Friday, December 2, 2016

Presiden Temui Massa 212, SBY Semakin Terlihat Bermasalah

DUNIA HAWA - Merinding melihat Presiden Jokowi berani datangi massa sedemikian banyaknya. Bersama Wapres dan menterinya, Presiden menerobos hujan menuju Monas. Sungguh keberanian yang luar biasa.


Mereka yang dulunya koar-koar Presiden penakut, pengecut dan kabur, mereka harus menelan ludahnya sendiri. Di jaman ini, mungkin hanya Presiden Indonesia yang berani keluar istana menemui massa sebanyak itu lalu naik ke panggung dan menyapa semuanya.

Kedatangan Presiden Jokowi ke Monas mengingatkan kita pada kejadian beberapa bulan yang lalu. Saat ada aksi teror di Jakarta, Presiden yang berada di Cirebon langsung bertolak ke Jakarta dan mendatangi lokasi. Datang tanpa rompi anti peluru, berjalan tanpa ragu menenangkan semua rakyat Jakarta.

Saya melihat kedatangan Jokowi ke Monas benar-benar disiapkan sangat matang oleh Polri dan TNI. Sangat terstruktur, sistematis dan massif. Kapolri yang sebelumnya mengatakan melarang aksi damai sebab Ahok sudah dijadikan tersangka, kemudian berubah pikiran dan mendatangi para pimpinan demo, melakukan negosiasi. Yang agak mengecewakan, Kapolri kemudian mengijinkan aksi 212. Ini sempat menimbulkan tanda tanya, bagaimana bisa kembali diijinkan? Tapi jika melihat kedatangan Jokowi ke Monas, semua ini benar-benar terencana dan kita patut berterima kasih pada Kapolri karena mau mengijinkan aksi ini.

Ijin dari Kapolri ini sempat disambut riuh para provokator dengan segala kelebayannya. Bahkan SBY yang sebelum aksi 411 melakukan konferensi pers, sebelum 212 SBY menulis artikel panjang kali lebar sebagai pengganti konferensi pers. Salah satu kalimat provokasinya adalah:

“Pernyataan penegak hukum bahwa negara akan menindak siapapun yang melakukan tindakan makar, yang disampaikan beberapa hari yang lalu sepertinya tak menyurutkan gerakan pencari keadilan tersebut, bahkan membuat ketegangan sosial semakin meningkat.”

“Ketika akhirnya presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjanjikan bahwa kasus Pak Ahok itu akan diselesaikan secara hukum, boleh dikata ucapan kedua pemimpin puncak yang saya nilai tepat dan benar itu lambat datangnya. Sama saja sebeanrnya dengan penanganan kasus Pak Ahok yang dinilai too little and too late. Nampaknya sudah terlanjur terbangun mistrust dari kalangan rakyat terhadap negara, pemimpin dan penegak hukum. Sudah ada trust deficit.”

Itu tulisan SBY yang cukup provokatif, masih sama seperti istilah Lebaran Kuda pada konferensi pers sebelum 411. Lebih dari itu, SBY menyebut ada pihak-pihak lingkaran kekuasaan yang menginginkan kudeta atau makar.

“Di samping ada pihak di luar kekuasaan yang berniat lakukan makar, menurut rumor yang beredar, katanya juga ada agenda lain dari kalangan kekuasaan sendiri. Skenario yang kedua ini konon digambarkan sebagai akibat dari adanya power struggle di antara mereka.”

Banyak orang menyayangkan tulisan SBY yang seperti itu. Ini jelas tidak menunjukkan kenegarawanan seorang mantan Presiden Indonesia, bahkan saya merasa prihatin negeri ini pernah dipimpin oleh SBY selama 10 tahun. Prihatin sekali.

Tulisan SBY ini kemudian menimbulkan spekulasi baru. Sebab harus kita akui bahwa SBY adalah satu-satunya tokoh yang tidak didatangi Presiden ataupun diundang ke Istana. Prabowo didatangi dan diundang, Mega diundang, Surya Paloh, Romy sampai Muhaimin Iskandar diundang ke Istana. Sementara politisi Demokrat menginginkan Jokowi menemui SBY, sampai sekarang Jokowi belum menemui atau mengundang SBY.

Sementara itu ada fakta sejarah lainnya, yaitu saat Jokowi menemui Prabowo di Hambalang, SBY menemui JK dan Wiranto dan sedikitpun tidak ada yang bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Sehingga rumor yang berkembang adalah SBY membujuk JK untuk naik sebagai Presiden, lalu Wiranto sebagai Wapresnya setelah melengserkan Jokowi. Kebetulan dua orang ini (JK Wiranto) adalah pasangan Capres-Cawapres pada 2009 lalu yang kalah dengan SBY-Boediono. Bahkan saya mendapat pesan serius dari beberapa orang yang saya tau cukup kredibel, meminta pesan rumor pertemuan SBY dengan JK dan Wiranto untuk disampaikan pada Presiden Jokowi langsung.

Kalau kemudian SBY menyebut ada rumor di lingkungan Istana yang ingin berkuasa, ini patut ditanyakan siapa orangnya? Sehingga SBY merasa penting untuk menyampaikan rumor tersebut kepada publik. Dalam logika sederhana, orang yang paling memungkinkan mengisi posisi kosong jika Jokowi lengser adalah Panglima TNI, Kapolri atau Wapresnya. Tidak masuk akal kalau ujuk-ujuk Jonan atau Bu Susi mau menggantikan Jokowi.

Faktanya, Panglima TNI menyatakan setia pada Presiden dan siap menjadi tumbal ketimbang melakukan kudeta. Kapolri selalu di depan mengamankan massa dan menjawab tegas soal makar. Jadi yang paling memungkinkan menggantikan Jokowi jika terjadi kudeta adalah JK.

Tapi kalau JK yang mau melakukan kudeta, kenapa SBY membocorkan rumor tersebut ke publik? Aneh. Inilah yang menjadi pertanyaan besar negeri ini. Mana rumor yang benar? Jika benar SBY membujuk JK, maka pernyataan rumor versi SBY adalah bentuk klarifikasi sebelum dibuktikan di lapangan. Jadi SBY membuka rumor tersebut ke publik, lalu membantahnya sendiri dengan mengatakan tidak percaya. Ditambah SBY mengatakan tidak setuju dengan upaya menurunkan Presiden di tengah jalan.

Tapi jika rumor versi SBY yang benar bahwa ada orang lingkaran kekuasaan yang ingin melakukan kudeta, ini tidak bisa dianalisis siapa orangnya? Sebab semua solid bersama Presiden Jokowi. Lihat saja JK, Wiranto, Panglima TNI dan Kapolri bersama Presiden Jokowi mendatangi massa di Monas. Bagaimana mungkin mereka tidak solid atau terjadi power struggle? Ya itu bisa ditanyakan saja pada SBY yang membuka rumor tersebut ke publik. Jika tidak bisa dijawab, kemungkinan besar memang hanya skenario klarifikasi sendiri atas upaya yang gagal dilakukan.

Dalam kenyataan seperti sekarang, tak ada yang bisa membantah kenyataan bahwa Jokowi mau menemui semua elemen kecuali SBY. Dari Prabowo tokoh oposisi, Mega, Surya Paloh, Muhaimin, NU, Muhammadiyah, 17 ormas Islam bahkan menemui massa GNPF 212 dan Rizieq. Tapi Jokowi belum menemui SBY. Sekilas ini agak menyudutkan SBY atau tak menganggap keberadaan tokoh presiden pertama Indonesia yang memimpin dua periode.

Kalau sudah seperti ini rasanya rakyat sudah bisa melihat ada yang aneh dengan SBY dan Jokowi. Apalagi Presiden Jokowi ini adalah sosok yang gemar menggunakan simbol-simbol politik. Anda bisa perhatikan payung Presiden Jokowi berwarna biru. Dari sekian banyak warna, kenapa birunya Demokrat? Dipegang sendiri lagi. Hoho horor. Ah sudahlah, jangan nakut-nakuti SBY mulu. Itu payung memang warisan SBY dulu, sebab saat SBY jadi Presiden semua jadi serba biru. Ahahaha

Terakhir, ini serius, jika Jokowi tak menemui SBY, besar kemungkinan memang ada yang salah dari SBY. Dan selanjutnya mudah ditebak, semoga KPK segera mengusut tuntas 34 proyek mangkrak SBY. Usut dokumen TPF pembunuhan Munir yang hilang dan tentu saja tuntaskan kasus Hambalang dan yang berlengan panjang.

Begitulah kura-kura

@alifurrahman


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment