Friday, April 28, 2017

Negara Tidak Boleh Keok Dengan Ormas Radikal HTI, FPI, GNPF-MUI, FUI, FSI


DUNIA HAWA - Ada dua jenis muslim di dunia ini, muslim radikal dan muslim moderat. Saya tidak membahas muslim moderat dalam tulisan ini, yang saya bahas muslim radikal garis keras yang fanatik dan mengharamkan pihak lain yang tidak sejalan dengan pemikiran mereka. Contohnya Rizieq Shihab, Novel Bamukmin , Al Khathath, Usamah Hisyam, dan masih banyak lagi.

Upaya-upaya pergerakan mereka selama ini yang melakukan perlawanan terhadap negara telah menyumbat lorong-lorong demokrasi dan cita-cita pendiri bangsa. Mereka secara terang-terangan tanpa takut lagi menunjukan perlawanan yang radikal dan intoleransi untuk menjadikan NKRI negara khilafah yang berdasarkan syariat Islam.

Tujuan pergerakan-pergerakan mereka selama ini yaitu berupaya meracuni alam bawah sadar rakyat jelata dan pemerintahan dengan dalih perjuangan nafas Islami. Kerusakan yang mereka timbulkan cukup besar, contoh kongkret yang sudah terjadi yaitu pilkada DKI Jakarta 2017.

Perjuangan mereka menjadikan NKRI sebagai negara khilafah, salah satunya yaitu dengan menunggangi kelemahan negara dengan dalih ketidak-adilan dan hegemoni asing. Tujuan mereka jelas, meracuni mindset rakyat jelata bahwa syariat Islam adalah satu-satunya solusi yang harus diberlakukan di negara ini untuk menyembuhkan berbagai luka dan borok bangsa.

Setelah kurang lebih 70 tahun.bangsa ini merdeka dan telah mengalami demokrasi parlementer di tahun 1955, demokrasi presidensial tahun 1973, serta reformasi 1998, bangsa ini telah mengalami berbagai gejolak dengan konten politik yang sarat akan konten ideologi sepihak, termasuk namun tidak terbatas pada sindrom mayoritas dan minoritas.

Gambaran saya soal radikalisme dan intoleransi untuk menciptakan negara berbasis syariat Islam sederhana saja, apakah bangsa ini akan menuju ke arah yang menjaga keutuhan bangsa ataukah bangsa ini akan tercabik-cabik? Apakah Pancasila sebagai warisan luhur dari para pendiri bangsa akan terus dipegang erat untuk merawat kebhinekaan atau akan dicampakkan sebagai barang bekas yang tidak berharga?

NKRI tidak mengenal sistem otoriter, monarki, Khilafah, dan lain sebagainya. Contoh kerusakan demokrasi yaitu diberlakukannya syariat Islam di Aceh. Hukuman cambuk atas warga non-muslim yang pernah terjadi di Aceh adalah bentuk nyata ketidakadilan diberlakukannya hukum syariat Islam di sana. Sangat tidak adil bagi warga non-muslim dihukum dengan menggunakan hukum syariat Islam.

Jika kondisi sebaliknya, pertanyaannya apakah mau warga muslim diberlakukan dengan hukum Kristen? Yang ada justru umpatan silahkan simpan doktrin itu untuk kelompok kalian yang kepercayaannya sama dengan kalian, tapi bukan untuk NKRI. Ini adalah bentuk common sensesederhana sebagai kebenaran yang objektif dan tidak dapat dibantah.

Namun para golongan khilafah tidak mau tahu dengan hal itu, yang ada dalam benak mereka yaitu perjuangan mereka tidak akan pernah berakhir sampai hukum Islam menjadi hukum Positif (ius constitutum) di negeri ini.


Persoalannya, bukan hal yang mudah bagi negara untuk membasmi dan memberangus ormas-ormas radikal dan intoleransi karena terbentur dengan persoalan Perundang-undangan yang berlaku. Yang terjadi saat ini, bikin ormas itu mudah, namun membubarkannya adalah hal yang tidak mudah karena berbelitnya birokrasi dan tahapan alur sesuai mekanisme hukum yang berlaku.

Kelemahan ini adalah celah yang cukup lebar bagi kaum khilafah untuk memanfaatkannya dengan membentuk berbagai jenis ormas-ormas yang bermunculan bagaikan jamur di musim hujan, namun tujuan besar mereka cuma satu, menggulingkan Pancasila dan menjadikan bangsa ini sebagai negara Khilafah berbasis syariat Islam.

Pertanyaannya yang sering timbul dalam benak saya, bagaimana caranya negara memberangus ormas-ormas dengan ideologi yang berbahaya jika tahapan dan birokrasi untuk membubarkan ormas sedemikian sulitnya? Saya tidak mau berandai-andai karena saya yakin semua orang Indonesia punya mimpi yang sama, yaitu hidup aman dan sejahtera, cukup sandang, cukup pangan, dan cukup papan.

Keinginan tersebut tidak muluk-muluk sebenarnya dan tidaklah berlebihan bahwa mayoritas rakyat Indonesia pada umumnya menginginkan negara tidak boleh keok terhadap ormas-ormas radikal golongan garis keras.

Pertama, Jika ada pelanggaran hukum yang tidak sesuai dengan ideologi bangsa, apapun bentuknya, ya harus dilibas tanpa pandang bulu karena selain Pancasila dan kebhinekaan telah kita sepakati bersama, hukum adalah panglima tertinggi di negeri ini.

Kedua, wacana pemerintah untuk mensertifikasi Ulama harus segera direalisasikan. Saat ini, tiap orang bisa jadi Ulama dadakan sehingga pola berpikir dan jalan pikiran para Ulama dadakan ini berpotensi tidak sejalan dengan nafas Islami yangRahmatan Lil Alamin sehingga meracuni alam bawah sadar jamaah untuk berprilaku radikal dan intoleran terhadap umat lain.

Ketiga, negara sepatutnya tidak berpartiispasi dan memfasilitasi Ulama dari luar negeri yang berpotensi merusak tatanan kerukunan beragama di negeri ini.

Keempat, negara harus lebih garang dalam mengkatrol fatwa-fatwa yang diterbitkan oleh MUI agar tidak dijadikan senjata dan kuda tunggangan oleh ormas-ormas radikal kaum khilafah untuk memporak-porandakkan negeri ini.

@argo


SHARE ARTIKEL INI AGAR LEBIH BANYAK PEMBACA

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment