Thursday, March 16, 2017

PKS Membolehkan Pemimpin Non-Muslim


DUNIA HAWA - PKS merupakan partai yang sangat getol menyuarakan bahwa memilih pemimpin non-Muslim adalah haram. Bahkan Partai ini kerap menggunakan ayat-ayat al-Qur’an sebagai argumentasi teologis untuk mendukung kebenaran pendapatnya.

Ternyata seruan PKS ini hanya berlaku di Ibu Kota. Faktanya, dalam Pilkada serentak 2017, PKS mendukung 22 Calon Kepala Daerah non-Muslim di berbagai daerah di Indonesia. Realita ini menegaskan bahwa PKS membolehkan pemimpin non-Muslim.

Pembodohan Publik


Di Jakarta, kader-kader PKS secara terang-terangan menolak Ahok karena beragama Kristen dan beretnis Thionghoa. Bahkan mereka kerap medoakan Ahok di depan publik agar tidak terpilih menjadi Gubernur DKI 2017.

Begitu juga dengan kelompok-kelompok fundamentalis-radikalis seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang juga sangat getol menolak pemimpin non-Muslim dan melontarkan ayat-ayat al-Qur’an agar publik tidak memilih Ahok.

Tentu, sikap seperti ini adalah pembodohan publik. Jika ingin konsisten menggunakan al-Maidah 51 semestinya jangan setengah-setengah. PKS dan kalangan fundamentalis-radikalis semestinya juga mengharamkan pemimpin-pemimpin non-muslim di berbagai daerah di negeri ini. Seperti di Bali, Papua, Maluku, dan daerah-daerah lainnya.

Atas konsekuensi menggunakan al-Maidah 51, mereka juga semestinya konsisten menolak para pejabat publik di negeri ini yang beragama non-Islam. Seperti bupati, gubernur, menteri dan semua pemimpin negara yang non-muslim.

Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya, mereka tidak menolak pemimpin non-Muslim. Mereka secara terang-terangan mengusung pemimpin non-Muslim sebagai kepala daerah. Begitu juga dengan partai-partai berbasis Islam lain juga memberikan dukungan terhadap calon kepala daerah non-Muslim.

Ini semua menunjukkan bahwa sebenarnya PKS tidak memandang agama dalam mencalonkan kepala daerah, namun lebih pada track record dan kinerja. Sebagaimana menurut Toha al-Hamid, seorang kader PKS Papua, bahwa adalah wajar jika PKS tidak selalu mengusung figur Muslim.

Keliru besar jika menganggap PKS selalu mendukung calon muslim. Menurut Toha al-Hamid, PKS mempunyai semangat Pancasila. Bahkan di Kabupaten Tolikara dan Lanny Jaya, PKS memiliki wakil di DPRD yang non-muslim.

Kepentingan


Pertanyaannya, mengapa PKS menolak mendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) namun mendukung banyak calon non-muslim di daerah lain? Apakah ayat dan dalil haramnya non-muslim hanya berlaku untuk Ahok ?

Maka jawabannya bisa banyak kemungkinan. Bisa jadi karena memiliki sentimen pribadi dengan Ahok , atau secara kalkulasi politik tidak menguntungkan partai, atau ingin memperoleh legitimasi publik Jakarta agar PKS dianggap partai paling islami. 

Atau bahkan hanya atas dasar pertimbangan ekonomi dan bisnis semata. Namun itu semua tak lain bermuara pada faktor kepentingan. PKS yang sangat yang gencar berkampanye agar memilih kepala daerah Muslim hanya akal-akalannya saja. Faktanya mereka membolehkan pemimpin non-muslim.

Menurut Mardani, salah satu tokoh PKS, meskipun PKS adalah partai Islam, namun memberi peluang bagi siapapun orang Indonesia, apapun latar belakang nya baik agama, suku dan golongan yang berbeda untuk menjadi pemimpin. Hal ini karena Indonesia adalah negara majemuk yang terdiri dari berbagai suku dan keyakinan keagamaan yang berbeda.

Dari realita ini, semestinya PKS dan berbagai ormasi radikal jangan membohongi publik. Ini sama artinya menjual ayat-ayat agama untuk kepentingan politik sesaat. Dan tentu saja Islam mengecam perilaku memperjual belikan ayat-ayat suci.

Di permukaan, PKS seakan-akan konsisten mengusung pemimpin muslim atas dasar Q.S. Al-Maidah 51. Namun faktanya sudah sejak dulu Parpol berlabel Islam ini kerap mengusung/mencalonkan beberapa Paslon non-Muslim.

PKS yang berlatar belakang Islam perlu “Muhasabah” atau berbenah diri dan jangan membodohi publik karena publik sudah paham atas politisasi agama ini. Jika tidak, cepat atau lambat PKS akan ditinggalkan oleh pendukungnya sendiri.

Jangan sekali-kali menggunakan Surat al-Maidah sebagai senjata politik “pamungkas” untuk membungkam posisi Ahok sebagai petahana. Karena ini mencoreng nilai-nilai luhur ajaran agama.


@ahmad hifni


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment