Tuesday, June 14, 2016

Ayat Ayat Militer


Dunia Hawa - Ayat-ayat Al-Qur’an terdiri dari dua jenis: ayat sipil dan ayat militer. Kegagalan membedakan keduanya dapat berujung petaka.

Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu; dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu, maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah:191)

Al-Qur’an memiliki sejumlah ayat yang secara jelas menyerukan jalan kekerasan. Para pengkritik Islam kontemporer kerap menuding ayat-ayat ini sebagai bukti bahwa Islam adalah agama kekerasan sehingga harus ditinggalkan dalam dunia yang semakin beradab. Sebaliknya kalangan ekstrimis Islam menjadikan ayat-ayat ini sebagai bahan bakar untuk memprovokasi kebencian pada kelompok yang berbeda, sehingga semakin menegaskan hipotesis para pengkritik Islam. Bagaimana seharusnya kita membaca ayat-ayat kekerasan ini?

Al-Qur’an berbeda dari buku-buku modern yang telah terbagi dalam bab-bab yang rinci berdasarkan tema pembahasannya. Tema-tema dalam Al-Qur’an cenderung acak dan tersebar di banyak bagian. Di samping itu, Al-Qur’an dalam bentuk aslinya tidak memiliki penjelasan atau catatan kaki. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan lebih untuk mengenali tema-tema berikut penjelasannya. Sayangnya, ini yang sering dilupakan orang-orang ketika membaca Al-Qur’an.

Dalam sejarah awalnya, Al-Qur’an tidak pernah dibacakan dalam kondisi netral. Setiap ayatnya selalu memiliki latar belakang peristiwa serta konteks khusus, yang dalam ilmu Al-Qur’an dikenal sebagai Asbabun Nuzul (Sebab-Sebab Turunnya). Latar belakang ini merupakan cara terbaik untuk mengungkap maqasid atau tujuan di balik suatu ayat, khususnya ketika ia berkaitan dengan perintah dan larangan. Contoh pengungkapan maqasid berdasarkan Asbabun Nuzul sudah pernah kita bahas sebelumnya dalam topik hangat mengenai perintah jilbab. Pengungkapan serupa dapat dilakukan pula pada ayat-ayat lainnya, termasuk yang berbicara mengenai kekerasan.

Mari kita ambil Surat Al-Baqarah ayat 191 sebagaimana kutipan di atas sebagai contoh. Latar belakang dari dibacakannya ayat tersebut adalah masa-masa ketegangan pasca Perjanjian Hudaybiyyah antara entitas politik Madinah yang dipimpin Nabi Muhammad dan Mekkah yang dipimpin para elit kafir Quraisy. Sebelumnya, rombongan umrah Nabi Muhammad ditolak memasuki Mekkah oleh para penguasa kafir Quraisy. Perjanjian Hudaybiyyah berisi jaminan bahwa rombongan Nabi Muhammad diizinkan berkunjung ke Mekkah pada tahun berikutnya. Namun muncul kekhawatiran di antara para sahabat Nabi bahwa rombongan mereka akan ditolak lagi atau bahkan diserang. Kekhawatiran ini sangat beralasan mengingat riwayat peperangan sebelumnya, termasuk perang Khandaq yang begitu genting ketika Madinah telah dikepung oleh pasukan koalisi Mekkah. Maka Al-Baqarah ayat 190 – 193 dibacakan sebagai reaksi atas ketegangan politik tersebut.

Dari Asbabun Nuzul tersebut, kita mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai maksud ayat ini. Yang dimaksud orang kafir pada ayat ini sangat lah spesifik, yaitu orang-orang kafir Quraisy Mekkah, lebih khususnya lagi para elit politik dan tentaranya, yang memerangi umat Islam Madinah pada periode ketegangan antara Perjanjian Hudaybiyyah hingga Penaklukan Mekkah. Di luar konteks itu, ayat ini tidak bisa digunakan sembarangan.

Semua ayat yang berbau kekerasan dalam Al-Qur’an dapat dipastikan memiliki Asbabun Nuzul serupa, yaitu ketegangan politik dan militer pada periode sesudah hijrah. Ini meliputi juga semua ayat yang memiliki kesan diskriminatif seperti larangan berteman dengan orang kafir, larangan memilih pemimpin kafir, dan sebagainya. Ayat-ayat diskriminatif itu tidak pernah ditujukan secara umum, namun memiliki latar belakang konflik yang sangat khusus. Kata ‘kafir’ dalam tiap-tiap ayat tersebut selalu mengacu pada kelompok-kelompok musuh yang sangat spesifik di zaman Nabi, sehingga tidak bisa digunakan secara serampangan di masa kini. Karena latar belakangnya yang berbau konfrontasi serta ketegangan politik militer, baik lah jika kita golongkan ayat-ayat tersebut sebagai ayat militer.

Di sisi lain, Al-Qur’an memiliki ayat-ayat pengecualian yang menjadi rem dari semua ayat militernya.

Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang di antara kamu dengan orang-orang yang pernah kamu musuhi di antara mereka. Allah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 7-8)

Al-Mumtahanah ayat 7-8 tergolong ke dalam ayat-ayat terakhir yang dibacakan sesudah periode hijrah, yaitu sesaat sebelum penaklukan Mekkah. Dengan demikian, ayat ini sah sebagai pengendali dari semua ayat berbau permusuhan pasca periode hijrah. Ayat ini melarang segala bentuk permusuhan dan perbuatan tidak baik terhadap pihak-pihak yang tidak memusuhi, apa pun agamanya. Allah mencintai keadilan, sedangkan memerangi mereka yang tidak memerangi adalah suatu ketidakadilan.

Kata kuncinya adalah diperangi (yuqotaluu).

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya… (QS. Al-Hajj:39)

Islam adalah agama yang realistis. Ia tidak melarang umatnya untuk membela diri demi menyelamatkan jiwa. Ketika kita diperangi, ketika kita diusir dari kampung halaman kita, dalam ketiadaan lembaga hukum yang lebih tinggi lagi yang mampu melindungi, maka Al-Qur’an mengizinkan kita untuk melawan. Menyerang balik. Menggunakan kekerasan dan taktik militer sebagaimana lazimnya perang. Ayat-ayat militer ini telah menginspirasi para pejuang kita di masa penjajahan untuk berani mengangkat senjata melawan penjajah.

Namun ketika masyarakat berada dalam situasi damai, tidak ada pihak yang memerangi atau menyatakan perang terbuka, maka semua ayat militer sudah seharusnya dianggap berstatus inactive atau tidur.  Ayat-ayat tersebut tidak boleh dicabut keluar dari konteksnya, lalu disebarkan secara liar tanpa penjelasan memadai di tengah-tengah masyarakat sipil yang tenteram. Sebaliknya, ayat-ayat sipil dan perdamaian lah yang harus disebarkan. Ayat-ayat yang menyeru pada toleransi, keadilan, tolong-menolong, serta kesetiakawanan sosial.

Pembacaan yang benar terhadap ayat-ayat militer akan melahirkan jiwa patriot dan cinta tanah air. Sebaliknya pembacaan yang salah terhadap ayat-ayat tersebut dapat berakibat intoleransi dan terkoyaknya kedamaian masyarakat. Tanpa pengetahuan mendalam mengenai kajian ayat-ayat pun, setiap kita sebenarnya telah diberi panduan alami oleh Tuhan untuk menjalani hidup ini. Panduan itu bernama hati nurani.

Di zaman ini, ketika orang-orang yang mengaku paling beragama justru menebar kebencian dan diskriminasi pada sesama, cukup lah kembali kepada nurani. Betapa pun mereka mengatasnamakan ajaran kebencian itu bersumber dari Tuhan, cukup tahu bahwa apa yang mereka katakan itu tidak benar. Karena Tuhan kita adalah Tuhan Yang Maha Adil, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Semoga kita selalu mampu berlaku adil dan mengutamakan kasih sayang di atas kebencian.

[islamreformis.wordpress.com]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment