Sunday, October 9, 2016

Jessica Bebas atau Keluar dari Bui Saat Berusia 48 Tahun


DUNIA HAWA - Episode panjang sidang perkara kematian Wayan Mirna Salihin memasuki babak akhir. Rabu (5/10), jaksa penuntut umum sudah membacakan tuntutannya.

Jessica Kumala Wongso, terdakwa yang sudah merasuk ke pikiran publik selama ini, dituntut hukuman 20 tahun penjara.

Cukup mengejutkan, mengingat tuntutan itu jauh lebih rendah daripada dakwaan yang dibacakan pada awal sidang: penjara seumur hidup atau hukuman mati.

Jaksa Melanie menyatakan, tidak ada alasan pemaaf maupun pembenar atas perbuatan Jessica.

Selain itu, tidak ada hal-hal yang bisa membebaskan perempuan 28 tahun tersebut dari pertanggungjawaban pidana.

’’Untuk itu, terdakwa perlu dijatuhi hukuman yang setimpal,’’ ujarnya.

Dalam sidang di PN Jakarta Pusat yang berlangsung selama hampir delapan jam itu, jaksa membacakan 287 halaman berkas tuntutan.

Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardito Muwardi menyebutkan, pihaknya menyiapkan berkas tuntutan tersebut selama seminggu. Namun, dia membantah mengurangi hukuman. ’’Dua puluh tahun itu sudah maksimal,’’ tegasnya.

Menurut Ardito, hukuman 20 tahun itu sudah pantas. ’’Kalau hakim menilai lebih berat, bisa saja dia divonis makin banyak,’’ ujarnya.

Dia membantah bahwa JPU goyah hanya karena memberikan tuntutan 20 tahun. Dia menegaskan, hal itu sudah penuh perhitungan.

’’Dari subjektivitas kami, itu sudah sangat cukup kok,’’ terangnya.

Pengacara Jessica, Otto Hasibuan, siap menyampaikan pembelaan dalam sidang pekan depan.

Menurut dia, tuntutan 20 tahun itu tidak layak. Sebab, tidak ada bukti Jessica telah melakukan pembunuhan.

’’Saya tidak habis pikir. Banyak sekali yang ditambah-tambah oleh jaksa,’’ katanya. 

Terima Saran Hotman, Otto Gugat Rekaman CCTV



Penasihat hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan menanggapi saran pengacara kondang Hotman Paris Hutapea terkait tidak sahnya rekaman CCTV yang dijadikan alat bukti jaksa penuntut umum (JPU).

Menurut Otto, ‎pihaknya akan mengajukan keberatan atas rekaman CCTV tersebut dalam sesi pledoi nanti.

"Itu pasti jadi bahan nota pembelaan kami," kata dia saat dihubungi, Jumat (7/10).

Otto menjelaskan, jika merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK), rekaman CCTV di Kafe Olivier Mall Grand Indonesia, tidak boleh jadi alat bukti dalam sidang.

Sebab, rekaman CCTV diambil bukan atas hasil perekaman penyidik.

Otto menjelaskan ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir juga sempat menyinggung keabsahan rekaman CCTV ‎dalam sidang.

Namun, Otto tidak mengetahui apakah singgungan tersebut, dijadikan catatan oleh majelis hakim atau tidak.

"Ahli kita, Pak Mudzakir menjelaskan ada putusan MK itu. Dalam kasus Jessica, rekaman CCTV tidak bisa dipakai sebagai alat bukti. Nanti kami jabarkan alasannya di sidang agenda nota pembelaan," ungkap Otto.

Hotman Paris: Patuhi Putusan MK, Bebaskan Jessica!!



Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea mendesak Pengadilan Negara Jakarta Pusat untuk menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Jessica Kumala Wongso.

Sebab, menurut Hotman, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan bahwa rekaman CCTV tidak bisa jadi alat bukti jika bukan diambil sendiri oleh penyidik.

"Hal ini merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan uji materi mantan Ketua DPR Setya Novanto pada 7 September 2016 tentang penyadapan atau perekaman yang dijadikan bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sebuah kasus," kata Hotman saat dikonfirmasi, Jumat (7/10).

Menurutnya, jika merujuk pada putusan MK, maka rekaman CCTV tidak boleh jadi alat bukti dalam sidang.

Rekaman akan menjadi sah bila rekaman dibuat atas permintaan penegak hukum.

Karenanya, Hotman menilai, keterangan para saksi ahli yang mengacu pada rekaman CCTV harus batal demi hukum.
"Seharusnya, polisi, jaksa, dan hakim patuh terhadap putusan MK ini. Konsekuensi logisnya, ya Jessica harus bebas," beber Hotman.

Dalam keputusan MK tersebut, Hotman memang mengakui bahwa ada pandangan keputusan tersebut tidak mengikat.

Namun, Hotman menilai, ada sebuah kasus yang menyeret nama besar yang menggunakan keputusan MK, padahal keputusan tersebut ke luar saat sidang digelar.

"Kalau memang tidak mengikat, semua kasus-kasus yang kemarin, sampai praperadilan Budi Gunawan, harus diulang dong. Pasal 1 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga mengatur apabila ada perubahan perundang-undangan pada saat terdakwa diadili, maka harus diberlakukan perundangan yang lebih menguntungkan terdakwa," tandas Hotman.

Hotman Paris: Jessica Bebas Atau Bubarkan MK



Pengadilan, jaksa dan kepolisian dinilai telah mengangkangi Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, bukti berupa rekaman CCTV kematian Mirna di Cafe Olivier bukan bukti penyidikan.

Hal ini dikatakan Hotman Paris Hutapea dalam keterangan tertulisnya menanggapi hukuman yang dijatuhkan Jessica atas kasus kopi sianida, Kamis (6/10/2016).

“Rekaman CCTV itu merupakan alat bukti yang tidak sah karena bukan atas permintaan penegak hukum,” kata Hotman.

Hal ini, lanjutnya, merujuk pada putusan MK pada 7 September 2016 yang menyatakan rekaman CCTV itu bukan merupakan alat bukti yang sah.

Untuk itu, menurut Hotman, kesaksian para saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan juga tidak sah.

Hotman menegaskan pengadilan seharusnya membebaskan Jessica dari segala tuntutan karena tidak ada alat bukti. Jika tidak, kata dia, sebaiknya MK dibubarkan karena keputusannya diabaikan.

“Seharusnya hakim, jaksa dan polisi juga mematuhi keputusan MK tersebut. Konsekuensi logis: Jessica bebas,” tegasnya.

Hotman juga menyinggung adanya oknum Komisi Yudisial yang menyatakan putusan MK tidak mengikat. Untuk itu ia berpendapat sebaiknya MK dibubarkan jika putusannya tak lagi mengikat.

“Sepertinya oknum pimpinan KY itu lupa pada KUHAP yang mengatakan apabila ada perubahan peraturan perundangan pada saat persidangan, harus digunakan aturan yang lebih menguntungkan terdakwa. So, putusan MK harus dipatuhi dan dilaksanakan,” katanya.

[nasional.kini]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment