Saturday, March 19, 2016

Bahasa Pakde


Dunia Hawa – Memang menarik cara pakde Jokowi ketika ingin menyatakan sesuatu. Dia seperti es beku yang tidak pernah mencoba menarik perhatian melalui kanal2 media, apalagi memanfaatkan medsos sebagai ajang pertarungannya.

Ingat ketika sidang MKD DPR, pakde malah memanggil sejumlah pelawak makan bersama dan tertawa bersama. Dan serentak masyarakat menghubungkannya dengan situasi sidang dimana pakde sama sekali tidak memandang serius sidang tersebut dan menyindirnya melalui “lawakan istana”.

Kali ini, untuk menampar sang mantan yang selalu mengadu di medsos dengan gaya prihatinnya, pakde cukup datang ke hambalang dan geleng2 kepala melihat kondisi proyek 2,5 trilyun yang memenjarakan banyak petinggi demokrat yang dulu pamer di TV meneriakkan “katakan tidak pada korupsi”. Sebuah gaya bahasa yang cukup efektif menohok sang mantan yang sedang tour de java mempersiapkan istrinya untuk menjadi “Hillary Clinton Indonesia”.

Maka ributlah dunia medsos sambil melirik sang mantan yang kadung kecuprut menyatakan bahwa menteri2nya kompak pada eranya, maksudnya kompak di penjara.

Sang mantan pasti sedang mencak2 jumpalitan sambil mengisi batre kipas angin kecil yang biasa dipake untuk mengipasi punggung cinta sejatinya. “Kurang ajar.. Kering kerontang tapi tamparannya cetar..” Mungkin begitu gumamnya. Untuk menenangkan hatinya, bisa saja satu album lagi keluar.

Perang urat syaraf ini memang menggelikan. Yang satu berharap mendapat simpati dengan mengingatkan rakyat “hasil kerjanya dulu”, satunya lagi cukup berdiri di depan hasil kerja itu dan geleng2 kepala, “Oh ini toh yang dinamakan kerja..”

Ibarat di ring tinju, sang mantan berusaha terus melayangkan hook kiri, hook kanan disambung dengan jab2 yang mematikan tetapi karena sudah lama tidak push up, akhirnya hanya meninju angin. Sedangkan pakde dengan gaya Ip man, cukup senyum dan mengambil kemoceng, sekali sebat, merah hidungnya dan mulutnya penuh dengan bulu ayam.

Langkah2 cerdas seperti inilah yang menjadi hiburan berkelas masyarakat. Tidak perang opini yang diliput media massa dan kemungkinan besar diplintir2 oleh wawancara pesanan. Tidak banyak bicara tetapi telak mengena.

Entah yang pintar pakde atau tim di belakang layarnya, tapi mereka pasti satu kesatuan. Tanpa karakter pakde yang kuat, strategi apapun sulit untuk mengena sasaran.

Untung saya tidak sedang ngopi sambil ngemil tahu isi bersama pakde. Saya pasti di plokotho, disuruh cerita terus sedangkan pakde diam2 menghabiskan tahu isinya.

Dan sialnya, pasti saya yang disuruh bayar semua…. Kalau itu terjadi, saya akan cari siapa tim di belakang layarnya. Enak saja, hutang saya jadi nambah..

[denny siregar]




Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment