Sunday, May 7, 2017

Ternyata Amien Rais Takut Ahok Jadi Menteri


DUNIA HAWA - Akhirnya terjawab sudah kenapa Amien Rais getol sekali mendorong agar Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, petahana Gubernur DKI Jakarta, divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) juga mengikuti aksi simpatik 505 yang juga diikuti sejumlah tokoh nasional.

Di hadapan ribuan massa, Amien menyampaikan orasi. Dia tetap menuntut Ahok dihukum atas kasus penodaan agama. Jaksa Penuntut Umum di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara hanya menuntut  Ahok atas kasus menyulut kebencian atas suatu kelompok dengan tuntutan hukuman satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. Hakim baru akan memutuskan pada sidang 9 Mei Selasa esok.

“Saya tidak menerima apa pun. Kalau [Ahok] tidak dihukum gimana? Jadi saya mengatakan, ‘Wahai hakim, wahai Pak Jokowi, sudah cukup kita belajar dari kasus-kasus masa lalu. Bukan apa-apa, kalau tidak dihukum, nanti bisa jadi Menteri Dalam Negeri, bisa jadi Menkumham,’” kata Amien, Jumat 5 Mei 2017.

Menurutnya, keputusan yang adil adalah Ahok harus dijerat dengan Pasal 156a KUHP sesuai dengan fakta-fakta di persidangan.

“Jadi bukan apa-apa. Selama (putusannya) adil, kami akan dukung. Tapi selama zalim kita akan turun lagi,” ujarnya.

Lah ternyata takut to kalau Ahok jadi Menteri? Memangnya kalau Ahok jadi menteri kenapa? Apakah Amien dan sekutunya takut jika Ahok kemudian membuat peraturan yang tegas, benar, dan pejabat-pejabat yang tak becus kerjanya akan dihempaskan?

Apa jangan-jangan gerombolan ‘Asal Bukan Ahok’ pada Pilkada Gubernur DKI Jakarta 2017 juga menyimpan spirit seperti Pak Amien? Pokoknya Ahok tidak boleh jadi pejabat. Begitu kah?

Sekarang sepertinya terlihat jelas bahwa yang membuat Ahok dikoyak-koyak kanan kiri bukan karena dia keturunan Tionghoa, bukan karena dia non-muslim, tapi karena dia kerjanya benar. Karena benar kerjanya itu maka yang selama ini ngawur dan salah terlihat nyata dan dapat dibandingkan. Masyarakat juga jadi terbuka bahwa banyak hal yang seolah tak bisa terjadi di pemerintahan daerah pada masa lampau di jaman Ahok semua jadi mungkin terwujud. Masifnya serangan ke Ahok adalah karena mereka tak ingin Ahok menjadi lebih besar dan menempati posisi lebih tinggi karena membahayakan golongannya.

Sebagai tokoh reformasi seharusnya Amien Rais bangga karena Ahok adalah anak bangsa yang bisa melanjutkan perjuangannya di tahun 1998 saat menggulingkan 32 tahun berkuasanya Soeharto. Seharusnya Amien senang karena banyak sosok-sosok yang muncul di era reformasi membawa perubahan dan spirit menuju Indonesia yang lebih baik. Bukankah itu tujuan saat reformasi dulu? Lah sekarang saat ada orang baik dan benar berkuasa kenapa diganggu terus?

Ketakutan Ahok bisa meraih posisi lebih tinggi dari sekedar jadi Gubernur ini sesungguhnya adalah pengakuan terselubung Amien bahwa Ahok punya kemampuan untuk itu. Lah kalau menurut dia Ahok bodoh dan tidak bisa bekerja dengan baik tentu Amien tidak perlu sampai punya ketakutan seperti itu.

Mungkin Ahok sendiri sudah menyadari ketakutan orang-orang seperti Amien Rais ini atas potensi dirinya maka Ahok pun mengatakan bahwa setelah tidak jadi Gubernur Ia tidak terjun ke politik praktis lagi.

“Saya sudah putuskan selesai ini, saya akan jadi pembicara saja. Enggak masuk partai politik, enggak mau jadi menteri, enggak jadi staf Presiden, semua enggak,”

“Aku mau bikin Ahok Show dengan salah satu stasiun televisi. Tapi dengan revenue sharing. Ya, jadi kalau terima iklan berapa, bagi saya lah 20%-30%. Kita ngajar aja, jadi mendidik aja,”

Ditanya soal kabar rencanaya untuk maju jadi bakal calon presiden di 2019, Ahok menjawab sambil tersenyum. “Mau jadi gubernur aja susah, ini lagi mau jadi wapres. Kafir mana boleh jadi pejabat di sini,”

Pahit rasanya, namun inilah realita yang terjadi pada masyarakat dan politikus kita. Kalau kamu salah belum tentu kamu disalahkan selama kamu membantu kepentingan orang-orang kuat, kalau kamu benar belum tentu kamu tidak disalahkan. Entahlah mungkin reformasi hanya sekedar nama, namun spiritnya ternyata tidak merasuk dalam diri tokoh-tokoh politik lawas kita.

@rahmatika


SHARE ARTIKEL INI AGAR LEBIH BANYAK PEMBACA

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment