Friday, May 19, 2017

Presiden Bilang “Gebuk!” Kelompok Radikal dan Khilafah Langsung Bungkam


DUNIA HAWA Pilkada DKI telah usai, beberapa cerita mengerikan sudah kita lewati, dan sebagian sempat menjadi tanda tanya apakah ini bisa selesai atau akan memecah belah bangsa kita?

Seperti yang kita ketahui bersama, pada Pilkada DKI, ada beberapa elemen yang bersatu dengan masing-masing agenda atau kepentingannya. Mereka bergabung karena memiliki momentum yang kuat untuk dimanfaatkan, kemudian menarik massa sebanyak-banyaknya. Tak ada yang menyangka kalau PKS, HTI, FPI, FUI bisa bergabung satu langkah untuk turun ke jalan; mendemo Ahok

Tak hanya ormas dan partai saja, tokoh-tokoh politik juga ikut andil di dalamnya. Tak perlu lah saya sebutkan nama-namanya, intinya kita semua sudah tahu mereka-mereka yang ikut turun ke jalan untuk berdemo.

Kebencian terhadap Ahok tidak hanya soal karena dia China dan kafir, tapi juga karena kebijakan-kebijakannya menyulitkan banyak pihak yang selama ini nyaman dengan perilaku korup. Dan kebetulan ada Pilkada, sehingga lawan-lawan politiknya juga ikut memanfaatkan kesempatan tersebut.

Mereka yang tak membenci Ahok, juga ikut memanfaatkan kesempatan ini untuk mendemo Jokowi. Inilah kenapa ada seruan “lengserkan Jokowi.” Siapa mereka? tentu saja kelompok yang gagal move on, kelompok barisan sakit hati yang sejak 2014 sudah berharap Presiden Jokowi lengser atau dimakzulkan.

Saya melihat semua kelompok yang tergabung ini, mereka semua tidak melihat bahaya luar biasa yang mengancam negeri ini. Bukan sekedar soal makar, tapi tentang mengubah sistem negara kita menjadi khilafah. Mereka tampak tak peduli dengan agenda besar ini dan yang merupakan penyumbang massa terbanyak dalam aksi 411 ataupun 212.

Mereka hanya berpikir soal uang dan kekuasaan. Tanpa mau berpikir atau mengukur diri, jika negeri ini chaos, apakah mereka masih mampu mengendalikan kelompok-kelompok lainnya? Terutama kubu pro khilafah.

Situasi yang panas ini berhasil membuat banyak investor menahan dananya untuk masuk ke Indonesia, hold. Beberapa orang juga berpikir ini adalah awal dari kehancuran NKRI. Seruan-seruan khilafah menggema di mana-mana, bahkan diikuti oleh beberapa tokoh-tokoh nasional.

Kepercayaan diri para kelompok radikal dan pro khilafah yang tidak mengakui pemerintah Indonesia, serta ingin mengubah UUD45 dan Pancasila semakin meningkat karena mereka berhasil berkumpul dalam jumlah yang sangat besar. Dan kitapun bertanya-tanya “ada apa dengan negeri ini? di mana Presiden?”

Tiga hari yang lalu, tanpa disangka-sangka Presiden Jokowi hadir melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh lintas agama dan memberikan pernyataan pers. Sangat lantang pernyataannya:

“Semua orang Indonesia adalah saudara sebangsa. Jika dalam beberapa waktu terakhir ini ada gesekan antarkelompok dalam masyarakat, mulai saat ini saya meminta hal-hal tersebut untuk segera dihentikan!

Jangan saling hujat karena kita adalah saudara. Jangan saling menjelekkan karena kita ini adalah saudara. Jangan saling fitnah karena kita ini adalah saudara. Jangan saling menolak karena kita ini adalah saudara.

Saya telah memerintahkan kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk tidak ragu-ragu menindak tegas segala bentuk ucapan dan tindakan yang mengganggu persatuan dan persaudaraan. Yang mengganggu NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Yang tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi upaya kita bersama.”

Tak cukup sampai di situ, hari ini Presiden kembali memberikan pernyataan yang sangat keras. “Sekali lagi, negara Pancasila itu sudah final. Tidak boleh dibicarakan lagi. Kalau ada ormas yang seperti itu (mengganggu ideologi Pancasila), ya kita gebuk!”

Jokowi Angkat Bicara, Kelompok Radikal dan Khilafah Bungkam


Pernyataan-pernyataan keras Presiden Jokowi belakangan ini rupanya berhasil membungkam kelompok radikal dan khilafah. Jika dulu kita kerap disuguhi gerakan bela Islam, bela ulama dan seterusnya, sekarang rasanya sudah tak terdengar lagi. Bahkan kalaupun ada banner aksi-aksian, mereka tak lagi berani turun ke jalan.

Suara-suara penolakan terhadap pembubaran HTI pun hanya mendapat penolakan dari segelintir pengurus HTI saja. Tak ada yang berani ikut membela HTI dan kemudian menyalahkan Presiden Jokowi. Malah ketua umum PBNU secara terbuka mengucapkan terima kasih terhadap pemerintah karena mau membubarkan HTI. Bahkan FPI yang sebenarnya sempat bersama-sama dalam romantika parade tauhid ataupun aksi-aksi togel, dengan tegas menyatakan bahwa FPI berbeda dengan HTI.

Seketika, suara-suara pro khilafah juga berangsur luntur. Tak ada perlawanan, tak ada yang berani melawan pernyataan Presiden Jokowi. haha luar biasa.

Kecerdasan Jokowi


Pernyataan yang sangat keras seperti di atas sebenarnya sangat beresiko untuk diucapkan oleh seorang Presiden. Pembubaran HTI pun sebenarnya sangat beresiko, mengingat kelompok mereka sudah cukup besar dan memiliki dukungan dari banyak pihak. Tapi dua keputusan tersebut nyatanya tak mendapat perlawanan yang serius.

Saya melihat ini karena Presiden berhasil memainkan tempo dan menganalisis situasi. Andai Presiden memberikan pernyataan “gebuk!” saat masih aksi 411, mungkin sekarang beliau sudah lengser. Andai pemerintah membubarkan HTI saat masih aksi 411, 212 atau saat masih ramai-ramainya Pilkada DKI, pasti lawan politiknya sudah mengusulkan pemakzulan, memanfaatkan emosi massa yang terkumpul.

Tapi Presiden Jokowi memilih sabar. Dengan telaten meminta Jenderal Tito dan Gatot untuk bertahan mengayomi masyarakat. Mereka berdemo, Polisi diminta tidak melawan sedikitpun. Berkorban. Banyak korbannya, ada yang kepalanya bocor dan luka-luka karena aksi tusuk-tusukan oleh massa GNPF menggunakan bambu pengikat bendera.

Dan sekarang ini pemerintah ambil tindakan tegas. Presiden tak tanggung-tanggung dalam memilih kata, “gebuk!”

Ini merupakan pelajaran penting bagi kita semua. Bahwa keputusan untuk melawan, seharusnya diikuti oleh kondisi yang mendukung. Jika tidak, itu akan berbalik menyerang diri kita sendiri.

Presiden Jokowi sengaja menunggu Pilkada dan vonis Ahok usai, untuk balik melawan radikalisme dan pro khilafah demi mempertahankan NKRI. Presiden sepertinya sangat sadar bahwa kelompok-kelompok radikal dan pro khilafah tidak akan berkutik, dan bukanlah siapa-siapa jika tanpa dukungan politik dan logistik…Begitulah kura-kura.

@alifurrahman


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment