Monday, April 18, 2016

Membabibuta, Harry Tanoe Serang Ahok, Jokowi Ingatkan Media


Dunia Hawa - Di saat begitu panasnya berita Ahok melawan DPRD, KPK kemudian (saat ini) BPK, tentu saja masyarakat berharap menemukan berita objektif yang disampaikan para jurnalis dengan tidak menilai yang berlebih-lebihan terhadap kebenaran antara Ahok dan para lawan politiknya. Naturalisasi sebuah berita sangat penting agar tidak menyebabkan "Chaos" terjadinya ledakan emosi sebagian masyarakat.

Kebohongan dan kepalsuan sebuah informasi tidak hanya merugikan individu dan lembaga tertentu tapi juga mempengaruhi elektabilitas negara, mempengaruhi index perekonomian dan merusak tradisi politik. Bagi sebagian masyarakat hal tersebut tidak penting, tapi sangat berpengaruh bagi kaum minoritas yang pernah "trauma" kejadian Mei 1998, dimana masa menjadi tidak terkendali, apalagi perseteruan Ahok ini selalu digiring pada sensitifitas etnis, agama dan kultur budaya.

Terkait perseteruan Ahok, beberapa media "Konyol" demi menaikan ratting, memang sering mengabarkan informasi berita palsu dan tidak mendidik, diantaranya web atau situs abal-abal yang namanya tidak terkenal. paling mengerikan tentunya bila berita tersebut disampaikan media ternama yang terus-menerus menyebar berita konyol mengandung “pesan” kebencian dan penuh dendam, dalam hal ini contohnya OkeZone, simak judul beritanya yang mengguncang :

"Komisi III DPR: Seharusnya Ahok Menghormati Keputusan BPK

"Adik Ahok Sempat Diajukan Jadi Notaris Pembelian RS Sumber Waras

"Ngotot Teruskan Proyek Reklamasi, Ahok Bisa Dipidanakan

"Jokowi Lindungi Ahok, Fadli Zon: Harus Dibantah oleh Presiden

"Suka Main Gusur, Warga Malas Pilih Ahok di Pilgub

"Semprot Ahok, Menteri Tjahjo : Mulutmu Harimau Mu!

"61 Persen Responden Polling Percaya Ahok Terlibat Korupsi

"Keegoisan Ahok Buat Warga Pasar Ikan Tinggal di Perahu

Dan masih banyak lagi judul-judul berita di OkeZone yang menebar kebencian terhadap Ahok.

Usut punya usut, analisa sebuah Akun Dede Budhyarto @kangdede78, menjelaskan dua penyebab Harry Tanoe dendam kesumat terhadap Ahok, Pertama persoalan sebidang tanah di Kemang yang diinginkan oleh Harry Tanoe, padahal lahan tersebut jauh-jauh hari sudah disiapkan Ahok untuk ruang terbuka hijau. 


Kedua mengenai proposal Harry Tanoe yang menginginkan pemasangan iklan di 2000 titik di sekitar halte Busway, dengan janji (kepada Pemprov DKI) membayar sewa pertitik 5jt/tahun, prioritasnya 1000 titik dahulu, 1000 titik lainnya diminta Harry kepada Ahok agar tidak jatuh ke tangan orang lain.

Ahok kemudian menyelidiki Proposal tersebut, Harry Tanoe pada kenyataannya sudah menggandeng perusahaan periklanan dari Prancis untuk proyek iklan dengan nilai jual per titik iklan mencapai Rp. 100 juta. Mendengar informasi itu Ahok menjadi murka dan membatalkan semua proyek yang berhubungan dengan Harry Tanoe. semenjak itulah bibit-bibit kebencian dan dendam kesumat mulai muncul, secara membabibuta Harry Tanoe memerintahkan seluruh awak media dibawah naungan MNC Group untuk menyerang Ahok habis-habisan.

Tentu saja dalam menyampaikan validalitas berita, seharusnya tidak disertai pengaruh yang menggiring pembaca pada suatu kesimpulan dan kebencian terhadap pihak tertentu, berita tentu jauh berbeda dengan Opini, berita hanya “Menyampaikan”sedangkan Opini memberi nilai lebih pada point pembahasan, sungguh memalukan bila media sekaliber MNC Group menyajikan berita abal-abal yang kontraproduktif ditengah informasi yang sedang panas. padahal jauh-jauh hari Presiden Jokowi telah mengingatkan (Pada hari Pers Nasional 2016) akan pentingnya peran media bagi masyarakat, alasannya media dan pers bisa mempengaruhi moral, karakter, mentalitas dan moralitas masyarakat.

Kebencian Harry Tanoe terhadap Ahok seperti tangisan anak mama yang merengek tidak diberi permen, akhirnya publik mengetahu karakter asli MNC Group yang sebenarnya, bukan lagi sekaliber media yang satu level dengan Kompas dan Tempo tapi prosentasinya sudah terjerambab jauh pada titik “abal-abal”. Dari perseteruan Ahok-Harry juga menyimpulkan beberapa point, Ahok tidak sepenuhnya didukung oleh etnis yang sama, tidak dibela oleh yang beragama sama, tidak didukung oleh kaum bangsawan seperti yang selama ini diduga masyarakat.

[asep bahtiar padeglang/ kompasioner]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment