Saturday, September 24, 2016

Ahok, Si Tukang Gusur


DUNIA HAWA - Kalau ada orang bangun gubuk di lahan kosong di dekat Jembatan Semanggi, apa yang harus dilakukan? Gusur. Tak peduli siapapun gubernurnya, apa pasti akan menggusur. Kenapa? Karena itu bangunan liar, menempati lahan secara ilegal. 

Kita melihat, siapapun gubernurnya, semua melakukan penggusuran. Karena di setiap masa selalu ada saja orang yang menempati lahan secara ilegal. Tidak hanya menyerobot lahan, mereka merampas tempat-tempat yang seharusnya menjadi ruang milik publik, seperti trotoir atau bahu jalan. Tak jauh dari rumah mertua saya di kawasan Setiabudi ada sederet bahu jalan yang berubah fungsi jadi tempat bedeng-bedeng yang dipakai orang untuk berjualan atau sekedar hidup di situ. Bagusnya, bedeng-bedeng ini sekarang sudah digusur.

Jakarta ini dipenuhi oleh manusia-manusia penyerobot ini. Kalau pemda tidak bertindak tegas, seluruh kota ini akan penuh gubuk liar. Maka menggusur itu wajib hukumnya.

Tapi mereka sudah lama menempati tempat itu. Ya, ibarat penyakit, mereka adalah penyakit maha kronis, karena selama ini mereka lebih sering dibiarkan ketimbang ketimbang ditindak. Ahok membuat perbedaan itu. Ia tak segan menindak, sehingga dalam masa 3 tahun ini ada begitu banyak penggusuran yang ia lakukan, sampai ia dikenal sebagai Tukang Gusur.

Sahkah hak orang yang menguasai tanah itu? Di belakang rumah mertua saya ada lahan yang tadinya hendak dipakai untuk bangunan. Tapi karena krisis moneter tahun 98, perusahaan pemiliknya menghentikan proyek pembangunan. Di lahan itu kemudian muncul bangunan-bangunan liar, rumah penduduk. Sudah belasan tahun mereka tinggal di situ. Mereka mulai merasa bahwa lahan itu hak mereka. Kalau nanti pemilik sahnya hendak memakai lahan itu, mereka akan menuntut berbagai ganti rugi.

Kejadian begini sudah jadi masalah klise di Jakarta. Penyerobotan tanah secara liar tidak terjadi secara acak. Ada preman, bekerja sama dengan aparat korup, yang mengambil untung, mengutip uang sewa dari pengguna, dengan jaminan keamanan semu. Pengguna merasa sudah membayar, mengira ia menempati lahan secara sah.

Masalah lahan ini adalah kombinasi antara kebodohan, kebebalan, premanisme, dan pejabat pemda yang korup. Hanya yang benar-benar bernyali yang berani melawannya. Ahok adalah pejabat yang bernyali itu.

Ahok dituduh orang bengis karena menggusur. Tapi faktanya penggusuran terjadi di Bandung, Tangerang, Depok, dan Surabaya. Hanya Ahok yang dimaki. Kenapa? Ah, panjang penjelasannya kalau soal itu. Tapi intinya, pembangunan Jakarta memang harus menggusur. Membangun itu harus tega. Kalau tidak, Jakarta akan tetap kumuh.

Di dekat kantor saya di Sudirman, di depan Gedung Niaga, ada trotoir dekat zebra cross yang luasnya tak lebih dari 2 meter persegi. Di situ ada penjual ketoprak dan bubur. Bayangkan, ini jalan protokol ibu kota, mau dibuat kumuh oleh pedagang bebal. Mau dibiarkan?

Istilah rakyat kecil sering membuat orang kehilangan akal sehat dalam melihat masalah. Saya tidak. Rakyat kecil harus dibantu. Tapi tidak dengan membiarkan mereka mengotori ibukota. Bantu mereka untuk berdagang dan berusaha di tempat yang benar. Yang tidak punya kemampuan bertahan hidup di Jakarta sebaiknya berhijrah ke tempat lain, misalnya menjadi petani, yang tidak memerlukan banyak modal dan keterampilan. Orang-orang kampung saya di Kubu Raya sana bisa hidup layak dan bahagia dengan jadi petani. Orang-orang seperti ini tidak perlu memaksakan diri hidup di ibukota.

Ahok menggusur, artinya ia membersihkan Jakarta. Lanjutkan Koh Ahok!

[hasanudin abdurakhman,phd]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment