Friday, July 29, 2016

Sekuler


Dunia Hawa - Banyak orang yang sepertinya geram ketika saya terang-terangan menyatakan bahwa saya sekuler. Pernyataan atau argumen mereka konyol. Ada yang mengira bahwa sekuler itu hidup tanpa aturan. Sampai ada yang sampai dengan kasar menyebut menggauli anak sendiri. Ha?! Jadi kalau kamu nggak diatur dengan aturan agama, kamu akan menggauli anakmu?

Sekuler itu tidak ada hubungannya dengan moral. Ini hanya soal apakah negara akan mencampuri urusan peribadatan warganya atau tidak. Apa pengertian mencampuri? Artinya negara tidak akan mewajibkan pelaksanaan urusan agama warganya. Pelaksanaan agama adalah hak, bukan kewajiban. Maka, bisa saja negara membantu pelaksanaan ibadah, misalnya dengan pengelolaan pelaksanaan ibadah haji. Tapi negara tidak boleh memaksa atau melarang orang untuk naik haji.

Selebihnya, negara membuat regulasi berbasis pada pertimbangan-pertimbangan yang bukan pertimbangan agama. Misalnya, minuman keras itu haram, menurut hukum Islam. Tapi negara tidak berdasarkan hukum Islam. Maka, negara tidak melarang peredaran dan konsumsi minuman keras. Tapi kalau tidak dikendalikan minuman keras bisa punya efek negatif. Maka posisi negara cukup mengendalikan saja.

Apakah umat Islam dirugikan dengan prinsip sekuler? Secara objektif tidak. Posisi negara yang menjamin hak setiap orang untuk beribadah justru posisi yang menguntungkan. Kalau tidak dilarang, apa masalahnya? Pemerintah sekuler hanya dianggap merugikan orang-orang yang memang ingin memaksa orang lain dalam soal agama. Memaksa orang lain puasa, salat, atau memaksakan larangan minum minuman keras. Atau, merugikan bagi orang-orang yang ingin menerapkan hukum Islam seperti hukum cambuk atau potong tangan.

Jadi, bisa diduga siapa saja yang marah-marah pada saya soal sekuler ini. Pertama sekelompok orang tolol yang sama sekali tidak paham apa itu sekuler. Kedua, kelompok pemaksa. Ketiga, kombinasi dari kedua kelompok itu: orang-orang tolol yang suka memaksa. Maaf ya, kalau elu mau tolol, elu tolol aja sendiri. Jangan ngajak-ngajak, apalagi maksa orang lain untuk tolol kayak elu.

[hasanudin abdurakhman, phd]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment