Monday, February 29, 2016

Pakde Jokowi, Tolong Anak-anak Kami




Era Soeharto meski meninggalkan jejak berdarah, juga meninggalkan jejak yang baik. Begitu kuatnya nasionalisme ditanamkan sejak dini. Upacara bendera di sekolah2, lagu2 kebangsaan, pemasangan bendera saat hari perjuangan benar2 dipaksakan. Tidak ada yang berani melanggar, karena akan dituding PKI dan kata PKI adalah momok yang menakutkan.

Lepas era Soeharto, perlahan2 terkikis juga nasionalisme. Semua bicara reformasi tanpa perduli bahwa reformasi harus ada dasar, tanpa itu reformasi seperti terop kawin yang terbang kena badai.

Saat itu pelan2 masuklah kembali paham Negara Islam, paham lama yang dimodifikasi dan diusung pihak yang beragam. Hormat bendera menjadi haram, pancasila di musrik-kan dan tumbuhlah organisasi2 radikal yang ke-arab2an meng-klaim bahwa Islam harus seperti mereka.

Lihatlah buku2 pelajaran. Islam digambarkan berjenggot dan celana cingkrang, seolah2 begitulah seharusnya seorang muslim. Sibuk di aksesoris dan ritual dengan meninggalkan konsep “paham”. Pengajian2 dibangun dimana2 untuk merekrut kader2, bukan lagi sebagai tempat pengisian jiwa. Masjid2 dibangun sebagai tempat berkumpul ideologi bukan lagi sebagai “rumah” Tuhan.

Belasan tahun mereka membangun itu sejak jatuhnya rezim Soeharto dan hasilnya mulai terlihat sekarang.

Seorang bupati dikejar2 ormas tanpa perlindungan aparat. Seorang walikota melindungi ormas yang menentang Pancasila bahkan meresmikan kantornya . Seorang Gubernur duduk bersila dibawah kaki negara Saudi, mengemis minta dana dengan mem-fitnah. Seorang Gubernur bagus diserang karena “kafir” dan tidak boleh memimpin “muslim”.

Nasionalisme yang dibangun kuat oleh Soeharto luntur, seperti bedak terkena hujan. Kikisan2nya menggoyahkan pondasi kenegaraan. Mereka sudah sangat terbuka, terang2an menuding dasar negara dan menuntut di bentuknya negara khilafah,

Sudah saatnya Pakde melibatkan penuh NU dan Muhammadiyah dalam meramu konsep pelajaran Islam di sekolah2. Sertifikasi guru2 agama di sekolah, juga ustad2 dan pelaksanaannya di berikan kepada 2 organisasi itu, bukan MUI, sehingga mereka punya koridor nusantara dalam mengajar, bukan koridor timur tengah.

Galakkan kembali hormat bendera dan gaung Pancasila. Jika perlu, paksa sebagai sebuah kewajiban. Sekolah negeri yang tidak melaksankan, beri sanksi. Pakde sudah bagus menyuruh media TV memutar lagu2 nasional, tetapi itu jangan dijadikan konsep “jika media TV berkenan”, tetapi harus jadi kewajiban, seperti hal-nya masa Soeharto dulu mewajibkan setiap jam ada berita nasional di semua radio2. Ancam cabut ijinnya jika menentang.

Pakde, nasionalisme kita sedang dirongrong, banyak pejabat yang main serong, jangan pakai tendangan memutar lagi untuk ini tapi sudah harus gunakan kungfu peremuk tulang.

Nasionalisme harus dipaksakan sejak kecil, supaya besar nanti anak2 kami tidak mudah dikadalin radikalis berdagu sarang lebah dan bersorban. Pakde, nasionalisme anak2 kami terancam.

Pakde, tolong kami…. Masak harus Batman yang turun tangan ? Batman hanya bisa bergerak di kegelapan, dan itupun kudu ada kopi dan tahu isi sebagai suguhan.

Nb :

Kucing kurus mandi di papan. Pakde kurus tapi orangnya tampan. *

*agak menjilat supaya nanti diundang makan2*

[denny siregar]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment