Tuesday, April 12, 2016

Sejarah Muhammad SAW Tentang Perang Melawan Orang Kafir

Piagam Madinah

Dunia Hawa - Seorang teman dan sekaligus tetangga ngajak saya ngobrol tentang  sejarah Islam. Ia memang suka ngobrol apa saja, politik, ekonomi,agama dan sebagainya. Biasanya saya melayani pembicaraannya disertai  sejumlah argumen. Dia bisa setuju atau terdiam karena masih mikir. BIsa juga  kami tidak sependapat.

Teman saya menyebutkan ayat-ayat dalam surat al-Kafirun yang berisi penjelasan tentang orang kafir. Kesimpulannya, Ahok adalah orang kafir yang tidak boleh dipilih oleh muslim untuk menjadi pemimpin.

Saya sampaikan kepadanya bahwa ayat-ayat tentang orang kafir dalam surat itu bukan ditujukan kepada pemeluk Yahudi atau Kristen. Yang dimaksud dengan orang kafir pada surat itu adalah orang-orang Mekkah penyembah berhala yang memusuhi serta menyiksa orang-orang Islam.

Jadi yang dimaksud orang kafir pada surat al-kafirun, adalah orang-orang kafir di Mekkah. Keberadaan kaum kafir Mekkah yang memusuhi dan fmengobarkan perang terhadap Nabi Muhammad dan pengikutnya di Madinah  berlangsung selama 8 tahun.   Tiga kali pasukan Kafir Mekkah menyerang kota Madinah, yang dalam sejarah disebut Perang Badar, Perang Uhud dan Perang Khandak.

Akan tetapi pada tahun 630, Nabi Muhammad mengubah strategi perang. Dari perang  bertahan (defensive) menjadi  perang offensive, menyerbu pasukan kafir Mekkkah langsung di kandangnya. Maka Nabi Muhammad membawa 10.000 pasukan untuk menaklukkan Mekkah.  Pasukan kafir Mekkah berhasil ditaklukkan. Mereka menyatakan tunduk dan masuk Islam. Seluruh berhala di masjid haram dihancurkan.   Dengan demikian, orang kafir Mekkah itu sudah tidak ada lagi, dan tidak ada lagi orang yang boleh disebut kaum kafir. Masalahnya, dua tahun setelah pendudukan kota Mekkah, Nabi Muhammad wafat.

Teman saya itu terdiam dan mungkin ia masih mikir atau tidak setuju dengan pendapat yang saya sampaikan.

Setiap muslim sebenarnya perlu mempelajari sejarah Nabi Muhammad. Terutama sejak beliau hijrah (pindah) ke kota Madinah, karena ancaman pembunuhan  oleh orang kafir Mekkah pada 622 M.  Sewaktu sampai di Madinah, beliau melihat penduduk kota Madinah terdiri dari beragam suku dan agama. Ada 3 kelompok penduduk beragama Yahudi, yaitu Bani Nadhir, Bani Qainuka dan Bani Khuraizah, masing-masing memiliki komplek pemukiman sendiri-sendiri. Lalu ada penduduk pribumi Madinah yang belum beragama. Ada pula sejumlah komplek gereja Kristen. Dan terakhir adalah umat Islam yang melakukan hijarah bersama Nabi Muhammad dari Mekkah.

Nabi Muhammad tidak memandang kelompok-kelompok suku dan agama itu sebagai musuh. Nabi Muhammad justru mengajak mereka untuk membangun kerjasama dan tolong menolong. Setelah melakukan musyawarah berkali-kali dengan setiap kelompok agama dan suku,  akhirnya dicapai kesepakatan bersama untuk saling tolong menolong, termasuk berperang bersama melawan musuh yang datang menyerang. Kesepakatan itu ditandatangani oleh pemimpin setiap kelompok agama, dan diberi nama Piagam Madinah.  

Untuk beberapa lama, tidak ada konflik horinzontal yang terjadi di Madinah.  Kalau ada kelompok yang mengkhianati perjanjian itu,  maka kasus itu akan dibawa ke persidangan majelis hakim untuk memutus perkara tersebut.

Tetapi orang-orang Yahudi dalam satuan kelompok masing-masing mulai berkhianat. Ada pemberontakan yang dilakukan oleh Bani Qainuka yang berakhir dengan pengusiran mereka dari Madinah. Lalu Bani Nadhir terungkap merencanakan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad dan hukumannya juga diusir dari kota Madinah. Terakhir, Bani Khuraizah berkianat pada saat berlangsung Perang Khadak, mereka ikut memerangi pasukan Islam.

Nabi Muhammad tidak menggeneralisir pengkhianatan umat Yahudi tersebut. Kasus pengkianatan mereka disidangkan secara kasus per kasus dan seadil-adilnya. Akhirnya Nabi Muhamad memutuskan untuk menghentikan perlawanan umat Yahudi,  tidak lama setelah Perang Khandak yang merupakan koalisi kafir Mekah dan Yahudi dari Khaibar.

Nabi Muhammad membawa pasukan untuk menaklukan kota Khaibar, pusat permukiman Yahudi di Jazirah Arab. Setelah berhasil ditaklukan, Nabi Muhammad mengrim surat kepada seluruh pemimpin Yahudi yang bermukim di Jazirah Arab. Kepada mereka ditawarkan untuk menyerah dan tunduk kepada Islam, atau menghadapi penyerbuan pasukan Islam. Semuanya menyerah dan mengaku tunduk dengan kewajiban membayar jizyah serba separo hasil pertanian mereka dikirim ke Madinah.i

Setelah pengakuan tunduk itu, terciptalah perdamaian antara umat Islam dan Yahudi,  yang berlangsung sejak 631 M sampai dengan pecahnya perang Arab – Israel pada 1948. Orang-orang Yahudi menjadi warga Negara ahlu zimmi, yang artinya berada dalam perlindungan kekhalifahan Islam.

Selama 1316 tahun Islam dan Yahudi bersahabat, senasib sepenanggungan. Pada waktu kota Yerusalem diduduki pasukan Salib, umat Islam dan Yahudi menjadi sasaran pembantaian. Pada saat Islam kalah di Spanyol, umat Islam dan Yahudi menolak masuk Kristen dan mereka berangkat bersama-sama meninggalkan Spanyol ke kerajaan Islam yang masih Berjaya di kawasan Timur Tengah.

Berpijak dari sejarah Nabi Muhammad itu, saya menjadi heran, kenapa di zaman modern ini, sentimen anti Kristen dan agama minoritas masih ditiupkan dan dibesar-besarkan oleh pemimpin Islam beraliran radikal. . Apalagi di Jakarta, semua suku bangsa dan agama hadir dan saling berinteraksi.

Jadi sangat tidak relevan bagi kita untuk menunjuk pengikut agama lain sebagai kafir. Nabi Muhammad saja tidak pernah menunjuk pemeluk Yahudi dan Kristen sebagai orang kafir. Bahkan di dalam al-Quran terdapat ayat yang berisi janji Tuhan kepada seluruh pemeluk agama (Yahudi, Kristen, Islam dan agama lainnya yang disebut shabiin), selagi mereka mempercayai adanya Tuhan dan senantiasa  beramal saleh, mereka akan mendapatkan pahala dan mereka tidak perlu takut dan bersedih (QS/2:62.)

[M. Jaya Nasti]
M.Jaya Nasti

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment