Wednesday, August 17, 2016

Hal-hal Penting yang Meringankan Jessica Terlewatkan, Apa Saja?


Dinia Hawa - Sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso kembali digelar pada hari Senin (15/8/2016) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum menghadirkan Antonia Ratih Anjarani (Ahli Psikologi Klinis/Psikolog Klinis). Namun dalam persidangan kali ini ada 1 point besar yang terpaksa terlewatkan oleh Otto Hasibuan, Point besar itu menyangkut persoalan di luar bahasa tubuh Jessica Kumala Wongso.

Dalam keterangannya, ahli menyatakan bahwa bahasa tubuh Jessica tidak lazim saat melihat Mirna mengalami kejang-kejang. Namun di saat ahli memberatkan Jessica, ternyata ada satu point besar yang dilupakan Otto Hasibuan yakni soal sikap suami Mirna, Arief Sumarko yang berdasarkan keterangan Hani, menunjukan keanehan:

Kesaksian Hani ( 13 Juli 2016) 


Saya kemudian minta tolong, saya coba bangunin, tapi dia no respon. Pegawai kafe langsung pada datang dan nanya saya, anda keluarganya? Saya bilang bukan. Makanya saya langsung nelpon Arief untuk mengabarkan kondisi Mirna yang memburuk, yang kebetulan kata Mirna dia (Arief) masih baru ada disekitar GI.

Arief diujung telpon meminta agar istrinya diberikan teh manis hangat. Terus aku bilang,’gue gak berani, dia udah kejang terus mulutnya berbusa.Dan keterangan Hani ini harusnya kembali dibacakan Otto, toh ada dalam BAP.

Nah, jika kita kembali mencermati kesaksian Hani pada 13 Juli 2016 jelas lah sudah bahwa pada saat itu Hani menghubungi suami Mirna untuk memberitahukan kondisi Mirna yang memburuk, tetapi pada saat itu yang terjadi justru suami Mirna tidak menunjukan ekspresi panik akibat kabarp yang disampaikan Hani melalui handphonenya tersebut. Lalu inilah beberapa pertanyaan yang bisa meringankan Jessica namun dilupakan Otto Hasibuan.

Pertama.

Dalam keterangannya,ahli menyatakan bahwaJessica bisa tampil tenang, percaya diri, kalem jika berada dalam kondisi yang sudah diantisipasinya, diluar itu emosinya tersulut/terpicu.Maka pertanyaan yang harusnya ditanyakan kepada ahli adalah:jika itu pendapat ahli terkait bahasa tubuh Jessica, maka pertanyaan sederhananya adalah; bagaimana dengan ekspresi yang ditunjukan suami Mirna ketika mendengar kabar bahwa kondisi Mirna memburuk, kejang-kejang dan mulutnya mengeluarkan busa, karena berdasarkan keterangan Hani tertanggal 13 Juli 2016, suami Mirna meminta agar Hani memberi Mirna teh manis hangat? 

Nah tentu dari keilmuan ahli, apakah wajar ekspresi seorang suami saat mendadak mendapat kabar bahwa kondisi istrinya memburuk dengan gampangnya mengatakan berikan saja teh manis hangat tanpa ada ekspresi marah atau panik, apakah ini wajar? Mengapa yang terlihat justru ekspresi yang tenang - (mengatakan berikan saja teh manis hangat)? Mengapa tidak timbul kepanikan?

Kedua.

Dalam keterangan lainnya ahli juga mengatakan bahwa: Perilaku Jessica tak lazim saat Mirna meninggal.Maka pertanyaan yang harusnya dicecar kepada ahli adalah: Ada apa dengan ekspresi suami Mirna ketika mendapat kabar melalui handphone bahwa Mirna kondisinya memburuk, kejang-kejang dan mulutnya berbusa, mengapa justru tidak berekspresi. Karena yang terjadi justru suami Mirna hanya meminta agar Hani memberi Mirna teh hangan panas saja , padahal sebelumnya Hani sudah memberitahukan kondisi Mirna yang sebenarnya.

Bagaimana mungkin ekspresi seorang suami ketika mendapat kabar buruk tentang istrinya bisa bersikap tenang seperti itu, apakah itu lazim? Dan mengapa tidak timbul ekspresi seperti panik dan marah-marah kepada Hani, seperti misalnya Han, lu apain nih istri gue, kenapa dia sampe gitu (kejang-kejang, dan mulutnya mengeluarkan busa), lu kasih apa sih dia,kok sampe gitu kondisinya? Bahkan yang lebih ekstrem misalnya; langsung datang ke Olivier Cafe dan marah-marah dengan peracik kopi atau pelayan di Olivier Cafe bahkan hingga menghubungi polisi.

Nah harusnya ada ekspresi marah dari suami Mirna ketika Hani memberitahu kondisi Mirna yang memburuk  tetapi yang terjadi bukan marah. Yang terjadi justru meminta agar Hani memberikan Mirna teh manis hangat.  Bahkan selain tidak ada ekspresi marah, tidak ada pula ekspresi panik.

Aneh tidak ada ekspresi panik disaat istrinya sedang memburuk kondisinya,  jadi ada apa dengan suami Mirna sehingga dia tidak bisa mengekspresikan panik atau marah disaat istrinya sudah dalam kondisi yang memburuk (kejang-kejang dan mulutnya mengeluarkan buih), ada apa dengan ekspresinya?

Bayangkan suami Mirna mengantar Mirna ke Olivier Cafe , saat itu Mirna kondisinya sehat, tetapi kemudian mendadak  mendapat kabar istrinya kondisi istrinya sedang buruk, tetapi tidak panik dan tidak marah? Apakah wajar tak ada ekspresi panik ketika orang yang kita sayangi (kita nikahi) dalam kondisi yang buruk (kejang-kejang dan dari mulutnya mengeluarkan buih), apakah itu wajar?

Ketiga. 

Selain itu ahli juga mengatakan bahwa: Seseorang tertentu bisa memodifikasi perilakunya. Yang harus ditanyakan Otto Hasibuan dalam persidangan tadi tetapi kembali terlewatkan adalah:Seseorang tertentu yang ahli maksud itu siapa? Apakah ada potensi terdakwa bisa melakukannya hanya karena bahasa tubuhnya yang aneh menurut ahli. Jika demikian pertanyaannya mudah saya balik. Suami Mirna tanpa ekspresi saat mengetahui kondisi istrinya yang memburuk tapi tak bereskpresi panik atau marah, apakah itu masuk ke dalam kategori ‘’seseorang tertentu’’ yang ahli maksud ? Tapi sayangnya poin penting bagian ketiga ini juga diabaikan oleh Otto Hasibuan.

Keempat. 

Ahli juga dalam pendapatnya tadi menyimpulkan bahwa Jessica waras dan sadar. Maka harusnya pertanyaan dilayangkan Otto Hasibuan adalah: Nah, jika ahli mengatakan demikian, pertanyaannya adalah apakah wajar orang yang waras melakukan pembunuhan berencana di tempat yang ramai dengan menggunakan racun di cafe? Apakah wajar orang melakukan pembunuhan berencana di tempat yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya? Apakah wajar kalau seorang melakukan pembunuhan berencana di meja yang bukan pilihannya (meja nomor 54) ?

Karena yang namanya pembunuhan berencana, pelaku akan terlebih dahulu menentukan tempat dan kondisi yang menurutnya aman  dan tidak berbahaya untuk mewujudkan niat jahatnya tersebut. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah cafe lazim atau wajar dijadikan sebagai tempat pembunuhan berencana? Itulah poin-poin yang bisa meringankan Jessica, tetapi semua poin diatas diabaikan.




[ricky vinando/kompasioner]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment