Saturday, June 4, 2016

Islamist Groups Bukan Komunis yang Mengancam NKRI


Dunia Hawa - Mengapa aparat keamanan, pemerintah, tokoh agama dan masyarakat, partai politik, dan ormas Islam di Indonesia begitu kesurupan memburu PKI yang sudah “mati paripurna” dan di saat yang sama  membiarkan “kaum Islamis” yang terang-benderang bergentayangan dimana-mana? 

Alasan basi yang selalu diulang-ulang adalah potensi makar PKI yang sudah dua kali melakukan, ditahun 1948 oleh PKI Musso dan di tahun 1965 oleh PKI DN Aidit. Saat ini komunisme itu hidup segan mati tak mau. Uni Soviet sebagai negara asal-usul komunis sudah hancur berantakan berkeping-keping. Rusia, sebagai “pewaris” Soviet, tidak lagi berpartai tunggal (Partai Komunis) tetapi sistem demokrasi multi-partai. Rusia bahkan kini menjelma menjadi “negara agamis” dan Vladimir Putin (l. 1952) sendiri sebagai tokoh sentral Russia adalah seorang pengikut Kristen taat yang oleh Presiden Suriah Bashar Assad disebut sebagai “the sole defender of Christian civilization.” Kemudian China juga menjelma menjadi ‘negara gado-gado”: setengah komunis, setengah kapitalis.

Jika alasan potensi makar menjadi alasan fobia PKI, maka kenapa pada saat yang sama tidak terjadi fobia DI/TII yang sudah empat kali makar? 

Bila PKI ingin mengganti ideologi Pancasila dengan Komunisme, maka DI/TII juga ingin mengganti ideologi Pancasila dengan Syariat Islam.

Sejarah mencatat juga bahwa Masyumi (Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dulu ikut mensponsori pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatra. Masyumi yang dikendalikan oleh M. Natsir hobby  mengusung konsep Negara Islam dan bercita-cita mengganti Pancasila dengan ideologi Islam sehingga Presiden Sukarno membubarkannya pada tahun 1960. Masyumi yang sama seperti PKI  telah dibubarkan namun titisan dan simpatisannya masih bertebaran dimana-mana: di ormas-ormas keislaman, pemerintah, partai politik, dan bahkan aparat keamanan. Hayo ngaku saja!!

Tidak hanya itu, nafsu mengganti tatanan sosial-politik-kenegaraan Indonesia yang mereka anggap “tidak Islami” juga diangankan oleh Ormas masa kini seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), FPI  dan sejumlah kelompok “Salafi ekstrim” yang bertebaran di berbagai tempat di Indonesia.

Pokoknya walau berjalan sendiri sendiri, kelompok-kelompok ini 'mupeng' ingin membentuk negara khilafah sampah dengan mengganti Pancasila yang dianggap Sepilis, sekuler-pluralis-liberalis.

Pernyataan KH Cholil RIdwan pengurus MUI pusat yang menegaskan  :  "....Untuk sementara ini, umat Islam bisa memanfaatkan “perahu” demokrasi dan Pancasila untuk menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memberlakukan syariat Islam. Jika sudah sampai ke tempat yang dituju, Pancasila dan Demokrasi dapat kita tanggalkan dan menggantinya dengan hukum Islam", mengkonfirmasi bahwa cita cita terpendam itu sudah sampai ke tahap menghalalkan segala cara; Pancasila cuma dianggap sebagai kendaraan tumpangan yang akan ditinggalkan saat sudah meraih tujuan. Yang mengherankan aparat keamanan sampai tulisan ini dibuat, masih saja membiarkan para benalu sampah ini bebas berkeliaran.

Pada saat simposium anti PKI menelorkan 9 rekomendasi yang salah satunya mengharuskan PKI meminta maaf kepada rakyat-pemerintah Indonesia dan Umat Islam, menggambarkan keinginan mereka memojokkan pemerintahan Jokowi yang pasti tak mampu memenuhi permintaan konyol ini.

Mereka sama sekali tak paham dengan tujuan simposium rekonsiliasi yang merekomendasikan negara untuk meminta maaf kepada keluarga korban-korban eksekusi pasca 1965. Bukan meminta maaf ke PKI yang sudah wafat sejak Maret 1966.

Bahkan, FPI mengancam akan menghidupkan kembali Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) apabila Presiden Joko Widodo menyampaikan permohonan maaf kepada simpatisan yang dianggap dan anggota PKI.  Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat FPI, Ja’far Shidiq menyatakan, pihaknya tidak segan untuk memisahkan diri dan membentuk pemerintahan seperti yang dilakukan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewiryo pada era 1949 silam. “Kita usung ideologi orang tua (kami). Tanah Pasundan adalah tanah Islam,” kata Ja’far saat berorasi dalam Apel Siaga Ganyang PKI di depan Gedung Satu, Bandung, Selasa (31/5/16).

Janggal sekali, bila komunis yang sudah menjadi “hantu kuburan” saja dianggap berbahaya apalagi kaum Islamis yang masih sehat wal afiat dan setiap hari kampanye dan propaganda jualan “Negara Islam” seraya mengutuk “NKRI berdasarkan Pancasila”.

 Kelompok Islamis inilah seharusnya yang harus disikat, bukan kaum komunis yang sudah di alam akhirat.

[immortalunbeliever/ kompasioner]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment