Thursday, May 26, 2016

Soal Perkosaan, Kenapa Perempuan Selalu Disalahkan?


Dunia Hawa - Dalam kasus-kasus perkosaan, kenapa perempuan yang sering, atau bahkan selalu, disalahkan? Bukankah mestinya laki-laki bejat itu yang harus dikutuk? Kenapa perempuan yang menjadi korban yang diolok-olok dan bukannya laki-laki si pelaku kejahatan itu yang harusnya dikucilkan? Kenapa sebagian masyarakat malah mencibir perempuan yang diperkosa, bukan laki-laki pemerkosa?

Saya perhatikan misalnya sejumlah pihak, khususnya kaum Muslim "tengil" yang rabun wawasan dan pikun pengetahuan, menuding perempuan tak berjilbab sebagai akar dari pemerkosaan. Dalam logika konyol mereka, kalau perempuan “menutup aurat”, maka pemerkosaan tidak akan terjadi. Ini adalah pendapat ngawur yang tidak memiliki bukti dan reasoning yang memadai. Pemerkosaan dalam banyak hal bukan karena “tubuh yang telanjang” melainkan karena “otak yang kotor”. Ingat dosa bukan karena “daging yang kotor” akan tetapi karena otak, hati, dan ruh kita yang penuh noda. Dengan indah, Paul Evdokimov menulis: “Sin never comes from below; from the flesh, but from above, from the spirit.” 

Jika memang “sehelai pakaian” perempuan yang bernama jilbab, hijab, abaya, burqa, niqab, chador atau apapun namanya bisa menghindari perempuan dari kasus-kasus perkosaan, tentunya kejahatan kemanusiaan ini tidak akan terjadi di negara-negara yang mengatur ketat soal tata-busana perempuan. Tapi faktanya kasus-kasus perkosaan banyak terjadi di negara-negara berbasis Muslim seperti Pakistan, Afganistan, Mesir, Suriah, Sudan, Yordania, Saudi, dlsb, bukan hanya di negara-negara “non-Islam” saja. 

Seperti telah dicatat oleh Revolutionary Association of the Women of Afghanistan (RAWA), salah satu lembaga perempuan berpengaruh di Afganistan, sepanjang kekuasaan rezim Islamis-ekstrimis Taliban sejak 1994 telah terjadi ribuan kasus perkosaan, termasuk perkosaan terhadap anak-anak. 

Di Mesir, kasus perkosaan juga sangat tinggi yang menurut data dari Kementerian Dalam Negeri mencapai 20,000 kasus per tahun. Bahkan menurut sejumlah tokoh dan aktivis perempuan Mesir seperti Engy Ghoslan (pendiri Egyptian Center for Women’s Rights) atau Mona Eltahawy, kasus-kasus perkosaan di Mesir bisa mencapai 200,000 per tahun, 10 kali lipat dari data yang disajikan oleh Kementerian Dalam Negeri Mesir. Pada waktu “Revolusi Mesir” 2011 lalu, juga telah terjadi ratusan kasus “perkosaan perempuan di ruang publik”. Pada tahun 2008, Egyptian Center for Women’s Rights mengadakan survei nasional tentang perkosaan dan pelecehan seksual, dan hasilnya sangat mengejutkan: lebih dari 83% perempuan di Mesir mengaku pernah mengalami pelecehan seksual. Bahkan data dari United Nations Entity for Gender Equality tahun 2013 menyebut lebih dari 90% perempuan di Mesir mengalami berbagai bentuk kekerasan dan pelecehan seksual. Karena tingginya kasus perkosaan ditambah dengan tak terhitungnya peristiwa kekerasan dan pelecehan seksual ini, sejumlah tokoh di Mesir menyebut perkosaan sebagai “kanker sosial” dan hijab penutup aurat tidak mampu mencegah para lelaki bejat. 

Bukan hanya Mesir dan Afganistan saja, di “negara-negara hijab” lain juga sama. Bukan rahasia lagi jika di “negara-negara konflik” seperti Irak dan Suriah telah terjadi ribuan kasus perkosaan atas perempuan berhijab (lagi-lagi, sialnya, termasuk anak-anak) yang dilakukan oleh para lelaki dan milisi Islamis-jihadis yang mengaku “menegakkan Islam” itu. Data tentang perkosaan di Irak maupun Suriah ini pernah ditulis dengan baik oleh Lauren Wolfe di The Atlantic dan juga dicatat oleh Euro Mediterranean Human Rights Network. Di Arab Saudi juga pernah terjadi kasus heboh “perkosaan massa” pada tahun 2006 dimana seorang perempuan Saudi diperkosa oleh tujuh laki-laki Saudi. Peristiwa heboh yang populer dengan sebutan “Kasus Perkosaan Qatif” ini berakhir pada hukuman cambuk dan penjara bagi pemerkosa.   

Apa yang saya tulis ini hanyalah sekedar contoh kecil untuk menegaskan bahwa perkosaan dan pelecehan seksual bukan karena “tubuh perempuan yang telanjang” melainkan karena “otak laki-laki yang kotor-njetor.” Ditutup serapat apapun tubuh perempuan tetap saja akan diganggu oleh laki-laki yang berotak ngeres dan berjiwa kotor seperti got empang. Bukan aurat perempuan, melainkan sahwat bejat laki-laki yang menyebabkan perkosaan dan kekerasan seksual. 

Jabal Dhahran, Arab Saudi

[prof. sumanto al qurtuby]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment