Thursday, February 25, 2016

Adil Terhadap Ahok



Dunia Hawa - Saya pernah menjadi bagian dari penghuni diskotek Stadium. Masuk Jumat dan keluar Senin pagi, adalah kebiasaan yang terus dilakukan berbulan2 lamanya. Stadium adalah diskotek 24 jam tanpa henti dan beroperasi 16 tahun lamanya.

Mau jenis narkoba apa saja disana ada, dan yang paling marak adalah ekstasi yang biasa disebut ineks atau cece. Selain itu prostitusi adalah hal yang biasa. Gadis2 muda mendaftar dari penjuru daerah untuk menjadi PSK kelas menengah. Mereka menawarkan dirinya dengan harga short time Rp. 200 ribu belum termasuk kamarnya.

Stadium adalah tempat tanpa hukum. Entah sudah berapa orang yang mati disana. Mulai dari overdosis sampai perkelahian. Tidak ada yang namanya Razia disana. Semua bebas, semua terasa aman.

Dan pada masa Ahok menjadi “Gubernur” definitif-lah Stadium bisa ditutup. Penutupan itu dipicu oleh tewasnya seorang Bripka karena overdosis.

Penutupan Stadium di kawasan Hayam Wuruk itu, menimbulkan kemarahan banyak pihak. Data2 dibeberkan ketua asosiasi hiburan malam, bahwa penutupan ini mengakibatkan pengangguran 300 karyawan. Belum lagi ancaman2 yang mencoba melemparkan kenapa diskotek ABCD tidak ditutup ? Kenapa hanya Stadium ?

Ketika mendengar Stadium ditutup, disitulah kekaguman saya pada Ahok muncul. Saya tahu bahwa di belakang Stadium banyak “orang kuat”nya mulai dari pengusaha sampai aparat. Dan keberanian Ahok menutupnya, adalah sebuah langkah maju bagi pemprov DKI bahwa mereka bisa sangat tegas, asal pimpinannya benar.

Yang saya pelajari, untuk menutup sebuah tempat yang sudah diberi izin dan dibekingin segitu lamanya, harus ada alasan kuat untuk menutupnya. Tidak bisa sembarangan, karena akan menuai tuntutan hukum kepada pemprov.

Kalijodo saja yang kelas menengah bawah bisa membeli pengacara, apalagi yang sekelas Alexis yang ketika sudah di dalam harus keluar uang minimal 5 juta rupiah. Penutupan Stadium dengan tewasnya seorang bripka adalah kerjasama pemprov dan kepolisian yang mempunyai kepentingan bersama. Tanpa ada “alasan kuat” siap2 aja pemprov DKI di tuntut karena sewenang2.

Jadi sulit sekali membandingkan Kalijodo dengan tempat hiburan malam yang ditengarai prostitusi seperti Alexis. Alasan yg paling kuat thd Kalijodo bukan di prostitusinya, tetapi karena mereka menempati Ruang Terbuka Hijau, tanah milik Pemprov DKI yang akan di gunakan sesuai fungsinya. Sedangkan Alexis dan tempat hiburan malam lainnya belum ada alasan yang kuat yang bisa dijadikan momen untuk mencabut ijinnya. Kecuali misalnya, seorang mati ketika sedang dipijet oleh seorang wanita uzbekistan yang bertubuh semampai dan bertangan kekar.

Harus dicari celahnya.

Nah, yang menarik adalah semua masalah itu dilempar ke Ahok. Mereka sama sekali tidak membahas polah Gubernur2 sebelumnya, “Kenapa tempat hiburan malam seperti itu terus mendapat ijin, bahkan seolah2 mereka itu mendapat payung dari Pemprov DKI ?”

Ahok itu membereskan banyak hal yang ditinggalkan. Dan itu harus satu demi satu, tidak bisa – cling – selesai semua. Dia mencari titik2 lemahnya dulu supaya bisa di eksekusi. Tetapi kalau masalah berani, dia pasti berani wong Stadium aja dia tutup. Itu menunjukkan dia sebenarnya ga kenal kompromi.

Ahok bukan Batman yang celana dalamnya di luar. Ahok juga gak suka kopi tapi mungkin suka tahu isi. Jangan terlalu berharap banyak padanya, tetapi meng-apreasiasi langkah2nya yang baik adalah bukti bahwa kita adalah manusia yang adil dalam berfikir. *menghilang di kegelapan tanpa sadar celana dalam tertinggal*

[denny siregar]

Baca juga :
Aji Mumpung Ala Gibran


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment