Tuesday, April 18, 2017

Jangan Sampai FPI Merajalela Di Jakarta


DUNIA HAWA - Front Pembela Islam (FPI) yang mempunyai rekam jejak buruk ingin mencoba menguasai Jakarta melalui afiliasi politiknya, Anies-Sandi. Sowannya Anies ke markas FPI, kontrak politik Jakarta bersyariah, dan berbagai aksi menolak Ahok semakin mengindikasikan nafsu FPI untuk menguasai Jakarta semakin menggebu-nggebu. Dan memilih Basuki-Djarot pada pencoblosan 19 April nanti merupakan langkah konkret untuk menghentikan niat FPI tersebut.

Sebagai organisasi paling intoleran menurut The Wahid Institut dan Setara Institut, FPI terbukti telah meresahkan semua lapisan masyarakat. Gaya dakwahnya yang terlihat frontal dan penuh kekerasan sangat tidak mencerminkan Islam yang sesungguhnya, sebagai Islam rahmat seluruh alam.

Tentu,  Jakarta yang relatif aman karena sikap toleransi di tengah keragaman warga selama ini tidak ingin  dipecah-belah oleh sikap intoleran yang diciptakan FPI. Dan memilih Anies-Sandi pada 19 April nanti, sama saja kita membiarkan FPI semakin merajalela di Jakarta.

Bahaya FPI


Dari awal, FPI merupakan salah satu organisasi yang memperjuangkan hadirnya NKRI Bersyariah, dan Jakarta bersyariah hanya langkah awal mereka saja. Apalagi, Deklarasi Jakarta pada tahun 2005 bersama dengan Hizbut Tahrir indonesia, Forum Umat Islam, dan Majelis Mujahidin Indonesia semakin menguatkan tujuan sebenarnya selama ini.

Maka tidak heran, langkah-langkah yang sudah dilakukan selama ini, mulai dari Aksi Bela Islam 1 sampai 5 adalah upayanya untuk menjegal Ahok sebagai gubernur. Bukan hanya itu, mereka juga mempolitisasi ayat hingga mayat sebagai senjata politiknya untuk mengintimidasi pilihan politik warga.

Sebelumnya, FPI sudah mencatat rentetan tindakan anarkis yang mengatasnamakan dan pembenaran atas nama agama dan tuhan. Pada tahun 2005 dan 2011, FPI melakukan penutupan paksa Gereja Pasundan Dayeuhkolot dan mengancam pernikahan di Gereja Pantekosta Jatinangor.

Ditambah, kerusuhan dengan menyerang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan yang sedang melakukan demonstrasi, dan masih banyak tindakan lainnya yang menciderai sikap toleransi yang sudah menciptakan kedamaian selama ini.

Tindakan anarkis dan komitmen FPI untuk mendirikan NKRI bersyariah dan Jakarta bersyariah sangat bertentangan dengan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa. Di samping itu, Pancasila sebagai dasar negara telah menghadirkan kedamaian dan ketentraman untuk segenap masyarakat. Karena Pancasila mampu mengakomodasi berbagai kepentingan, budaya, suku, agama, dan golongan.

Sebaliknya, tindakan intoleran yang selama ini ditunjukkan FPI telah nyata mengancam persatuan dan kesatuan yang sudah diperjuangkan lama oleh founding fathers. Di sisi lain, Indonesia didirikan bukan sebagai negara agama, melainkan negara bangsa, dan Pancasila sebagai pedoman hidup segenap bangsa.

Bersikap


Atas kondisi tersebut, sebagai warga negara yang baik harus bersikap tegas untuk menolak segala upaya dan  tindakan yang ingin mencoba merongrong persatuan bangsa. FPI dengan segala tindakannya yang mencoba menggantikan Pancasila dengan Syariah harus kita lawan bersama.

Di samping itu, sikap FPI yang mencederai demokrasi melalui isu SARA menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia. FPI mengabaikan hak-hak politik masyarakat. Mereka cenderung memaksakan bahkan sesekali mengintimidasi sikap politik masyarakat untuk memilih calon yang FPI inginkan. Jelas, ini bukan contoh demokrasi yang baik, melainkan demokrasi yang berjalan mundur.

Indonesia adalah negara demokrasi dan mempunyai hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat yang ada di dalamnya, termasuk dalam hal Pilkada. FPI dalam menghadapi Pilkada DKI tidak memberikan contoh demokrasi yang baik.

Jadi, sudah seharusnya FPI yang ingin berusaha mengubah tatanan kehidupan masyarakat Indonesia yang sudah mapan ini segera dibubarkan. Pasalnya, kehadiran mereka hanyalah mebuat resah dan ketakutan kepada masyarakat. Indonesia tidak ada tempat untuk organisasi macam FPI, dan jangan sampai FPI semakin merajalela di Jakarta.

@muhammad ramli


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment