Thursday, January 12, 2017

Jubah, Jenggot dan Bahasa itu Hanya Budaya Saja

DUNIA HAWA - Bahasa, jubah dan berjenggot itu bagian dari budaya Arab dan Timur Tengah sejak zaman bahoela jauh sebelum Islam lahir pada abad ke-7 M. Karena itu jangan heran jika anda melihat komunitas Kristen Arab juga berjubah, meskipun tentu saja ada yang tidak, sebagaimana Arab Muslim: ada yang berjubah, juga ada yang tidak. Suka-suka mereka.


Tradisi berjenggot juga dipraktekkan sejumlah kelompok agama ortodoks diluar Islam, khususnya Kristen Ortodoks (Amish, Old Order Mennonite, Ortodoks Koptik seperti foto di bawah ini, dlsb) dan Yahudi Ortodoks (Yahudi Heredi, Lev Tahor). Karena Nabi Muhammad hidup dalam kultur dan tradisi Arab/Timur Tengah, maka sudah sewajarnya jika beliau juga berjubah dan berjenggot.

Dengan kata lain, berjenggot dan berjubah itu bukan hanya "sunah [tradisi] rasul" tetapi juga sunah atau tradisi masyarakat Arab / Timur Tengah (laki-laki) waktu itu. Alasan memelihara jenggot itu simpel saja karena gak ada barbershop, tidak ada hubungannya dengan malaikat. Masak malaikat ngurusi jenggot? Meski begitu, silakan saja kalau mau berjenggot (saya juga berjenggot meskipun ukuran minimalis), bebas-bebas saja.

Bahasa, selain medium komunikasi, juga budaya. Demikian juga dengan Bahasa Arab, tidak ada hubungannya dengan identitas keislaman dan kualitas keimanan seorang Muslim. Kalau hanya soal Bahasa Arab, orang-orang Kristen Arab di Mesir, Suriah, Libanon, Bahrain, Iraq, Palestina, dlsb, jauh lebih fasih Bahasa Arab-nya ketimbang sejumlah kaum Muslim di Indonesia yang gemar berantum-antum atau berakhi-ukhti. Sebagaimana umat Arab Muslim, kaum Arab Kristen juga berkhotbah pakai Bahasa Arab, Injil mereka juga berbahasa Arab, gereja-gereja mereka juga tertulis dengan huruf Arab. La memang itu bahasa mereka, masak mereka mau pakai Bahasa Batak.

Karena itu tidak usah "sok-sokan", gagah-gagahan, dan "lebay-njeblay" soal bahasa Arab ini. Biasa-biasa saja lah. Kualitas keislaman dan keimanan itu tidak ditentukan oleh fasih dan tidaknya dalam berbahasa Arab, oleh panjang-pendeknya jenggot, atau berjubah atau tidak, tetapi oleh baik-tidaknya perilaku individual dan sosial seorang Muslim itu.

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment