukan “bumi Muslim”. Indonesia adalah “rumah bersama” dan “buah” dari perjuangan bersama, baik umat Islam maupun bukan. Maka, jangan mentang-mentang merasa mayoritas, bisa berbuat sesuka hatinya (atau “seenak wudelnya”) kepada kelompok minoritas. Justru seharusnya yang mayoritas itu mengayomi yang minoritas. Semoga tidak ada yang mengedit tulisanku ini. Amin...

Jabal Dhahran, Arabia                

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment