Sunday, April 2, 2017

Serangan Terhadap Ahok Dulu, Kini Dirasakan Politisi Gerindra


DUNIA HAWA - Terjadinya kasus makar di Indonesia mendapatkan sorotan. Sebelum aksi 313, Sekjen FUI Muhammad Al-Khaththath sebagai tuduhan makar. Bahkan, beberapa teman di facebook berkampanye untuk menghentikan kriminalisasi terhadap ulama. Tapi, saya tidak akan mengbahas terkait apakah benar sekjen FUI itu ulama atau menobatkan diri sebagai ulama.

Akan tetapi, yang saya soroti ketika para politikus berpendapat terkait makar. Sekitar pukul 17.00 WIB, saya menonton debat antara dua polikus. Yakni, politikus asal Partai Gerindra (maaf saya lupa namanya) dan Partai PDI-Perjuangan (sama saya juga lupa namanya).

Tapi, dari inti perdebatan antara dua politikus tersebut sama seperti bergulirnya kasus hukum terkait penistaan agama, Basuki Tjahya Purnama. Para politisi asal Partai Gerindra memang selama ini selalu aktif mengkritis dan kontra terhadap Ahok – sapaan akrab Basuki. Begitu juga dengan Partai PDI-Perjuangan yang aktif membela Ahok.

Bahkan, ketua umum Partai Gerindra Prabowo mengatakan membela hak rakyat tidak bisa disebut makar. Terkadang, saya ingin berkomentar berbicara rakyat. Golongan mana yang disebut rakyat? Saya pribadi yang tidak ikut demo bisa disebut rakyat?

Jika dilogikakan, jumlah angka yang mengikuti demo 313, jumlahnya tidak mencapai seluruhnya warga DKI Jakarta. Saya masih menyakini, warga Jakarta yang ber-KTP Jakarta sedikit yang mengikutinya. Saya sempat mendengar ketika politisi kampanye, isu-isu sensitif yang berpotensi memenangkan dirinya akan disulit beberapa wilayah pikiran kota. Ternyata, kampanye tersebut cukup ampuh.

Hal ini pula yang dilakukan oleh para politisi pendukung Anies-Sandi. Menyulut kebencian di luar daerah pilkada. Imbasnya, warga DKI jakarta menjadi ketakutan dan tertekan. Tapi, semua perkataan dari para politisi tersebut dahulu, berputar dari sekarang. Politisi Gerindra mengamankan para tersangka yang terjerat makar. Sedangkan, Partai PDI-Perjuangan mengkritisi atas aparatur hukum menindaklanjuti hal tersebut.

Bagi saya ini sangat lucu. Semua keadaan berbalik seketika. Tapi, memang begitulah para politisi. Di mana kepentingannya terganggu dia akan mengamankan. Namun, Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM) Achmad Michdan mengatakan kliennya Sekjen FUI Muhammad Al Khaththath tidak berniat berbuat makar.

”Beliau (Al Khaththath) tidak pernah berniat makar. Beliau mengatakan hanya ingin melaksanakan demo sebagai penanggung jawab demo hari ini. Keinginannya itu petahana yang mencalonkan gubernur karena sudah jadi terdakwa, supaya ada ketentuan hukum,” ujar Michdan.

Apa saja yang dianggap makar? Terkait kasus makar yang terjadi, telah disediakan uang sebesar Rp 180 juta. Uang tersebut akan dibagikan kepada pendemo 313. Al-Khaththath, akan mendapatkan bonus jika aksi berakhir dengan ricuh. Apalagi melengserkan Joko Widodo.

Hal tersebut juga akan dibuktikan dalam hukum. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengungkapkan makar dengan obrolan santai biasa tentu bisa dengan mudah dibedakan.,

”Kalau ngobrol di warung kopi kan biasa setelah itu bubar. Tapi kalau di dalamnya ada niat pergerakan, sudah ada perencanaan yang matang, itu beda lagi,” kata Rikwanto dilansir di liputan6.com, Jakarta, Minggu (2/4/2017).

Kritik terhadap pemerintah tentu tidak dilarang sepanjang kritik itu membangun. Bila yakin tidak ada niat untuk melakukan makar, Rikwanto menyarankan para tersangka menghadirkan saksi ahli untuk menguatkan pendapat mereka.

Jenderal polisi bintang satu itu juga membantah bila kategori makar hanya berlaku bila ada peran TNI di dalamnya. Menurut dia, siapa saja yang mencoba mengganti pemerintah di luar aturan hukum bisa disebut makar. Rikwanto menyadari berbagi pendapat terus bergulir selepas penangkapan terhadap Al Khaththath berserta empat tersangka lainnya. Tapi, akan lebih baik lagi ketika pendapat itu dikuatkan dengan keterangan saksi ahli yang diajukan pada proses pemeriksaan.

Dia pun menegaskan, tidak ada rekayasa dalam kasus ini. Tudingan rekayasa kasus memang bukan pertama kali dialami polisi. Rikwanto mencontohkan kasus terorisme yang menewaskan Yayat. Dia tidak habis pikir kasus itu malah dianggap rekayasa.

”Ada emang orang mati direkayasa? Dan setelah itu banyak lagi penangkapan-penangkapan dan lebih parah lagi kondisnya. Artinya banyak bahan bom dan lain-lain. Jadi tidak ada dalam hal ini rekayasa-rekayasa itu,” ucap dia.

Dia menegaskanm, polisi tidak main-main dengan kasus makar ini. Mengingat kasus ini berkaitan dengan keamanan negara, kehidupan berbangsa dan kedamaian. ”Jadi tolong ditepis informasi seolah-olah ada rekayasa atau main-main pihak kepolisian tidak ada di sini. Kita sangat tegas masalah itu,” ujar dia.

Rikwanto memastikan, penyidik punya bukti kuat dalam menjerat para tersangka kasus dugaan pemufakatan makar ini. Sehingga tak ada keraguan bagi kepolisian dalam menuntaskan kasus ini.


@nurdiani latifah


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment