Wednesday, November 16, 2016

Strategi Bertarung Rope A Dove Ahok

DUNIA HAWA - Ada banyak teman inbox menanyakan apa yang bakal terjadi ke depan pasca penetapan Ahok sebagai tersangka penistaan agama.

Sebagian dari teman teman ini cemas memikirkan peluang Ahok, status tersangka bakal semakin memojokkan Ahok.


Dalam bertarung maraton panjang, ketenangan dan kecerdasan bertahan itu sangat penting.

Ketenangan itu penting untuk menjaga daya tahan akal sehat tetap jalan.

Kecerdasan itu penting untuk membangun langkah taktis strategis. Ahok hingga ronde ini masih bugar dan penuh percaya diri. Mental bertarungnya luar biasa. Maka sebagai pendukungnya kita tidak boleh lesu. Kita tidak boleh kehilangan semangat bertarung karena Ahok bukanlah pecundang.

Saya teringat dengan pertandingan Muhamad Ali vs George Foreman pada perebutan gelar juara dunia kelas berat di Kinshasa, Zaire tahun 1974.

Pertandingan Muhammad Ali melawan George Foreman dicatat sejarah sebagai mega laga di arena tinju dunia. Kala itu, Muhammad Ali hanya dilihat sebelah mata, mengingat Foreman merupakan petinju terhebat dan dianggap sulit dikalahkan.

Hampir semua orang bertaruh Foreman bakal menang mudah. Usianya yang masih 25 tahun di banding Ali 32 tahun menambah keyakinan publik. Ali sudah berakhir eranya, demikian pendapat publik.

Dasar Big Mouth, mulut besar Ali sebelum pertarungan, tak berhenti mengoceh.”George Foreman itu cuma mayat hidup yang besar. Secara resmi, saya sudah menamainya, ‘The Mummy’. Pergerakannya lambat seperti mumi, dan tak akan ada mumi yang akan mengalahkan Muhammad Ali yang hebat.”

Ini jelas untuk membakar emosi George Foreman. Namun, saat pertarungan tiba, Ali kewalahan menghadapi pukulan bertubi-tubi Foreman, khususnya sejak ronde 2. Segalanya tampak akan berakhir bagi Ali.

Terlebih, Foreman yang saat itu masih berusia 25 tahun, diyakini unggul stamina. Namun, Ali tetap bertahan.

Usai ronde 7, Ali menghadap para pendukungnya dan memimpin mereka untuk meneriakkan “Ali bomaye!” berulang kali. Jelas, hal tersebut membuat Foreman keheranan.

Kemudian sebelum memasuki ronde 8, Ali berbicara kepada pelatih dan fansnya, Angelo Dundee, kalau dia memiliki rencana rahasia untuk Foreman.

Ronde 8, Ali terus menempel pada tali, sedangkan Foreman melepaskan pukulan demi pukulan. Strategi itu kemudian disebutnya, rope-a-dope.

Benar, strategi itu jitu, Foreman kehabisan tenaga, sedangkan Ali berbalik menyerang dan melepaskan pukulan. Pukulan mendarat di wajah Foreman dan membuatnya KO.

Saya percaya sebelum bel pertandingan terakhir berbunyi, segala kemungkinan bisa terjadi. Ahok saat ini dipukul habis habisan dipojok ring tinju.

Tidak tanggung tanggung, tenaga ratusan ribu orang dipakai untuk menghantamnya. Ratusan ribu orang meneriakinya dipojok tali ring. Ratusan ribu orang menekan mental psikologisnya dengan sorakan ejekan membahana.

Sekilas dari ketinggian kita melihat Ahok kewalahan. Sebagian pendukung malah menutup mata tidak tahan melihat Sang Jagoan Ahok habis habisan dihajar bertubi tubi. Sebagian pendukung menjerit sedih. Menangis melihat wajah Ahok berdarah darah kena bogem mentah.

Dasar Ahok. Mental bertarungnya bagai macan. Seperti Ali pakai strategi rope a dope, Ahok juga memakai strategi Ali itu. Satu jam setelah ditetapkan sebagai tersangka dengan enteng Ahok malah bilang “Nelson Mandela saja pernah dipenjara bisa menjadi presiden. Bisa saja gue seperti Mandela” ujarnya enteng.

Big Mouth Ahok ini persis mirip Ali. Perang psikologi atau psywar menjadi menarik kita saksikan dimainkan dengan lincah oleh Ahok. Lincah bagai kupu kupu, menyengat seperti lebah.

Jadilah pertarungan Ahok vs lawan lawannya ini sebagai mega laga terhebat sepanjang perebutan gelar gubernur DKI.

Ahok dengan percaya diri tinggi terus membiarkan lawan lawannya memukulnya di sudut ring. Ahok bak Ali terus membiarkan wajahnya dihajar hingga bonyok berdarah darah.

Ahok hanya berdiri, bertahan sambil memonyongkan mulutnya disela sela pukulan lawan lawannya. Ia terus bertahan. Ia terus berdiri. Tak ada pikiran lempar handuk putih tanda menyerah. Ia kokoh berdiri meski pukulan terus datang bertubi tubi.

Pada akhirnya, saat ronde ronde mendekati ronde penentuan, Ahok yang masih kuat bertenaga akan melawan sekuat kuatnya.

Pukulannya bulat mematikan. Hentakan kakinya akan menggemparkan ring tinju. Aumannya akan mengheningkan lawan lawannya yang kadung keletihan.

Ahok dengan tenang akan menutup ronde pertandingan dengan satu kalimat “Heiii…Hentikan pukulan angin kosongmu kawan. Rakyat butuh pukulan bertenaga menghabisi pemain kongkalingkong. Pukulan bertenaga penuh untuk menghancurkan mafia anggaran. Pukulan serius untuk melawan mafia birokrasi. Pukulan utuh untuk mematikan koruptor !!”.

Dan pada akhir laga juri yang menyaksikan pertandingan Ahok vs Agus vs Anies akan menentukan siapa juara sejati. Pada 15 Februari 2017, juri sejati yakni rakyat Jakarta akan menentukan siapa jawaranya.

Saya percaya jawara sejati lahir dari konsistensi percaya diri dalam membangun Jakarta Baru dengan jujur, tegas dan adil.

Ahok bakal Juara. Itu pasti.

Aihh…renyahnya pisang goreng sore ini…krukkk..krukkk..krukkk…

Salam Perjuangan NKRI Harga Mati

[brigaldo sinaga]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment