Monday, April 3, 2017

Inilah Bukti Hukum Sekjen FUI Rencanakan Makar di Gedung DPR/MPR


DUNIA HAWA - Polda Metro Jaya melalui Kadiv Humas Polda Metro Jaya , Kombes Argo Yuwono mengungkapkan bukti mengejutkan terkait rencana makar yang berujung dengan penangkapan lima tersangka permufakatan makar, termasuk Sekjen FUI Muhammad Al-Khaththath. Inilah serangkaian bukti permufakatan makar yang dirancang Muhammad Al-Khaththath:

Pelaku makar diduga akan menabrak pagar belakang Gedung DPR/MPR dengan menggunakan kendaraan truk atau pribadi. Seperti diketahui bahwa di sekitar Gedung DPR/MPR ada beberapa jalan yang sudah direncanakan sebagai jalur masuk ke dalam Gedung DPR/MPR untuk menduduki Gedung DPR/MPR. Dan yang lebih mengejutkan lagi tempat perencanaanpermufakatan makar untuk menggulingkan pemerintahan yang sah ternyata dilakukan di dua tempat, yakni di daerah Kalibata dan di Menteng.

Berdasarkan hasil pendalaman yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya juga terungkap bahwa massa nantinya ada yang masuk melalui gorong-gorong yang terdapat di depan Gedung DPR/MPR , yang ujungnya bisa menembus masuk ke dalam Gedung DPR/MPR untuk menduduki Gedung DPR/MPR.

Sehingga jika semua massa berhasil menyelinap masuk lewat gorong-gorong yang ada di depan Gedung DPR/MPR, maka Polda Metro Jaya tidak akan bisa mengeluarkan massa yang telah menduduki Gedung DPR/MPR. Yang lebih mengejutkan lagi pula terungkap sudah ada 7 pintu yang sudah direncanakan sebagai pintu masuk massa untuk menyelinap masuk ke dalam Gedung DPR/MPR, selain masuk melalui gorong-gorong yang ada disekitaran Gedung DPR/MPR.

Bahkan dari hasil pendalaman yang dilakukan oleh penyidik Polda Metro Jaya terungkap pula bahwa berdasarkan hasil salah satu rapat yang dilakukan oleh kelima tersangka permufakatan makar, akan melakukan revolusi akan dilakukan pada 19 April 2017 setelah masyarakat DKI Jakarta memberikan hak suaranya pada TPS-TPS yang telah ditentukan. Selain itu yang lebih mengagetkan lagi terungkap dari hasil pemeriksaan Sekjen FUI, Muhammad Al-Khaththath membutuhkan dana sebesar Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. Juga terungkap pula bahwa aksi 313 adalah permulaan sebelum melakukan revolusi pada 19 April 2017.

Dan jika didalami dari aspek hukum pidana, maka unsur niat yang terkandung dalam pasal 53 KUHP tentang percobaan sudah terpenuhi, dikarenakan kelima tersangka permufakatan makar sudah memiliki niat sejak awal untuk menduduki Gedung DPR/MPR, bahkan sudah memetakan atau mengkondisikan waktu yang tepat untuk melakukan aksi makar, yakni pada 19 April 2017 setelah pencoblosan dilakukan.

Tidak hanya memetakan waktu bahkan kelima tersangka permufakatan makar juga sudah memetakan mengenai jalur-jalur mana saja yang bisa digunakan agar bisa masuk ke dalam Gedung DPR/MPR hingga berujung pada penggulingan pemerintahan yang sah. Dan yang perlu dipahami bahwa dalam kasus penangkapan kelima tersangka permufakatan makar yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya sudah sesuai dengan hukum acara pidana , KUHAP. Karena bukan lagi perbuatan persiapan yang dilakukan oleh kelima tersangka, tetapi sudah permulaan pelaksanaan , yangsudah dimulai yakni aksi 313 berkedok menuntut penjarakan Ahok, tetapi dibalik itu ternyata sudah dikondisikan waktu yang tepat dan cara menyelinap masuk ke dalam Gedung DPR/MPR. Perbuatan pelaksanaann (makar) nanti 19 April 2017 sesuai rencana (jika tidak ditangkap).

Jika dibedah dari Pasal 110 KUHP ayat (2) ke-1, 2, 3 dan 4, semuanya sudah terpenuhi.  Pasal 110 ayat (2) ke-1 yakni unsur menggerakan: Adanya upaya-upaya menggerakan untuk melakukan makar yang dilakukan kelima tersangka permufakatan makar agar menduduki Gedung DPR/MPR dengan cara memberi petunjuk ada yang masuk melalui gorong-gorong yang ada di sekitar Gedung DPR/MPR hingga nantinya berhasil menembus ke dalam Gedung DPR/MPR sampai adanya rencana untuk menggerakan orang lain untuk menabrak pagar belakang Gedung DPR/MPR dengan truk adalah bagian nyata dari rencana makar setelah pencoblosan pada 19 April 2017, yang diskenariokan kelima tersangka. Unsur dalam ayat (2) ke-2 yakni berusaha memperoleh kesempatan dan sarana: kesempatan disini bisa diartikan sebagai jalan untuk melakukan makar, ini bisa dilihat dari skenario yang telah disusun, yakni ada yang masuk lewat gorong-gorong, ada yang masuk lewat 7 pintu di sekitaran Gedung DPR/MPR.

Dan untuk Pasal 110 ayat (2) ke-3 yang memiliki unsur persediaan barang-barang yang digunakan untuk kejahatan juga telah terpenuhi, ini merujuk pada sejumlah uang sebesar 18.770.000 (delapan belas juta tujuh ratus tujuh puluh ribu rupiah) yang telah disita oleh Polda Metro Jaya.

Ayat (2) ke-4 dari Pasal 110 KUHP, yakni mempersiapkan atau memiliki rencana untuk melaksakan kejahatan yang bertujuan untuk memberitahu kepada orang lain, juga sudah terpenuhi, hal itu bisa dibuktikan dari pemetaan lokasi sekitar Gedung DPR/MPR yakni menyangkut jalan masuk ke Gedung DPR/MPR , makar pada 19 April 2017 setelah masyarakat menggunanakan hak suaranya hingga ada truk yang telah diskenariokan untuk ditabrakan ke pagar belakang Gedung DPR/MPR. Jadi baik unsur Pasal 107 KUHP ataupun Pasal 110 ayat (1) (2) ke-1, 2, 3, dan 4 KUHP yang dijeratkan kepada kelima tersangka permufakatan makar, semua unsurnya sudah terpenuhi.

Masyarakat Indonesia patut bersyukur dan bangga kepada Polri, karena ,jika kelima tersangka tidak ditangkap, kemungkinan terburuknya massa yang telah berniat menduduki Gedung DPR/MPR bahkan berniat menabrak pagar belakang Gedung DPR/MPR, bisa melakukan pemaksaan terhadap MPR Saat itu juga untuk langsung menggelar sidang istimewa untuk menggulingkan Presiden/Wakil Presiden. 

Karena yang kelompok radikal tersebut pahami ,MPR berhak memakzulkan Presiden tanpa perlu berlama-lama sebagaimana UUD 1945 yang berlaku hari ini. Karena bisa dipastikan yang jadi pegangan massa jika berhasil memasuki Gedung DPR/MPR adalah bukan UUD 1945 yang berlaku sekarang (hasil amandemen tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002) , tetapi yang jadi pegangan massa adalah UUD 1945 yang asli (yang pertama kali diberlakukan pada 1945 sampai sebelum amandemen pertama (1999).

Karena bagi massa , justru UUD 1945 yang berlaku hari ini adalah inkonstitusional sehingga Presiden/Wakil Presiden yang terpilih berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen , harus dimakzulkan. Bahkan massa jika berhasil masuk ke Gedung DPR/MPR pun akan menolak pemeriksaan yang dilakukan MK sebelum Presiden/Wakil Presiden diberhentikan (UUD 1945 setelah amandemen keempat (2002), karena bagi massa apapun yang dihasilkan dari UUD 1945 hasil amandemen adalah inkonstitusional. Jadi saat itulah, MPR akan ditekan habis-habisan hingga berani memberhentikan Presiden/Wakil Presiden karena dianggap massa hasil UUD 1945 setelah amandemen adaLah inkonstitusional Terima kasih Polri sudah berhasil menggagalkan rencana busuk , jahat dan biadab tersebut.

@ricky vinando


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment