Sunday, December 11, 2016

Yang Vocal, Terdengar Terlihat dan Terbenarkan

DUNIA HAWA - Buatlah kebohongan yang besar, buatlah sederhana, selalu ulangi kebohongan itu dan akhirnya orang-orang akan percaya (Hitler-pemimpin Nazi). Miris melihat propaganda mengenai agama marak dan terlihat dibiarkan. Apa yang hampir tiap hari Terdengar Terlihat dan Terbenarkan di TV maupun media sosial membuat saya sendiri sedikit lucu dan muak atas komedi komedi satir negeri ini.


Dari kekerasan dengan penusukan bambu runcing yang dibilang masih bernuansa damai waktu 411 (lihat tayangan ILC),  7 juta umat aksi SUPER DAMAI 212, aksi boikot perusahaan roti, botol hijau dikira miras, wartawan meliput di gangguin dan diteriaki, dan tuntutan ganti rugi terhadap ahok atas kerugian pembatalan dakwah. Apa ini Indonesia? Yang katanya penduduknya santun dan sangat ramah ini?

Indonesia sedang memasuki ujian kenaikan “kelas”, semakin banyak masalah yang dihadapi, akan semakin dewasanya negara ini dalam melihat polemik yang dihadapi. Kebhinekaan yang digerus, kedamaian yang dibakar, dan persatuan yang dilunturkan. Bagus sih ujiannya. Cuma mau sampe kapan? Mau sampe lebaran kuda? Kapan mau berkembangnya negara ini?

Ga usah jauh-jauh, berawal dari keluarga saya yang didalamnya berbagai suku, budaya dan agama. Di keluarga besar saya saja sudah beraneka ragam dari batak, cina, jawa, bali,  islam, kristen, katholik, hindu dan budha. Disinilah saya secara tidak langsung, belajar memaknai arti kebhinekaan yang sekarang sangat banyak dibicarakan. Saat hari-hari besar keagamaan ataupun adat istiadat, kita saling memberi selamat dan kadang datang ke rumah saudara untuk makan-makan. Tradisi yang sangat sederhana dan sangat umum di Indonesia.

Pernah sesekali tanya kepada saudara saya yang muslim mengenai ormas-ormas secingkrangan tersebut, dan jawaban dia memang sesuai pemikiran saya, mereka tidak suka terhadap yang katanya membela umat Islam, namun dengan tindakan-tindakan yang tidak seperti ajaran Islam. Tapi apa daya, saudara saya memang tidak bisa berbuat banyak terhadap tindakan tersebut.

Sama seperti sewaktu saya naik transportasi online di Jakarta, seperti uber atau go car, saya beberapa kali tanya terhadap mereka. Dan memang jawaban mereka tidak suka dengan ormas secingkrangan tersebut dengan aksi brutal, namun membawa nama ALLAH di setiap aksinya. Namun mereka juga bingung dengan tafsir ulama yang kadang berbeda tafsir atas suatu masalah. Dan mereka juga seakan tidak menyalahkan atas kejadian tersebut, karena mereka juga kebingungan mana yang benar dan mana yang dibenarkan.

Yang VOCAL yang Terdengar dan Terlihat


Ormas Garis keras yang selalu vocal dan lantang berbicara, serta dengan mudahnya mengancam membunuh orang, sudah terdengar dan terlihat, namun tetap dibiarkan. Dari sinilah masyarakat menilai, bahwa apa yang dituntut ormas tersebut tidak semua salah. Kan mereka gak dihukum, berarti mereka benar dong? Apalagi yang koar-koar penggal pak ahok, disebelahnya polisi dan masih berani di negara hukum seperti ini. Miris bro, sumpah, miris, hukum dikangkangin gitu aja terus sampe lebaran kuda.

Saat menilai tempat mesum dibilang hotel keluarga. Saat tempat diskotik besar diamankan dan dijaga. Saat ada pilkada yang pemimpinnya terlihat tidak bisa diajak kerjasama lalu didemo mati-matian. Masih pantaskah mereka disebut pembela suatu agama? Masih pantaskah mereka menjadi panutan? Sampai kapan ini semua selesai apabila dibiarkan? Apakah telegram wikileaks mengenai ormas tersebut  yang merupakan “attack dog” polisi memang benar?

Serasa Terbenarkan


Indonesia adalah negara hukum, dalam pasal 29 ayat 2 berbunyi, negara menjamin kemerdekaan  tiap tiap penduduk untuk memeluk  agamanya masing masing  dan untuk beribadat  menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dimana seharusnya masyarakat berhak menjalankan, dan negara berkewajiban untuk memberikan rasa aman terhadap seluruh masyarakat.

Saat melihat aksi-aksi anarkis yang mengatasnamakan agama dan hanya sedikit yang hanya berani menegur, dan hanya teguran yang bagi mereka seperti  angin lalu, dan yang penting tujuan mereka tercapai. Saat koar-koar tentang tidak boleh mengganggu agama orang lain khususnya mayoritas di hadapan pak kapolri, mereka tetap melakukan inkonsistensi atas apa yang mereka katakan.

Saya salut dengan bapak walikota bandung Bapak Ridwan Kamil, namun tetap saja terlambat pak. Tujuan mereka tercapai kok. Sudah bubar acaranya. Dan ormas tersebut memang belum terdaftar sebagai ormas resmi. Agak lucu aja si. Bisa dong orang kumpul-kumpul pake jubah putih-putih, atas nama suatu ormas,  buat nama bentar, trus main bubar-bubarin acara agama orang, miris.

Semakin mereka terbiasa membubarkan acara maupun menurunkan baliho sesuka hati, dan tidak ada tindakan tegas dari aparat maupun pemuka agama, jangan salahkan juga jika kami apabila kami melihat anda memang membenarkan tindakan tersebut. Suarakanlah diluar. Bukan cuma lewat medsos. Share dan hanya ijin share. Ingat bro, masih banyak mereka yang belum terpelajar, tidak punya alat komunikasi, lebih mudah diprovokasi, apalagi isu agama, disuruh matipun mereka mau kok.

Namun, ada secercah harapan bahwa banyak juga masyarakat Indonesia yang masih membela kaum minoritas ini. Harapan harus ada. Tetap optimis untuk Indonesia yang lebih baik, dan pemimpin sekarang yang hampir track recordnya tidak tersentuh masa lalu, membuat saya anak muda ini menjadi lebih optimis dalam berbuat benar. Dan saat ini, belum telat untuk membangun Indonesia lagi, lagi dan lagi. Indonesia yang dalam masa krisis terbesar perpecahan Kebhinekaan ini.

Salam Inkonsistensi Terbenarkan.

@fransiskus ryan


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment