Friday, July 15, 2016

Teror di Nice Prancis, 80 Tewas, 108 Terluka, dan Strategi Indonesia



Dunia Hawa - Teroris yang warga Nice, keturunan Tunisia, menyerang Nice pada 14 Juli pada Hari Bastille, perayaan Revolusi Prancis 1789. Paling kurang 77 orang tewas dan ratusan orang cedera karena serangan di Nice Prancis. Penyerang melepaskan tembakan dan menggunakan truk untuk menabrak dan melindas ratusan orang di jalanan dan trotoar di tepi pantai. Serangan dilakukan seusai perayaan kembang api di Premonade de Anglais. Serangan ini pun merupakan bukti ISIS mampu melakukan serangan di Eropa sebagaimana diserukan oleh juru bicara ISIS Abu Mohamed al Adnani.

Mari kita telaah lebih jauh serangan yang berlangsung di Nice dengan hati jauh dari senang bahagia suka-cita senang riang menari menyanyi berdansa selamanya senantiasa sambil mendalami motif dan pertentangan nilai di Eropa yang menjadi semakin penting direnungkan sekaligus menjadi pelajaran bagi Eropa dan Indonesia dalam memberantas terorisme.

Di tengah suara musik yang keras, tiba-tiba orang berlarian ke segala arah. Teriakan tangisan dan orang berlarian ke satu arah tanpa tahu yang tengah terjadi. Sebuah truk digunakan dalam melakukan serangan dengan menyapu dan melindas pengunjung di tepi pantai. Saat itu ribuan orang tegah merayakan Hari Bastille. Penyerang akhirnya ditembak mati.

Di dalam truk ditemukan berbagai bahan peledak dan bermacam senjata berat. Serangan di Nice ini menjadi rangkaian serangan dengan sasaran soft target – lokasi yang jauh dari atau lengah dari pengamanan. Tahun lalu serangan di Paris menewaskan ratusan orang termasuk di supermarket, restoran Bataclan.

Serangan di Nice ini sangat mengejutkan dan nampaknya terinspirasi oleh serangan di Kanada, di Timur Tengah.  Bulan lalu, selama Ramadhan Abu Mohamed al Adnani mendorong simpatisan ISIS untuk menyerang target di Eropa dan seluruh dunia. Maka ratusan korban jiwa melayang akibat serangan ISIS di Turki, Bangladesh, Iraq dan Indonesia.

Beberapa serangan dan rencana serangan terhadap Euro 2016 dapat digagalkan. Seorang perencana serangan ditangkap menjelang Euro 2016 dengan 275 kilo bahan peledak, pelontar granat, 100 detonator elektrik, 5 senapan Kalashnikov dan ribuan amunisi. Di Belgia, otak pelaku teror Prancis dan Belgia Saleh Abdeslam yang berhasil ditangkap di Belgia telah dipantau selama 4 bulan sebelum melakukan serangan lebih besar lagi di Eropa. Di Indonesia sebanyak 30 rancangan serangan teroris berhasil digagalkan.

Lalu kenapa serangan demi serangan menghentak Prancis dan dunia?

Intelejen Prancis dan Barat mengidentifikasi, di Prancis terdapat 50,000 simpatisan teroris yang diam-diam mendukung teror. Sebanyak 22,000 orang yang teridentifikasi  memiliki kedekatan dengan teroris. Lainnya, sebanyak 10,500 terkait dengan jihadist dan ISIS. Pemantauan ribuan orang ini tetap dilakukan oleh aparat keamanan di Prancis dan Eropa.

Terorisme di Prancis terkait dengan pertentangan nilai  ISIS dan para pendukungnya dan ideologi Prancis dan Eropa yang menjunjung egalite (persamaan), fraternite (persaudaraan), dan liberte (kebebasan). Pertentangan ini menimbulkan kekerasan.

Nilai-nilai kebebasan, persaudaraan, dan persamaan dalam kemanusian adalah nilai-nilai Eropa yang ditentang oleh ISIS. ISIS mengajarkan ideologi yang mengharamkan kehidupan dan nilai-nilai dan peradaban Barat.

Khusus di Prancis dan Eropa seperti Belgia, banyaknya simpatisan ISIS dan jihadist yang beragam menyulitkan aparat keamanan Prancis. Kehidupan dua dunia antara radikalisme dan kebebasan dan kemanusiaan Eropa pun dijalani oleh para teroris dan simpatisan jihadist seperti Salah Abdeslam dan saudaranya dengan suka clubbing. (Sama halnya penembakan di Orlando oleh Omar Mateen juga mengindikasikan kehidupan yang menyatu.)

Keterlibatan Prancis dan Inggris bersama dengan Amerika Serikat dalam menghancurkan Assad dan Syria, dan menyingkirkan Saddam dan Iraq, menyingkirkan Qaddafi den mendukung pemberontak di Libya, menjadi salah satu sebab maraknya serangan di Eropa oleh ISIS dan jihadist.

ISIS pun muncul akibat kondisi keamanan di Syria, Iraq, dan Libay yang lemah menjadi home ground bagi pelatihan dan semaian terorisme secara global – terutama dengan target Eropa. Di dunia, ISIS membagi sasaran terroris dalam tiga kelompok.

Mereka termasuk (1) target-target terorisme lain adalah Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jerman, Inggris, Prancis, Russia dan Eropa. Kelompok lain (2) yang menjadi target adalah pemerintah Iraq yang mayoriras Syiah, Arab Saudi yang setengah mendukung ISIS dan jihadist serta pengekspor Wahabi, dan Turki yang mendua dalam mendukung ISIS.

Selanjutnya, (3) kelompok negara-negara dengan warga mayoritas atau banyak komunitas muslim yang dianggap tidak mengikuti khilafah dan ideologi ISIS dengan banyak silent jihadist and terror supporters seperti Lebanon, Mali, Tunisia, Maroko, Indonesia, Aljazair, Lebanon, Yordania, Bangladesh, Pakistan, Afghanistan, Somalia, Mesir, Malaysia, Filipina, dan Yaman.

Melihat kompleksitas masalah yakni perang ideologi antara ISIS dan jihadist dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti di Prancis, dan Indonesia dengan Pancasila-nya, maka Prancis telah berupaya mencegah dengan melakukan de-radikalisasi terhadap para jihadist dan melakukan pemantauan gerakan. Namun, mengingat jumlah simpatisan jihadist dan teroris di Prancis dan Eropa, maka aparat keamanan dan intelejen masih tak sepenuhnya berhasil. Ideologi ISIS menyatu dengan sikap dan gaya hidup serta keyakinnan yang sulit diurai. Maka deradikalisasi terhadap para jihadist mengalami kegagalan.

Kondisi yang sama terjadi di berbagai negara seperti Eropa lainnya, Inggris misalnya. Di Indonesia kelompok teroris dan sumber pasokan teroris termasuk keluarganya telah diidentifikasikan dengan jelas. Pun di Indonesia deradikalisasi juga mengalami kegagalan. Terbukti para terpidana teroris melakukan aksinya kembali sekeluar dari penjara.

Maka untuk mencegah teorisme di Indonesia – yang harus dicontoh oleh Eropa dan negara-negara lain, strategi menumpas teroris dengan melakukan tindakan (1) pre-emptive measures dengan memusnahkan dan membunuh tersangka teroris sebelum bertindak, (2) terus membuntuti dan mengamati gerakan para simpatisan teroris, dengan (3) menguatkan intelejen, (4) memantau kantong-kantong terorisme dan kelompok radikal yang sudah terindentifikasi seperti Bekasi, Ciputat, Karawang, Magelang, Medan, Riau, Poso, Temanggung, Malang, Surabaya, Solo, Cianjur, Sukabumi, Jakarta, Bima, Pasuruan, Yogyakarta, Ambarawa, Tegal, Makassar, dan kota-kota lainnya, dan (5) melancarkan kampanye pluralisme dan menjauhkan Wahabisme dari Islam mainstream dan mengawasi gerakan radikal lainnya.

Jadi, Eropa mengalami serangan karena bercokolnya pertentangan ideologi ISIS dan jihadist dan banyaknya simpatisan khilafah di Eropa di tengah nilai-nilai kemanusiaan. Pun serangan di Nice dilakukan oleh warga Nice keturunan Tunisia yang merupakan simpatisan ISIS dan jihadist. Di Indonesia alasan ideologis radikal khilafah berhasil menarik segelintir organisasi dan masyarakat yang telah diidentifikasi dengan baik oleh aparat dan intelejen Indonesia.

Salam bahagia ala saya.


[ninoy n karundeng/kompasioner]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment