Thursday, April 7, 2016

Wahai Istri Dewan yang Genit, Belajarlah dari Ibu Iriana


Dunia Hawa - Baru-baru ini istri-istri anggota dewan berlibur ke Jepang. Banyak yang menghujat dan tidak suka dengan keceriaan yang mereka tampakkan. Alasannya, karena kita tidak suka dengan mereka yang digaji dari pajak namun hidup mewah dibanding yang membayar pajak. Beberapa dari kita malah menuduh suami-suami mereka pasti korupsi. Klasik memang.

Saya pribadi memberi ruang positif  kepada istri-istri dewan tersebut, dengan beranggapan bisa saja mereka juga menjalani skenario hidup yang sama dengan saya: nabung dulu kalau mau jalan-jalan. Mereka memakai pakaian terbaik, dari sepatu sampai kacamata pasti harganya di atas UMR Jakarta perbarangnya, itupun hak dan urusan mereka. Yang menjadi masalah kan kalau korupsi?

Tapi begini, memang tidak mudah bagi kita, terutama di kearifan lokal rakyat Indonesia. Kita menjadi rakyat yang sangat peduli, permisif dan gotong royong. Namun di sisi lain, sebagai konsekuensi, kita jadi terbiasa melihat dan menilai orang lain.

Ada satu contoh pengalaman yang membuat saya harus memilah-milah cerita di sosial media. Ceritanya saya foto-foto keliling ke beberapa tempat. Dari seratusan foto yang didapat, ada sekitar 10% nya saya bagikan di berbagai jejaring sosial media.

Di hari yang sama ada teman yang chat, tanya kabar dan sebagainya. Sampai akhirnya pada cerita si teman ini ingin meminjam uang dan saya jawab “nggak ada kalau sebanyak itu.” Nominalnya lumayan besar buat saya.

Saya pikir ya sudah selesai. Namun kemudian si teman ini menjawab “oh maaf, kirain ada. Saya lihat jalan-jalan mulu soalnya. Hehee.”

Kalian boleh berpikir ini lebay, tapi chat singkat ini berhasil merubah pola pikir dan sikap saya dalam bersosial. Sejak saat itu saya mulai berpikir dan melihat dari sudut pandang orang lain. Inilah yang kemudian membuat saya lebih sering menulis politik dibanding cerita sedang di jalan. Tak ada lagi check in bandara di sosial media.

Dalam perjalanannya memang tidak mudah. Kita yang biasa naik angkot, lalu tiba-tiba dapat undangan lengkap dengan tiket pesawatnya, apa iya kita menganggapnya biasa saja? Minimal kita akan cerita dan foto sayap pesawat. Atau suami anda memberi hadiah mobil baru, apa iya anda akan biasa saja? Saya yakin foto mobil tersebut ada di akun sosial media dengan segala captionnya.

Kebiasaan kita berbagi dan menilai ini menjadi kombinasi unik betapa rumitnya menjadi rakyat Indonesia. Dan semuanya menjadi tambah rumit ketika kita sudah masuk ke pencitraan yang sudah turun temurun. Contoh: kita mungkin tak punya uang yang cukup, tapi kalau ada tamu, pasti dijamu. Atau mungkin kita tidak cukup kaya, tapi saat datang ke sebuah undangan pasti kita berusaha sejajar dengan orang lain, minimal warna pakaian sama cerahnya meski barang KW.

Kita terbiasa memberi yang terbaik. Di sisi lain kita juga berusaha menutupi kelemahan. Itulah cara kita hidup selama ini.

Istri-istri DPR tadi juga pasti sedang menghadapi kehidupan yang sama. Memberi penampilan terbaik: sepatu sampai kacamata represetatif. Namun di sisi lain juga menutupi kelemahan: contohnya harus irit sana sini atau bisa saja mendesak suaminya untuk sedikit titik-titik.

Kemudian persepsi kita tentang DPR cenderung jelek. Buat UU demi uang dan kesejahteraan sendiri, rapat dan sidang sambil tidur, proyek-proyek tak penting sampai cerita banyaknya kondom di senayan menjadi cerita sempurna tentang betapa buruknya perilaku anggota dewan.

Momentum munculnya foto istri-istri anggota dewan sangat pas untuk dihujat. Karena selain citra buruk tadi, kebetulan Rachel Maryam kader Gerindra kedapatan memperlakukan KBRI seperti agen travel. Sementara DPRD Sanusi baru saja diciduk KPK. Jadi saat istri-istri dewan ini terlihat riang gembira di Jepang, sontak menjadi sasaran pelampiasan kemarahan banyak orang.

Kalau istri-istri dewan membaca tulisan ini, mungkin ada satu saran atau contoh sosok yang dapat dijadikan panutan, yakni Ibu Negara.


Lihatlah betapa sederhananya seorang Iriana, padahal suaminya adalah orang nomer satu di Indonesia saat ini. Bu Iriana mungkin beruntung karena sudah terbiasa santai menikmati hidup, bisa bahagia tanpa perlu jalan-jalan ke Jepang. Tapi apapun itu, Bu Iriana tetap cocok dijadikan panutan istri-istri pejabat di Indonesia.

Suka tidak suka, masyarakat pasti menilai dan merasa memiliki hak untuk membully. Karena jangankan kalian yang gajinya diambilkan dari pajak, bahkan Syahrini yang maju mundhur syaantiek pun juga banyak dihujat dan mengaitkannya dengan kondisi masyarakat. Ya apalagi kalian istri-istri dewan yang selama ini rakyat tak pernah suka dengan DPR.

Jadi saran saya, tolong belajar dari Bu Irana. Kalau terasa susah dan tidak bisa karena sudah biasa hepi-hepi, sebaiknya tak perlu dipamer-pamerkan. Simpan saja sendiri. Atau kalau merasa eman jika tidak foto-foto, minimal tak perlu bawa banner. Itu kan nampak niat banget pamernya. Sementara di sisi lain, suami-suami anda masih mengeluh gaji anggota dewan kurang kurang dan kurang. Kan kampret!

Begitulah kura-kura.

Penulis, Pakar Mantan(Seword.com)


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment