Thursday, May 26, 2016

Kebodohan dan Kebencian


Dunia Hawa - Seseorang memasang bom di badannya. Kemudian ia pergi ke tengah kerumunan, lalu meledakkan diri. Ia mati, sekaligus ia membunuh sejumlah orang lain yang sama sekali tidak ia kenal. Ia begitu membenci orang-orang itu sampai ia tega membunuh mereka. Bahkan untuk bisa membunuh mereka, ia pun rela mati. Adakah kebencian yang lebih tinggi kadarnya dibanding dengan kebencian seperti ini?

Mengapa bisa membenci demikian parah? Orang-orang yang ia benci dan ia bunuh itu adalah orang-orang yang sama sekali tak ia kenal. Hidup dia tidak berinteraksi dengan hidup orang-orang itu secara langsung. Seharusnya tidak ada gangguan antara satu dengan yang lain. Lalu, apa pasalnya?

Orang itu diajarkan untuk membenci. Sumber ajarannya ada pada sejarah belasan abad yang lalu. Orang di masa itu punya sejarah konflik, atau memerlukan suatu ajaran untuk bertahan hidup. Karena kebodohan, situasi itu tidak sanggup dicerna oleh sekelompok orang saat ini. Mereka mengira permusuhan itu abadi sifatnya, atau harus diabadikan. Maka ia mengajarkan kebencian dan permusuhan. Yang menerima ajarannya adalah orang bodoh yang juga tak mampu memeriksa kebenaran ajaran. Maka ia ikut membentci.

Kebodohan menyebabkan kebencian. Lalu kebencian membuat orang jadi bodoh. Orang tak mau lagi berpikir panjang. Atau tak sanggup lagi. Kebodohan itu membuat ia makin membenci. Jadilah lingkaran setan kebodohan-kebencian. Kebodohan menguatkan kebencian, dan kebencian menguatkan kebodohan. 

Tugas kita semua adalah memutus mata rantai kebodohan itu.

Pertama dengan membangun kesadaran bahwa perbedaan tidak sama dengan permusuhan. Kita berbeda, tapi tidak bermusuhan. Kita tidak boleh membenci orang-orang yang berbeda dengan kita. Khususnya berbeda iman. Orang yang berbeda iman bukanlah target yang harus dimusuhi. Juga bukan target yang harus kita ubah agar menjadi sama dengan kita.

Kedua, berbeda dengan kita bukanlah kehinaan. Tidak perlu menghina mereka, juga tidak perlu mengarang-ngarang alasan untuk menghina mereka. Tidak perlu pula mengarang-ngarang fakta untuk membuktikan bahwa mereka itu hina.

Perbedaan iman hanyalah perbedaan pilihan soal siapa yang mau kita sembah, dan bagaimana cara kita hidup. Tak lebih dan tak kurang. Jadi, harus kita anggap biasa saja.

[hasanudin abdurakhman]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment