Thursday, April 7, 2016

Refleksi Skandal Panama Papers Terhadap Rencana Tax Amnesty oleh Pemerintah


Dunia Hawa - “Opsi untuk menerapkan Tax Amnesty terhadap para pelaku penggelapan pajak “tax evasion” atau pelaku penipuan pajak “tax fraud” merupakan opsi kebijakan yang secara nyata di desain untukmenguntungkan para pelaku kejahatan/kriminal dari sektor perpajakan/keuangan bahkan mereka yang disinyalir terlibat dalam praktek money laundry di Indonesia”.

Skandal Panama Papers merupakan gambaran global dari kejahatan/perbuatan kriminal terhadap perpajakan diseluruh dunia. Laporan yang di ekspos dalam kasus Panama Papers melibatkan banyak pelaku yang terdiri dari 140 politisi dan pejabat publik dari seluruh dunia, artis/atlet dengan status sebagai miliarder, para pelaku usaha /bisnis, hingga para pelaku kriminal yang melibatkan lebih dari 200 negara, termasuk total individu atau pengusaha Indonesia yang tercatat dalam laporan Panama Papers yang berjumlah 899.

Yang mengejutkan data yang diekspos dari skandal Panama Papers yang juga melibatkan individu/ pengusaha asal Indonesia, juga menunjukkan dokumen yang dibocorkan mencakup transaksi keuangan yang telah berlangsung selama 40 tahun, yang dimulai dari tahun 1977 sampai menjelang akhir tahun 2015. Dokumen penggelapan perpajakan yang dikumpulkan dalam waktu selama itu, dapat memberikan informasi penting bagi Indonesia, untuk melawan kejahatan perpajakan yang justru disinyalir telah terjadi sejak era orde baru.

Dokumen ini pula seharusnya dapat membantu otoritas Indonesia untuk mengungkap sisi gelap pengusaha Indonesia yang telah lama memanipulasi account kekayaan mereka dan berusaha memindahkan aset-aset mereka yang berasal dari kegiatan bisnis di Indonesia. Skandal Panama Papers juga memperlihatkan bagaimana penggelapan uang mengalir melalui sistem keuangan global, yang menciptakan kejahatan keuangan dan menguras kas sebuah negara sebagai akibat dari penggelapan pendapatan pajak/ money laundry.

Dalam studi kasus tax amnesty yang dilakukan di Amerika Serikat, justru dari sekian banyak negara bagian di Amerika Serikat, yang menerapkan sistem tax amnesty hingga tahun 2013 hanya dilakukan oleh negara bagian Missouri. Kerja sama yang dilakukan oleh negara bagian Missouri bersama dengan IRS (Internal Revenue Service) ditujukan untuk membantu mengidentifikasi individu “subyek pajak” yang tidak mengajukan dan tidak membayar pajak mereka secara fair. Sasaran amnesty pajak yang diterapkan dinegara bagian Missouri tersebut berlaku dengan batas waktu hingga 31 Oktober 2013, dengan relaksasi yang diberikan berupa keringanan untuk membayar bunga atau denda. Adapun diluar aspek perpajakan akan tunduk pada ketentuan pidana ataupun perdata yang tersedia dalam justment hukum.

Berbeda dengan Missouri, negara bagian seperti Massachusetts justru tidak menerapkan tax amnesty untuk mendorong penerimaan perpajakan di daerah yurisdiksinya. Massachusetts justru mendorong kerja sama antara instansi Pemerintah untuk memaksimalkan potensi penerimaan pajak. Kerjasa sama lintas instansi Pemerintah dilakukan dengan membuat memorandum of understanding bersama IRS (Internal Revenue Service) untuk mengevaluasi skema penghindaran pajak yang lebih canggih dilakukan oleh para pelaku bisnis.

Negara bagian North Carolina juga tidak menerapkan strategi tax amnesty dalam memacu pendapatan perpajakan di wilayahnya. Seperti dalam kasus perpajakan yang umum terjadi di Amerika Serikat, bahwa negara bagian North Carolina juga sedang berupaya membenahi masalah kepatuhan subyek pajak di wilayahnya. Melalui memorandum of understanding bersama IRS (Internal Revenue Service) berusaha untuk mengembangkan prosedur dalam menangani skema penghindaran pajak “tax avoidance”.  Diakui oleh North Carolina Department of Revenue bahwa di tahun 2012 saja, mereka mengalami potensi kehilangan pendapatan dari sektor pajak yang mencapai USD 40 juta, sehingga strategi yang tepat untuk mengatasi hal ini adalah berfokus pada aktivitas untuk mengatasi transaksi penghindaran pajak kasar oleh subyek pajak di wilayah yurisdiksinya. Kunci dari strategi untuk penegakkan kepatuhan perpajakan adalah menerapkan keadilan bagi semua warga negara untuk patuh terhadap undang-undang perpajakan di negara bagian tersebut.

Tindakan yang berbeda pula diterapkan oleh negara bagian Illinois yang justru tidak menggunakan strategi tax amnesty seperti yang diterapkan oleh negara bagian Missouri. Otoritas Illinois sendiri justru menerapkan tindakan yang tegas terhadap setiap subyek pajak yang melakukan penggelapan pajak mereka. Tindakan tegas ini justru telah memaksa dua orang wajib pajak terkenal di Illinois untuk membayar kembali objek pajak terhutang sebesar USD 2,3 Juta dengan strategi tax shelter. Kebijakan ini ditempuh dengan jalan setiap wajib pajak yang berhasil membayar pajak terhutangnya dengan benar, maka akan mendapatkan keringanan dalam membayar beban pajak terhutang dalam objek pajak lainnya yang berbeda.

Negara bagian North Carolina juga tidak menerapkan strategi tax amnesty dalam memacu pendapatan perpajakan di wilayahnya. Seperti dalam kasus perpajakan yang umum terjadi di Amerika Serikat, bahwa negara bagian North Carolina juga sedang berupaya membenahi masalah kepatuhan subyek pajak di wilayahnya. Melalui memorandum of understanding bersama IRS (Internal Revenue Service) berusaha untuk mengembangkan prosedur dalam menangani skema penghindaran pajak “tax avoidance”.  Diakui oleh North Carolina Department of Revenue bahwa di tahun 2012 saja, mereka mengalami potensi kehilangan pendapatan dari sektor pajak yang mencapai USD 40 juta, sehingga strategi yang tepat untuk mengatasi hal ini adalah berfokus pada aktivitas untuk mengatasi transaksi penghindaran pajak kasar oleh subyek pajak di wilayah yurisdiksinya. Kunci dari strategi untuk penegakkan kepatuhan perpajakan adalah menerapkan keadilan bagi semua warga negara untuk patuh terhadap undang-undang perpajakan di negara bagian tersebut.

Menurut penalaran hukum, penerimaan negara dari sektor pajak yang tidak diserahkan oleh para pengusaha/pelaku bisnis yang menyembunyikan aset diluar negeri merupakan hasil kejahatan (proceeds of a crime). Penggelapan pajak sejatinya merupakan perbuatan yang mengarah pada kejatahan money laundry. Sebab penggelapan pajak “tax evasion” dikategorikan sebagai tindak pidana yang berasal dari hasil rekayasa subyek (pelaku perpajakan) dan obyek pajak (transaksi perpajakan) untuk memperoleh keuntungan dari menghindari membayar pajak secara maksimal “dengan modus untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya” yang dilakukan secara melawan hukum (unlawfull).

Untuk menutupi rekam jejak penggelapan pajak, maka biasanya para pelaku penggelapan pajak akan berusaha menyembunyikan atau menghapus asal-usul dari obyek pajaknya dengan melakukan kejahatan selanjutnya, berupa tindak pidana pencucian uang “money laundry”, agar selanjutnya uang-uang tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lainnya yang bernilai ekonomi, sehingga objek pajak yang digelapkan menjadi “hasil kejahatan” (proceeds of crime).

Kejahatan dalam bidang perpajakan memiliki kualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum yang “dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara”. Kategori dalam kejahatan pajak yang seringkali ditemukan dalam sektor bisnis yaitu “tax fraud” atau kasus penipuan pajak. Dalam praktek kejahatan dalam perpajakan yang dilakukan oleh pelaku wajib pajak dapat dibagi kedalam 20 jenis perbuatan kejahatan pajak diantaranya:

1. Tidak mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya
2. Tidak menyampaikan surat pemberitahuan
3. Pemalsuan surat pemberitahuan
4. Menyalahgunakan Nomor Pokok Wajib Pajak
5. Menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak
6. Menyalahgunakan pengukuhan pengusaha kena pajak
7. Menggunakan tanpa hak pengukuhan pengusahan kena pajak
8. Menolak untuk diperiksa
9. Pemalsuan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain
10. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, 11. catatan atau dokumen lain.
11. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pmbukuan atau pencatatan
12 Tidak menyetor pajak yang telah di potong atau pungut
13. Menerbitkan dan atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak dan atau bukti setoran pajak
14. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak
15. Tidak memberikan keterangan atau bukti
16. Menghalangi atau mempersulit penyidikan
17. Tidak memenuhi kewajiban memberikan data atau informasi
18. Tidak terpenuhi kewajiban pajabat dan pihak lain
19. Tidak memberikan data atau informasi perpajakan
20. Menyalahgunakan data atau informasi perpajakan

Lemahnya law enforcement dalam sektor perpajakan di Indonesia menggambarkan buruknya penegakan hukum diberbagai dimensi kriminal di Indonesia. Opsi untuk mendorong ke arah pengampunan pajak justru menunjukkan lemahnya law enforcement di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya anggaran negara yang bisa di recovery dari hasil kejahatan korupsi yang telah di putus oleh Pengadilan Tipikor Indonesia. Orientasi hukuman yang hanya memperberat pidana kurungan penjara, tidak merubah status kerugian negara dari hasil kejahatan, yang seharusnya bisa di recovery melalui sistem peradilan tipikor.

Tidak berbeda jauh dengan kejahatan corruption, kejahatan di sektor pajak pun merupakan perbuatan yang harus diperangi oleh institusi justicia di Indonesia. Sektor pajak merupakan sektor strategis negara, karena menyangkut proporsi 90% lebih pendapatan negara yang dapat digunakan untuk menjalankan roda Pemerintahan dan pembangunan di dalam negeri. Tanpa pajak yang sehat, maka negara akan menuju kebangkrutan.

Pertanyaan pentingnya, perlukah Indonesia mengampuni para pelaku “tax fraud” atau penipuan pajak, yang secara nyata menimbulkan kerugian pendapatan negara. Disatu sisi para pelaku bisnis tersebut, mendapatkan sejumlah kekhususan dalam mengkapitalisasi aset-aset mereka di dalam negeri dan justru mendapatkan bantuan dari perbankan nasional selama lebih dari puluhan tahun lamanya.

Kejahatan pajak bukan merupakan kejahatan biasa, karena secara nyata menimbulkan kerugian pada aspek pendapatan negara, maka kejahatan jenis ini harus secara tegas masuk dalam prioritas pemberantasan tindak pidana korupsi, dan bukan justru masuk pada opsi pengampunan “amnesty”.

Rencana pengampunan pajak juga menghadapi masalah pelaporan secara sukarela “voluntary disclosure”. Apakah pelaku bisnis Indonesia yang menyembunyikan aset diluar negeri akan dengan sukarela melaporkan kekayaannya atau tidak. Momentum yang bertepatan dengan tereksposnya skandal Panama Papers, merupakan momentum untuk menegakkan hukum kejahatan perpajakan yang mungkin terkait dengan money laundry atau hasil dari tindak pidana korupsi. 

Terhadap temuan dari 899 individu/pengusaha asal Indonesia yang telah terungkap dalam laporan Panama Papers, merupakan entry point untuk masuk kedalam pengungkapan skandal perpajakan yang lebih besar di Indonesia. secara tegas, ini merupakan kejahatan/kriminal, dan bukan merupakan subyek administrasi perpajakan semata, karena berlangsung selama puluhan tahun lamanya. Bahkan indikasi pencucian uang yang telah terjadi selama rezim orde baru berkuasa juga merupakan bagian dari dokumen yang di ekspos dalam skandal Panama Papers tersebut.

Oleh: Willem Wandik, S. Sos (Ketua Departement Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen DPP Partai Demokrat

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment