Friday, December 9, 2016

Bangga Menjadi Bagian 212

DUNIA HAWA - Aksi 212 telah berlalu, namun romantismenya masih terus dibangun oleh pendukungnya. Melalui media online yang mereka kelola, mereka terus mengkonstruksi informasi kesuksesan aksi yang diberi judul bela islam tersebut. Seperti apakah konstruksi pendukung 212 tentang kesuksesan aksi 212 melalui media onlinenya, dan apa tujuannya?


Dalam ilmu komunikasi, Bungin (2008) mengatakan bahwa konstruksi sosial sejatinya sarat dengan aneka kepentingan. Paham konstruktivisme memandang berita sebagai realitas yang hadir secara subjektif. Seorang wartawan mengkonstruksi realitas melalui berita yang ditulis dari sudut pandang dan ideologinya. Jadi, manusialah yang menciptakan kesan dunia. Berita pada hakikatnya bukanlah realitas yang sesungguhnya. Berita adalah hasil konstruksi terhadap realitas.

Pendukung aksi 212 berupaya mengkonstruksi keberhasilan aksi 212 dengan jumlah massa, profil peserta aksi, dan pendukung aksi. Coba amati tulisan-tulisan yang dibagikan oleh situs tarbiyah, mediaislam, dan tarbawia. Mengapa jumlah massa, profil peserta aksi, dan dukungan terhadap aksi 212 begitu penting bagi mereka?

Klaim jumlah massa 7 jutaan, bagi media yang menyebutkan jumlah aksi massa kurang dari 1 juta dituduh benci islam, bohong dan semacamnya. Bahkan, sampai ada yang nekat membuat piagam MURI abal-abal. Mengapa? Karena aksi 212 merupakan aksi massa. Dalam aksi massa, jumlah massa dianggap sebagai salah satu faktor sekaligus indikator keberhasilan aksi. Jumlah massa yang sedikit memungkinkan aksi tersebut dinilai kurang berhasil.

Jumlah massa juga dipandang sebagai representasi dukungan. Semakin banyak yang mendukung, pressure dianggap semakin kuat. Semakin kuatnya presure diharapkan semakin mampu mempengaruhi pengambilan keputusan pihak yang didemo, dalam hal ini adalah pemerintahan Jokowi untuk memenjarakan Ahok.

Jumlah massa juga bisa digunakan sebagai indikator kebenaran. Sebagian orang menganggap, semakin banyak orang yang berpihak, semakin mendekati kebenaran. Padahal, kebenaran itu seharusnya dihasilkan dari proses berfikir.

Pendukung aksi 212 juga merekonstruksi keberhasilan aksi 212 dengan menampilkan profil orang terpandang yang mengikuti aksi tersebut. Ada beberapa tulisan dengan judul direktur sukses yang ikut aksi, bawa mobil mewah, dan semacamnya. Apa pentingnya berita itu bagi pengikut aksi bela islam penjarakan Ahok?

Pada aksi 411, terungkap fakta bahwa banyak peserta aksi yang tidak bisa kembali ke rumahnya karena kehabisan uang. Mungkin hal ini dianggap aib, bahwa pendukung bela islam terdiri dari orang-orang miskin. Profil peserta aksi yang terpandang dan kaya raya digunakan untuk menutupi fakta tersebut.

Lalu, dukungan terhadap aksi. Semakin banyak yang mendukung, dianggap semakin membanggakan. Untuk itu, wajar jika klarifikasi Pihak Sari Roti jadi menyakitkan hati. Ibaratnya, setelah heboh berita dapat hadiah, bangga tak terkira, lalu pihak pemberi hadiah meralat nama yang berhak mendapatkan hadiah. Sakitnya itu dimana?

Kecuali jika ia menjalankan agama dengan benar, tentu dia akan ikhlas. Nggak bakal dendam pada sepotong roti.

Tujuan dari konstruksi realita keberhasilan aksi 212 itu adalah, untuk membuat pendukung aksi 212 bangga. Hanya kebanggaanlah yang diharapkan. Dalam teori kebututuhan dasar maslow, ada 5 kebutuhan dasar manusia. Kebututuhan pengargaan adalah kebutuhan nomor 4, setelah kebutuhan kasih sayang dan sebelum kebutuhan aktualisasi diri. Mereka masih berusaha memenuhi kebutuhan penghargaan. Artinya apa?

Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) dan motivasi perkembangan (growth motivation). Motivasi kekurangan bertujuan untuk mengatasi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada. Sedangkan motivasi pertumbuhan didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang. Kapasitas tersebut merupakan pembawaan dari setiap manusia.

Manusiawi, wajar, namun terdengar klise bagi garis keras pembela islam, yang sepatutnya lebih paham dengan nilai-nilai agama, lebih mampu menginternalisasikan sifat-sifat Allah. Sehingga yang nampak seharusnya adalah umat yang tawadhu dan sabar.

Kesimpulannya, aksi bela islam sesungguhnya adalah aksi massa seperti demonstrasi yang dilakukan penganut paham demokrasi pada umumnya. Meskipun dilakukan oleh orang-orang beragama dan mengatasnamakan agama. Meskipun mereka secara keras dan militan membela agama, namun mereka adalah manusia biasa yang masih berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya, masih bisa kurang dan salah.

dan aku bangga dicintai kamu. i love you

@ nurul.indra


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment