Monday, April 11, 2016

Akhirnya Ahok Dipanggil KPK Prihal RS Sumber Waras


Dunia Hawa - Sepertinya benar apa yang pernah dinyatakan oleh Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  Priharsa Nugraha, beberapa waktu lalu. KPK ngak usah didesak desak terkait penyelidikan kasus pengadaan lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI. KPK tidak tinggal diam. Kasus pengadaan lahan RS Sumber Waras masih terus  dalam penyelidikan.

Lontaran pernyataan Kabag Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugraha, itu terkait  banyaknya desakan elemen masyarakat supaya KPK segera menetapkan Gubernur DKI. Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi tersangka perkara pengadaan lahan RS Sumber Waras.  bahkan ada beberapa elemen masyarakat yang menuding KPK menghentikan penyelidikan dan mereka sempat mengajukan permohonan Praperadilan terhadap KPK , namun di tolak di Pengadilan negeri Jakarta Selatan.

Rupanya pernyataan Priharsa itu benar, KPK berencana , besok hari selasa (12/4), akan memanggil Ahok yang akan dimintai keterangannya terkait pengadaan lahan RS Sumber Waras pada penghujung tahun 2014 lalu.

Pada tulisan ini Kita akan mencoba menduga atau memperkirakan apa saja yang diinginkan KPK dari Ahok.

Namun sebelumnya, ada baiknya   juga bila kita memahami sedkit  asal muasal timbulnya kasus  pengadaan lahan RS Sumber Waras itu sendiri.

 Awal mulanya timbul kasus RS.Sumber Waras.

Pada Anggaran Pendapatan dan belanja Perubahan (APBD P) DKI  2014, Pemprov DKI melakukan pembelian  lahan RS Sumber Waras     Jakarta Barat. Kemudian pada tahun 2015 Badan pemeriksa keuangan (BPK) DKI melakukan pemeriksaan atau audit terhadap APBD DKI 2014 termasuk BPK melakukan audit terhadap  pengadaan lahan RS Sumber Waras tersebut. Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK DKI waktu itu , bahwa dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras tersebut , ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp.191 Milyar.

Tentu saja Pemprov DKI tidak begitu saja menerima mentah mentah LHP BPK DKI. Pemprov DKI memberikan jawaban, bahwa LHP BPK DKI dibuat dengan tidak benar. Pemprov DKI, langsung membuka borok BPK DKI. Pemprov menuding mantan kepala DKI ,Efdinal ada kepentingan. Efdinal yang waktu itu masih menjabat selaku Kepala BPK DKI, pernah menawarkan tanahnya yang berimpitan dengan lahan RS Sumber Waras ke Pemprov DKI. Tapi di tolak Ahok.

Lalu atas penolakan itu Efdinal tersinggung, ia mengamcam Pemprov DKI, akan membuat LHP Pemprov negatif dan akan disebar luaskan  di medsos. Benar juga , tak lama dari situ terbitlah LHP BPK DKI, yang seolah olah menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp. 191 Milyar dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras yang  tersebar luas di medsos sebagaimana yang dijanjikan Efdinal kepada Pemprov. Lebih lanjut LHP BPK DKI tersebut dilaporkan oleh BPK ke Komisi Pemberantasan korupsi (KPK)  untuk ditindak lanjuti.

Perseteruan Pemprov DKI dengan BPK berlanjut. Pemprov DKI tidak puas.  Kemudian   Pemprov DKI dan dibantu oleh ICW dalam waktu yang berbeda, masing masing melaporkan Efdinal ke Majelis kode Etik BPK dan berujungnya Efdinal  dicopot dari kursi Kepala BPK DKI dan kini ia mengemban jabatan fungsional sebagai auditor biasa pada BPK Pusat.

Namun menjelang Pilkada DKI 2017, Kasus Pembelian lahan RS Sumber Waras mencuat kepermukaan. Temuan BPK DKI itu, menjadi amunisi lawan lawan Ahok. Mereka mendesak agar KPK segera menindak lanjuti temuan BPK. Bahkan ada beberapa elemen masyarakat yang sampai mengajukan permohonan Praperadilan di PengadilanN Negeri jakarta selatan. Mereka menuntut agar KPK tidak menghentikan penyelidikan kasus pengadaan lahan RS. Sumber Waras. Menurut mereka KPK sebenarnya sudah cukup bukti untuk meningkatkan kasus dari tahap penyelidikan ke Tahap penyidikan. Sangat disesalkan masih menurut mereka, sepertinya KPK berlambat lambat dalam menyelesaikan  kasus pengadaan lahan RS Sumber waras tersebut.

Menguji Temuan BPK ,  apakah Pemprov DKI telah merugikan keuangan negara sebesar  Rp.191 Milyar,

Untuk menguji tudingan BPK , Pemprov DKI telah merugikan keuangan negara Rp. 191 Milyar dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras, maka Penulis akan mencuplik sedikit data tulisan penulis yang pernah dimuat Kompasiana   bulan  Maret 2016. Data dimaksud penulis cuplik dari Tempo.co.

 Mari kita simak data dari tempo.co                        
Lokasi

 BPK:

 Lokasi lahan Sumber Waras bukan di Jalan Kiai Tapa, tapi di Jalan Tomang Utara.

 Ahok:

 Lokasi tanah Sumber Waras seluas 3,6 hektare itu berada di Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat bukan di Jalan Tomang.

FAKTA: Berdasarkan sertifikat Badan Pertanahan Nasional pada 27 Mei 1998, tanah itu berada di Jalan Kiai Tapa. Statusnya hak guna bangunan nomor 2878.   

NJOP Keliru

BPK:

Karena letaknya di Jalan Tomang Utara, basis pembelian lahan Sumber Waras memakai nilai jual obyek pajak jalan itu Rp 7 juta per meter persegi.

Ahok:              

Penentu NJOP Sumber Waras adalah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang menyebutkan pajak lahan itu mengikuti NJOP Jalan Kiai Tapa.

FAKTA: Faktur yang ditandatangani Satrio Banjuadji, Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah Grogol menyebutkan tanah itu di Jalan Kyai Tapa dengan NJOP sebesar Rp 20,7 juta.

Kerugian

BPK:

Pembelian lahan Sumber Waras merugikan negara Rp 191 miliar karena ada tawaran PT Ciputra Karya Utama setahun sebelumnya sebesar Rp 564 miliar.

Ahok:

Tawaran Ciputra itu ketika nilai jual obyek pajak belum naik pada 2013. Pada 2014, NJOP tanah di seluruh Jakarta naik 80 persen.

Perbedaan atau selisih perhitungan NJOP inilah yang menurut BPK menjadi kerugian negera.

Dari fakta tersebut sebenarnya sederhana perbedaan penafsiran antara BPK dan Pemprov DKI.

Sumber kerugian keuangan negara Rp. 191 Milyar sebagaimana yang terdapat dalam laporan Hasil pemeriksaan BPK, karena BPK berpendapat lokasi lahan RS. Sumber Waras ,  beralamat di Jalan Kyai Tapa No. 1 Rt. 10 Rw 10 kelurahan Tomang kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat itu masuk dalam wilayah NJOP Tomang Utara yang ditetapkan sebesar Rp. 7 Juta permeter.

Sementara Pemprov DKI mengikuti penetapan NJOP Jl Kyai Tapa sebesar Rp. 20 Juta permeter sebagaimana tertuang dalam akta penerbitan Kementerian keuangan R.I tentang besaran NJOP.

Faktanya : Faktur yang ditandatangani Satrio Banjuadji, Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah Grogol menyebutkan tanah itu di Jalan Kyai Tapa dengan NJOP sebesar Rp 20,7 juta.

Artinya jika hanya sampai disini , tidak ada masalah.  Ahok sudah benar.

Ahok sudah membeli lahan RS.Sumber Waras  tersebut sesuai dengan ketentuan pemerintah ( Kementerian Keuangan ) .

Tentu saja ada perbedaan atau selisih perhitungan anggaran yang dikeluarkan Pemprov yakni NJOP Rp. 20,7  juta permeter dengan perhitungan BPK dengan NJOP Rp. 7 juta permeter.

Selisih Nilai besaran itulah yang dihitung BPK sebagai kerugian negara.

Oleh karena itulah tidak salah pernyataan Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang bahwa hingga saat ini KPK belum menemukan adanya kerugian negara dalam pengadaan lahan RS Sumber Warasa oleh Pemprov DKI.

"Sumber Waras sudah gelar (perkara) dua minggu lalu, yang sorenya KPK jumpa pers di mana Bu Basaria mewakili kami berlima pimpinan menyampaikan sepakat belum menaikkan statusnya, karena sejauh ini belum cukup bukti untuk menaikkan status kasusnya," papar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dihubungi, Jumat (11/3).

Namun demikian Saut Sitomorang mengakui  KPK tetap mendalami kasus tersebut.

Lalu untuk apa KPK memanggil Ahok besok atau apa yang ingin ditanyakan KPK  kepada Ahok ?.

Pertanyaan yang diajukan kPK  tentu saja terkait tugas dan fungsi gubernur DKI  terkait pengadaan lahan RS Sumber Waras. Prosedure pengadaan lahan. Namun semua pertanyaan KPK tersebut, bermuara kepada Pasal 3 Undang Undang 31 Tahun 1999 jo Undang Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi.

Apakah Ahok telah melakukan perbuatan Korupsi atau tidak ukurannya adalah Pasal 3 Undang Undang 31 Tahun 1999 jo Undang Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi.

Untuk jelasnya mari kita salin Pasal 3 Pasal 3 Undang undang Nomor .1999 jo Undang undang Nomor 20 Tahun2001.

Pasal 3

Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi , menyalagunakan kewenangan, kesemptana atau sarana yang ada padanya karena jabatan atam kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara “

Dari bunyi pasal 3 tersebut diatas , maka terdapat unsur unsur nya sebagai berkut : 1 Setiap orang; 2 dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi ; 3 menyalagunakan kewenangan , kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya ; 4 dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara .

Catatan: Dalam sistem pembuktian hukum pidana Indonesia, bila satu unsur saja pada pasal tersebut , tidak terpenuhi, maka Pasal tersebut serta merta tidak terbukti.

Dari uraian tersebut diatas , setelah kita uji, ternyata pada pengadaan lahan RS Sumber Waras,  oleh Pemprov  DKI tidak ditemukan adanya kerugian negara.  

Lalu bagaimana dengan temuan BPK yang menuding ada temuan Ahok merugikan keuangan negara sampai RP. 191 Miyar terkait pengadaan lahan RS Sumber waras.?

Sebagaimana uraian tersebut diatas , bahwa sebelumnya selisih pembayaran NJOP sebesar RP. 191 Milyar, yang dianggap dan diributkan BPK adalah kerugian keuangan negara, ternyata setelah kita uji,  BPK salah tafsir.

BPK menilai NJOP Lahan RS Sumbr Waras dimaksud hanya sebesar Rp. 7 juta /per meter. Namun Ahok membayar sesuai dengan JNOP penetapan Dirjen Pajak Kementerian keuangan Rp.20,7 juta / permeter   

Selisih perhitungan itulah yang di anggap dalam LHP BPK sebagai kerugian keuangan negara

Faktanya , Ahok sudah benar membayar harga tanah dengan NJOP berdasarkan penetapan Kementerian keuangan. Berdasarkan Sertifikat tanah benar lahan dimaksud, terletak di jalan Kyai Tapa dengan NJOP Rp.20,7 Juta.

FAKTA lagi : Faktur yang ditandatangani Satrio Banjuadji, Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah Grogol menyebutkan tanah itu di Jalan Kyai Tapa dengan NJOP sebesar Rp 20,7 juta.

Sampai disini Ahok sudah benar dan tidak merugikan keuangan negara

Dengan kata lain  salah satu unsur pada Pasal 3 Undang Undang 31 Tahun 1999 jo Undang Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi, yaitu unsur kerugian negara ,  tidak terpenuhi.

Artinya dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras Ahok tidak terbukti melakukan perbuatan merugikan keuangan negara sebagaimana dimaksud  Pasal 3 Undang Undang 31 Tahun 1999 jo Undang Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi,

Ahok tidak Korupsi.

Ahok Clear

Lalu kenapa KPK masih memanggil Ahok ? Untuk apa ?

Bisa bisa saja KPK memanggil Ahok untuk dimintai keterangan terkait untuk memperjelas  pengadaan lahan RS Sumber Waras. Tapi tidak semua orang dipanggil  KPK itu serta merta menjadi tersangka.

Apalagi menjelang Pilkada DKI 2017, Kasus lahan Rs Sumber Waras itu sudah menimbulkan kegaduhan dan riuh rendah.  Secara kelembagaan KPK , ingin menunjukkan kepada publik , bahwa kasus RS Sumber Waras , penyelidikannya tidak dihentikan dan masih berlanjut.

Pada pemanggilan Ahok ini, KPK lebih ingin menunjukan kepada Publik, bahwa kasus Pengadaan lahan RS Sumber Waras masih dalam penyelidikan dan terus berlanjut dan sekarang menyasar kepada DKI 1 yaitu Gubernur DKI , Basuki Tjahaja Purnama atau  Ahok yang dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab dalam kasus pengadaan lahan RS Sumber Waras. Walaupun sebenarnya KPK sadar betul bahwa dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras belum ditemukan adanya kerugian negara.

Untuk meredam kegaduhan , dan menunjukan adanya Keseriusan  KPK dalam penyelidikan  kasus RS Sumber Waras , maka salah satu cara cantik adalah memanggil Ahok.

Ya ... akhir Ahok dipanggil KPK.

[andi ansyori/ kompasioner]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment