Monday, January 23, 2017

Kaki Patah si Alfatih yang Menghancurkan Hati Kami

DUNIA HAWA - Demi pendidikan beragama kata sang Ayah yang memperbolehkan atau mungkin mengajak seorang bocah yang kakinya patah untuk ikut kawal pemeriksaan Habib Rizieq hari ini. Wow banget Pak, mulia sekali hati Anda Pak Supardi. Semoga Yang Maha Kuasa juga sependapat dengan Anda, karena kalau tidak ya repotlah nanti ketika dirimu bertemu dengan-Nya. Bisa-bisa Anda harus berhadapan dengan kemarahan-Nya.


Ya Tuhan Yang Maha Esa….. Negara kok jadi begini? Apakah tidak ada Komisi Perlindungan Anak di negeri ini? Bukankah anak-anak tidak diperbolehkan untuk ikut serta dalam kegiatan politik? Apakah sudah mati hati nurani orang-orang disana yang melihat fenomena ini berkali-kali dalam dua pekan ini? Kapan anak-anak yang tidak mengerti dan tidak berdaya dapat dibebaskan dari aksi-aksi demonstrasi?

Alfatih Saiful, bocah berumur 6 tahun yang kakinya patah dan terlihat pada aksi Front Pembela Islam (FPI) pada tanggal 16 Januari dan 17 Januari 2017 lalu kembali terlihat pada kegiatan FPI hari ini.

Sangat memprihatinkan. Kehidupan berkeluarga memang ranah privat masing-masing keluarga, tapi jika sudah dipertontonkan ke ranah publik berarti kita semua punya hak untuk menyuarakan isi pikiran dan unek-unek di hati kita. Saya tidak peduli jika nantinya suara hati saya ini tidak didengar, tapi saat ini saya tetap ingin bersuara melalui gerakan jari tangan ini.

Saya sudah prihatin ketika membaca pemberitaan pada minggu lalu dimana Anda mengatakan bahwa sebagai ayah Anda telah melarang dia ikut minggu lalu, tapi sang anak sendiri yang maksa ingin ikut karena telah ikut dari awal (411 dan 212). Tapi ketika saya membaca kutipan kalimat dari Alfatih hari ini disini yang berkata: “Ke sini mau ikut demo.” Jujur Pak Supardi, hati saya remuk. Bagaimana bisa anak seumuran itu mengerti apa tujuan demo, apa yang ia perjuangkan, apa yang ia bela?

Saya yakin Alfatih pasti tidak tahu sejarah palu arit, juga belum paham betul siapa itu Soekarno dan apa makna Natal bagi umat Kristiani. Jangan-jangan ia bahkan belum hafal Pancasila dan Surat Al-Maidah 51. Maka anak ini pastilah tidak paham apa saja dugaan pelanggaran hukum yang telah dilakukan Habib Rizieq dalam 3 bulan ini. Lebih-lebih mengerti tentang kepentingan politik yang membuat Ahok harus jadi tersangka kasus penodaan agama. Lalu bagaimana bisa ia datang untuk membela Islam, membela ulama, mengawal Habib Rizieq kalau dia sendiri tidak paham apa tujuan, esensi dan makna dari kegiatan yang ia lakukan?

Mungkin saja benar kata Anda bahwa sang bocah sendiri yang memaksa ikut minggu lalu, tapi bagaimana dengan aksi 411 dan 212 Pak? Apakah Anda yang mengajaknya kala itu? Saya rasa mungkin iya. Karena kalau tidak mengerti semua yang saya sebut di atas, kenapa dia mau memaksa ikut aksi 161, 171 dan 231 meskipun kondisi kakinya seperti sekarang?

Saya pernah kecil juga Pak Supardi dan saya tahu bagaimana cara berpikir anak seumuran Alfatih. Tidak peduli cuaca hujan ataupun terik dan tidak peduli lama ataupun sejenak, saya saat itu juga sangat takut jika melihat orang tua saya pergi keluar rumah dan menangis merengek-rengek minta diajak. Saya juga pernah berumur 6 tahun dan saya tahu bagaimana dulu saya begitu tertarik untuk menyaksikan keramaian dan kerumunan orang banyak meskipun selalu dilarang dan diingatkan tentang potensi bahayanya oleh orang tua saya.

Ketika orang tua saya tidak mengajak saya keluar rumah, saya tetap ditinggal di rumah bersama nenek meskipun saya telah menangis sambil berteriak-teriak hingga berjam-jam. Ketika orang tua saya menyeret-nyeret saya pergi dari kerumunan perkelahian di jalan, saya juga menangis keras meminta untuk berjalan kembali menuju keramaian.

Tapi bukankah begitulah memang tugasnya orang tua, mereka tahu apa yang terbaik untuk anaknya, terutama anak seumuran Alfatih yang masih belum tahu apa-apa. Orang tua kan berkewajiban untuk mendidik dan mengajari anak yang dititipkan oleh Tuhan agar dapat tumbuh sehat jasmani dan rohaninya, sambil memahami apa yang benar dan apa yang tidak baik bagi dirinya.

Ketika saya membaca kutipan pernyataan Anda disini yang berbunyi: “Hari ini izin libur karena masih sakit. Ini cara saya membimbing anaknya beragama sejak kecil.” Jujur Pak Supardi, hati saya geram sekali. Saya agak mulai murka. Kesempatan libur dari sekolah yang seharusnya digunakan untuk beristirahat agar cepat pulih dari sakit justru dipakai untuk menempuh perjalanan yang melelahkan di bawah teriknya matahari di Jakarta Pusat pagi hari ini.

Anda katakan juga ini adalah cara Anda membimbing anak Anda beragama sejak kecil, tapi pertanyaan saya adalah kenapa Anda tidak membimbing anak Anda tentang berpikiran rasional (kalau sakit ya istirahat) dan tentang nilai-nilai kemanusiaan (orang sakit jangan diajak demonstrasi)? Apakah agama sudah berada di atas kemanusiaan dalam pemahaman Anda? Padahal, saya percaya bahwasanya tidak ada ajaran agama manapun yang mengharuskan manusia untuk meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan. Apakah Anda yakin Anda tidak salah memahami agama Anda Pak?

Anak Anda mungkin memang punya hak untuk ikut demo (meski saya ragu ia mengerti apa yang ia lakukan), tapi anak Anda juga punya hak mendapatkan didikan Anda sebagai orang tua untuk memaksanya tidak keluar rumah demi kebaikannya.

Anda mungkin memang punya kewajiban untuk mendidik anak Anda tentang nilai-nilai agama, tapi jangan lupa juga bahwa adik Alfatih juga punya hak untuk mendapatkan pendidikan kesehatan dan kemanusiaan yang benar.

Anda mungkin mencintai FPI dan Habib Rizieq, tapi kami juga mencintai kepolosan dan masa depan salah satu anak bangsa ini.

Anda mungkin benci sekali dengan Ahok dan membuat anak Anda juga benci sekali dengan Ahok, tapi kami juga punya hak untuk mengkritik pedas keputusan Anda yang mengesampingkan kondisi fisik anak itu.

Meskipun mungkin Alfatih sendiri yang ngotot, bukankah seharusnya Anda sebagai orang tua yang telah hidup lebih lama di dunia ini yang harusnya memaksakan apa yang terbaik untuk dia? Apa yang terbaik bagi seorang anak kecil berumur 6 tahun yang kakinya patah dan libur dari sekolah? Apakah perlu saya ajarkan kepada Anda Pak?

Jika Anda beralibi bahwa Anda tidak memiliki anggota keluarga lain yang dapat menjaga Alfatih di rumah ketika Anda ingin ikut aksi-aksi FPI, bukankah seharusnya seorang ayah lalu mengorbankan keinginan pribadinya demi melindungi dan menjaga anaknya? Apakah saya sendiri yang berpikiran seorang ayah harusnya demikian? Apakah Anda mencintai FPI dan Habib Rizieq melebihi cinta Anda kepada Alfatih? Tolong beritahu saya……..

Bagi saya, Anda telah meracuni pikiran anak Anda Pak Supardi. Saya percaya setiap bayi yang lahir ke dunia ini memiliki hati yang bersih dan polos. Saya juga pernah kecil Pak, dan apa yang diajarkan oleh orang tua saya dan apa yang saya lihat dari lingkungan sekitar saya lah yang saya anggap dan terus pegang sebagai kebenaran, sebelum pada akhirnya saya dapat berpikir sendiri secara rasional.

Ditambah lagi, apakah Anda tidak berpikir selangkah lebih jauh dengan mempertimbangkan hal-hal yang mungkin saja dapat terjadi pada keramaian minggu lalu dan hari ini Pak? Tentu saja kita tidak menginginkan aksi-aksi kekerasan ataupun bentrok, namun bagaimana jika hal itu terjadi tanpa disengajakan? Bagaimana jika dalam kekacauan Alfatih terpisah dengan Anda Pak? Apakah Alfatih dapat berlari dan melindungi dirinya sendiri?

Kalau Ahok yang Anda demo itu diminta pandangannya mengenai hal ini, mungkin beliau akan berkata: “Janganlah Anda sebagai orang tua membenarkan tindakan anak Anda yang salah, hanya karena Anda punya alasan yang lain Pak Supardi. Ini sangat bahaya (tidak mendidik).”

Pak Supardi, Anda memang adalah ayah dari Alfatih, tapi jangan lupa juga bahwa Ibu Pertiwi juga adalah Ibu non-biologis dari anak itu. Mungkin Ibu Pertiwi kini sedang menangis pilu ketika menyaksikan salah satu putra yang Ia kasihi harus berjalan dan berdiri dengan tertatih-tatih hanya karena tidak mengerti dan tidak memahami makna kebenaran yang sesungguhnya.

Alfatih mungkin tidak punya ayah yang dapat memaksanya untuk tidak ikut demonstrasi, tapi Alfatih punya kami, kakak-kakak dan paman-paman yang peduli akan kesehatan jasmani dan rohaninya, yang yakin bahwa ia tidak mengerti apa yang sedang ia lakukan, yang ingin ia tumbuh dengan sehat dan gembira seperti anak-anak lainnya.

Alfatih punya kami yang akan terus menggerakkan jari-jari kami untuk menulis tentang kisahnya. Kisah yang memilukan dan menghancurkan hati kami. Kisah yang mungkin akan ia baca kelak suatu hari nanti………..

Semoga kamu cepat sembuh, Alfatih.

Dari sebatang pohon yang ingin berdiri kokoh dan tegar di tengah kekejaman dunia ini………

@aryanto


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment