Wednesday, November 16, 2016

Deradikalisasi 25 November dalam Kasus Ahok

DUNIA HAWA - Baru saja polri menetapkan Ahok menjadi tersangka dalam kasus penistaan agama. Polri lalu mengirim surat Pencegahan Ahok untuk bepergian keluar negeri kepada Dephumham. Dengan demikian kasus ini ditingkatkan ketahap penyidikan sehingga sekarang masuk keranah pengadilan untuk dapat disidangkan.


Bagi insan media, berita “sejuk” ini sangatlah berarti, seperti menemukan perigi ditengah gurun panas. Ini adalah sumber berita yang tidak ada habis-habisnya untuk dikupas dan dijejalkan kepada kaum “dhuafa” yang kurang berpengetahuan. Ahok adalah fenomena. Adakah yang lebih ahok daripada Ahok? Dimas Kanjeng Taat sudah basi. Jessica sudah berlalu. Rizieq diingat hanya ketika ada demo atau sweeping.

Bahkan Rizieq sangat membutuhkan Ahok untuk eksistensi dirinya. Siapakah Rizieq tanpa Ahok? Tanpa Ahok, Rizieq hanyalah preman tukang sweeping pembuat onar. Tapi kemudian Rizieq berguru banyak hal kepada Ahok. Dulu ketika dia beradu dengan Ahok satu lawan satu, dia terjungkal lalu dilupakan orang. Rasa malu itu kemudian membuatnya menjadi lebih arif dan kaya…

Kalau kamu tidak bisa mengalahkan musuhmu sendirian, kenapa tidak mengajak orang lain beramai-ramai untuk menjatuhkannya. Kalau kamu tidak bisa menundukkan musuhmu lewat perdebatan ilmiah, kenapa tidak menundukkannya lewat hasutan. Dan tentu saja isu yang paling pas dan jitu untuki dipakai adalah isu agama dan ras!

Ahok memang fenomena di negeri ini. Apakah kasus ini akan menjatuhkan namanya dibumi Indonesia ini? Sama sekali tidak! Ahok adalah Ahok! Namanya akan selalu melegenda melebihi nama Rizieq! Selalu ada tempat terhormat untuk Ahok dinegeri ini, entah sebagai gubernur, anggota DPR, menteri, atau jangan-jangan sebagai presiden Indonesia kelak!

Setelah penetapan Ahok sebagai tersangka, menarik untuk dicermati, apakah Ahok akan memakai haknya sebagai warga negara untuk melakukan praperadilan atas penetapannya sebagi tersangka oleh polisi? Kelihatannya tidak! Justru penetapan sebagai tersangka ini, sekalipun sangat tidak enak, membuat Ahok lebih fokus untuk melakukan pembelaan hukum baginya.

Selama ini ada stigma dimasyarakat terutama yang “sapi-sapian” bahwa presiden selalu melindungi Ahok. Akan tetapi stigma itu kini terbantahkan. Bahkan kini bagi sebagian teman Ahok, mereka merasa sepertinya presiden sengaja membiarkan polisi meneruskan kasus Ahok ini ketahap penyidikan untuk menyenangkan masyarakat “sapi-sapian”

Akan tetapi bagi polisi ini juga situasi yang sulit. Dulu ketika isu ini baru bergulir, Kapolri sebagai pribadi berpendapat bahwa tidak ada penistaan agama dalam kasus Ahok ini. Akan tetapi Kapolri sangat profesional dan tidak mau mengintervensi kasus ini. Kapolri membuat deskresi yang tak lazim, yaitu menggelar perkara Ahok secara terbuka khusus.

Setelah melalui proses voting yang ketat dari para penyidik polri, ahirnya diputuskan untuk meneruskan kasus ini karena ternyata lebih banyak penyidik yang ingin kasus ini diteruskan daripada yang tidak menyetujuinya. Dalam hal ini kita harus salut untuk sikap profesional Kapolri yang sejak semula merasa tidak ada yang salah dalam kasus Ahok ini, tapi membiarkan proses hukum yang berjalan.

Sikap seperti ini memang patut ditiru. Suka atau tidak suka berada pada ranah subjektivitas yang debatable dan tidak bisa dipaksakan kepada setiap individidu yang punya pandangan atau selera masing-masing. Yang bersarung biarlah tetap bersarung tanpa dicemooh. Yang suka celana pendek, tidak usah juga dipaksa bersarung.

Mari kita cermati “perubahan mata angin” setelah penetapan Ahok menjadi tersangka dalam kasus penistaan agama.

1. Institusi Polri.


Diatas sudah dijelaskan sikap dan tindakan yang diambil oleh polisi. Kini masyarakat tidak boleh lagi mendiskreditkan aparat kepolisian dalam kasus Ahok ini. semua warga, baik yang pro maupun yang kontra Ahok, agar dapat menerima dan menghormati sikap polri ini. Dengan demikian polri tidak akan mentolerir lagi sikap-sikap anarkis yang dilakukan warga, baik yang pro maupun kontra Ahok dalam kasus ini.

Kalau dalam demo 411 kemarin polri masih bersikap persuasif menghadapi sikap anarkis, kini polri tidak akan segan-segan lagi melakukan tindakan represif terhadap setiap tindakan anarkis. Tidak ada alasan lagi yang dapat ditolerir, karena polisi sudah melaksanakan kewajibannya. Setiap tindakan anarkis warga adalah tindakan kriminal dan pastilah ditangani secara hukum! Dalam hal ini Polri tidak akan ragu sebab Panglima TNI beserta jajarannya siap sedia membantu Polri dan siap menjadi tumbal demi keutuhan NKRI!

2. Ahok dan Teman Ahok


Seperti disinggung diatas, bagi Ahok ini adalah pilihan terbaik dari antara seluruh pilihan yang buruk. Setelah dituduh penista agama, dia dituduh pula dibekingi oleh presiden, polisi, Podomoro, preman hingga jin dan tuyul-tuyul. Dengan penetapan tersangka ini, praktis dia hanya menghadapi satu kasus saja, yaitu kasus penistaan agama.

Kabarnya Ahok mendatangkan saksi ahli kitab suci dari Mesir. Apakah tidak ada ahli kitab suci dari tanah air? Saya jadi ingat joke analogi celana luntur dalam bahasa Arab, “Ditanggung tidak luntur” tapi terbaca, “Luntur tidak ditanggung!” konon itulah sebabnya Ahok memanggil ahli dari Mesir, karena mereka itu membacanya tetap pas, pagi siang atau malam. Kabarnya ahli lokal bacaannya suka terpengaruh oleh fulus…

Walaupun bete, Ahok tetap optimis dapat memenangkan kasus ini dan akan terpilih lagi dengan Djarot untuk meneruskan pekerjaan mereka dalam membenahi Jakarta. Kasus ini semakin mendewasakannya dan membuatnya mengerti, ketika kita menghadapi beberapa hal yang sulit, terkadang tidak perlu berbuat apa-apa, “just calm and pray, let God do the rest….”

3. Ahok Hater’s


Sebelumnya Ahok ditimpakan banyak kasus. Mulai dari Sumber Waras, Reklamasi, Relokasi Kampung Pulo dan Kalijodoh dan bermacam-macam kasus lainnya. Akan tetapi semuanya itu tidak berhasil menjatuhkannya. Bahkan sebaliknya menistakan penggagasnya. Ibarat siapa menabur angin akan menuai badai berlaku bagi orang-orang yang menzolimi Ahok! Tidak percaya? Tanya saja kepada Sanusi, Haji Lulung atau Ahmad Dhani.

Atau boleh juga tanya kepada Yusril dan Rizal Ramli. Yusril menghabiskan banyak energi, pikiran, harga diri dan biaya untuk mengenyahkan Ahok, hanya untuk mendapatkan rasa malu, kehinaan di PHP kan pak beye dan ketidak berdayaan sebagai seorang lelaki. Dulu dia begitu dihormati sebagai ketua partai, mantan menteri dari tiga presiden yang berbeda, dan sebagai orang yang selalu mengangkangi pak beye lewat sidang-sidang PTUN. Akan tetapi ketika menghadapi Ahok, dia seketika menjadi loyo tak berdaya…

Demikian juga dengan Rizal Ramli yang awalnya kelihatan “malu-malu tapi napsu” untuk mengenyahkan Ahok. Kalau Yusril itu, “sudah jatuh ketimpa tangga pula!” kalau Rizal Ramli, “belum jatuh sudah ditimpa tangga!” kalau Yusril manggung di studio 1 secara live, tapi kemudian dia diboikot dan tidak dibroadcast ke jaringan tv nasional. Tapi setidaknya penonton distudio masih bisa menikmati aksinya. Kalau siraja kepret ini manggungnya distudio 2 yang gelap, padahal penonton adanya di studio 1….. ternyata tidak ada parpol yang melirik siraja kepret ini, hiks…

411 kemarin kelihatannya menggirangkan banyak orang. Memang ada beberapa orang yang terlalu girang sehingga tersangkut masalah hukum. Akan tetapi 411 mendatangkan rezeki bagi banyak orang. Beberapa tokoh yang nyaris terlupakan, mendadak mengkilap lagi karena 411. Gara-gara 411, yang tadinya terlilit hutang kini sudah bisa tersenyum karena surplus fulus. Saya pribadi termasuk orang yang suka fenomena ini karena mendatangkan sukacita bagi saudara-saudara yang membutuhkannya dan sekaligus juga bisa menjadi bahan sumber tulisan. Tapi entahlah bagi para sponsor, apakah mereka tetap akan tabah menjadi sinterklas terus…?


[reinhard f hutabarat]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment