Friday, November 18, 2016

Mengukur Benar dan Salah dalam Politik Kita

DUNIA HAWA - Seharusnya peristiwa peristiwa yang terjadi dalam perpolitikan kita akhir akhir ini, membuat logika berfikir kita menjadi matang..


Benar dan salah terus dihadirkan dalam berbagai peristiwa supaya kita terus belajar. Tuhan memberi pelajaran kepada manusia bukan dalam sekali peristiwa, tetapi bertahap tergantung akal manusia menyerap dan memahaminya.

Pemaksaan kehendak oleh sebagian orang dengan mengatas-namakan agama ini, seharusnya bisa menjadi acuan. Bahwa ada yang "salah" dengan apa yang mereka lakukan. Kalau ada yang mengatakan "benar", logika berfikirnya tentu harus dipertanyakan.

Ini bukan tentang seseorang yang harus dibela mati-matian, karena individu itu bukan ukuran kebenaran. Seperti kata Imam Ali as, "Kebenaran bukan diukur dari individunya. Tapi ukurlah kebenaran dari kebenaran itu sendiri, baru lihatlah siapa individu yang berada di belakangnya."

Petunjuk ini saja seharusnya sudah memberikan arahan, bagaimana mengukur kebenaran. Memang tidak ada manusia yang memegang kebenaran mutlak, tetapi setidaknya kita bisa memperkecil kesalahan.

Apakah pemaksaan kehendak itu benar? 

Tentu saja tidak, bagi mereka yang memahaminya dengan benar.

Benar itu adalah ketika kita menyerahkan semua prosesnya sesuai konstitusi yang disepakati bersama, bukan karena nafsu sebagian orang.

Berlakukah ilmu ini bagi semua orang?

Tidak, karena dalam diri manusia selalu ada bibit sombong yang rantingnya mengerucut pada kedengkian. Sombong karena ia merasa dirinya, agamanya atau mazhabnya benar dan akhirnya menjadi dengki sehingga ia sulit melihat kebenaran.

Sulit mendapat sudut pandang yang adil, ketika dada seorang dipenuhi kebencian hanya karena menerima informasi yang dia juga tidak pasti kebenarannya. Padahal seseorang sudah diingatkan untuk selalu tabayyun atau kroscek terhadap apa yang didengarnya sehingga ia terhindar dari kebencian terhadap suatu kaum.

Saya tidak berkata bahwa diri saya benar, karena kebenaran bukan hak saya. Tetapi setidaknya saya mengingatkan kembali konsep tentang kebenaran, supaya kita tidak terjebak untuk mengadili seseorang dengan ketidak-tahuan.

Ngopilah sebentar denganku, kawan.. biar kita seimbang, karena sejatinya seimbang adalah kenikmatan...

"Ada dua orang yang membinasakanku. Orang bodoh yang ahli ibadah dan orang alim yang mengumbar nafsunya.." Imam Ali as

@denny siregar

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment