Saturday, March 11, 2017

Pilgub DKI Hasilkan Politik Jenazah, Lebih Buruk dari Politik Uang


DUNIA HAWA - Saat ada banner bahwa orang muslim pendukung Ahok tidak akan dishalati, saya berpikir itu hoax. Sebab sebodoh-bodohnya pendukung Anies, sepertinya tak akan menggunakan cara-cara hina dan sinting seperti itu. Namun ternyata banner tersebut memang benar dan terpampang di salah satu masjid Jakarta.

Kemudian saya berusaha berprasangka baik, itu hanya oknum yang tidak bertanggung jawab dan warga tak akan menghiraukan seruan sesat, bodoh serta sinting seperti itu. Sebab menshalati atau mengurus jenazah adalah kewajiban manusia yang hidup. Ingat, wajib. Jika tidak dilaksanakan maka semua orang yang hidup di sekelilingnya pasti mendapat balasan dari Allah. Itu janji Allah. Pembaca pasti tau janji Allah tak seperti janji politisi anu, pagi kedelai sore tempe, pagi tanpa DePe sorenya dengan Dewi Persik.

Ini gara-gara caption hoax bahwa ada orang meninggal yang tidak dishalati. Pendukung Anies seperti tak memiliki hati memanfaatkan orang meninggal untuk menyebar teror dan ancaman agar tidak memilih Ahok. Makanya saya anggap mereka itu makhluk dan masih perlu belajar jadi manusia.

Tapi hari ini, sepertinya bukan hoax lagi. Ini serius. Jenazah almarhumah Siti Rohbanian (80) sempat dibiarkan, baru setelah pihak keluarga menandatangani surat perjanjian akan memilih Anies Sandi, jenazah kemudian dishalati. Gila!

“Kamis pagi, udah rapi mau dikafani, dimandiin, nggak ada masalah. Siangnya, pas mau disalatin saya disuruh tanda tangan, yang bikin tulisannya Pak RT. Isinya bahwa saya berjanji akan mendukung pasangan Anies-Sandi di putaran dua nanti. Ada meterainya juga,” beber Yoyo, keluarga almarhumah.

Semua hanya untuk kursi gubernur


Selain cerita Siti Rohbanian, ada juga cerita Hindun, dan entah apakah di luar sana ada cerita lainnya yang coba disembunyikan agar mereka tetap bisa menebar propaganda. Semua teror ini dilakukan hanya untuk memenangkan seorang Anies Sandi. Astaghfirullah! Ampuni binatang-binatang itu Tuhan!

Yang harus kita pahami bersama, pergerakan atau sikap seperti itu mengandung lebih dari satu kesalahan.

Pertama, memaksa keluarga almarhum untuk menandatangani surat perjanjian lengkap dengan materai untuk memilih Anies Sandi adalah bentuk penyebaran ilmu sesat. Dalam agama Islam yang benar, tidak ada aturan yang menyebut pemilih pemimpin nonmuslim tidak boleh dishalatkan. Karena jangankan hanya beda pilihan politik, yang jelas-jelas maling atau koruptor pun tetap harus diperlakukan sama selayaknya manusia pada umumnya.

Kedua, perlakuan seperti itu memiliki unsur intimidasi, paksaan. Hal ini diatur dalam undang-undang dan tidak boleh lagi dilakukan. Hal-hal seperti itu sudah menjadi sejarah kelam Indonesia, saat pemilihan umum masih di bawah Presiden Soeharto. Jika hari ini masih ada hal-hal yang serupa, dengan cara dan motif yang diperbaharui, seperti yang terjadi pada jenazah yang tidak dishalatkan sebelum tanda tangan berjanji mendukung Anies Sandi, tetap saja itu disebut intimidasi dan paksaan. Bahwa kemudian di kubu Anies ada elemen-elemen keluarga Soeharto, kita tidak bisa menuduh mereka. Sebagai rakyat waras, kita tetap fokus pada pendukung Anies yang telah melakukan tindakan-tindakan terhina dan keji hanya untuk sebuah kursi Gubernur.

Ketiga, jenis kampanye intimidatif dengan memanfaatkan orang-orang meninggal dan diancam tidak dishalatkan adalah cara yang baru dalam sejarah politik Indonesia. Dan menurut saya ini juga merupakan kesalahan, karena jauh lebih buruk dibanding politik uang.

Wajah Indonesia ke depan


Pilgub DKI ini seperti pilot project pemilu. Jokowi Ahok yang pada 2012 lalu diserang SARA, pada Pilpres 2014 juga diserang hal yang kurang lebih sama. Tak peduli Jokowi itu berkulit sawo matang dan tidak ada unsur kecinaan, tapi lawan politiknya tetap menggunakan cara-cara yang sama seperti tahun 2012.

Saya melihat beberapa tahun yang akan datang, sepertinya akan selalu ada calon pemimpin yang menggunakan politik jenazah. Ancaman bagi pemilih untuk tidak dishalatkan jika meninggal hanya karena berbeda pilihan politik.

Jenazah politik ini jauh lebih murah. Seorang calon hanya cukup membayar ustad-ustad kampung, untuk memastikan warganya memilih salah satu pasang calon. Mereka yang paling banyak menguasai masjid, dapat dipastikan akan menang. Sederhana bukan?

Mungkin sampai di sini pembaca akan bertanya-tanya dan tidak setuju. Politik jenazah terjadi kan karena lawannya adalah Ahok? Tapi kalau sama-sama muslim hal ini tidak mungkin terjadi. Ya, logika terbaiknya seperti itu.

Saya tidak ingin berprasangka buruk, kita bicarakan hal-hal yang kongkrit dan pasti saja. Lihat nasib Jokowi saat menjadi Capres 2014 lalu. Difitnah PKI, keturunan China sampai disebut sebenarnya non muslim. Padahal kalau mau secara objektif membandingkan Jokowi dengan Prabowo, soal ibadah dan pemahaman agamanya sangat tidak bisa disejajarkan. Jokowi sudah haji, beberapa kali umroh, setiap Senin Kamis berpuasa. Sederhana, sering bersedekah dan seterusnya. Jauh dibandingkan Prabowo.

Tapi dalam politik, semua kenyataan bisa dikalahkan dengan cerita hoax. Lihatlah sekeliling kita, satu dua orang sepertinya masih ada yang percaya bahwa Jokowi keturunan PKI dan ibunya yang sekarang itu bukan ibu asli. Minimal Jonru dan pengikutnya sampai sekarang mempercayai itu.

Artinya, dengan Anies kalahpun, politik jenazah sepertinya akan menjadi tren buruk sejarah demokrasi di Indonesia. Apalagi kalau menang, saya tidak bisa membayangkan betapa bobroknya moral masyarakat kita ke depan. Kita tidak bisa lagi berpikir negatif bahwa ini tidak masuk akal. Dulu saat ada orang bagi-bagi uang supaya dipilih, mungkin ada juga yang berpikir tidak masuk akal. Tapi nyatanya sekarang sudah menjadi tren cara lumrah yang membudaya.

Ancaman neraka


Orang-orang yang beriman tidak akan terpengaruh dengan politik uang. Mereka akan menolak dan memilih bekerja yang halal, sekalipun sangat butuh uang pada saat itu.

Tapi dengan politik jenazah, ini kebalikannya. Justru orang-orang yang menjadi penyebarnya adalah orang-orang dengan label ustad. Kemudian, sasaran psikologinya pun adalah surga neraka. Kalian bisa menahan lapar, tidak takut kekurangan uang. Tapi kalau ancamannya tidak dishalatkan jika meninggal, kita bisa apa? Pasti ketakutan dan tidak akan punya pilihan lain kecuali setuju tanda tangan surat perjanjian memilih calon tertentu jika sudah terdesak.

Terakhir, sekalipun ini tidak kita harapkan, sama sekali tidak manusiawi, tapi politik jenazah sudah ada di depan mata kita. Sangat jelas. Dan semua catatan buruk penuh cacat ini dimulai oleh kelompok orang yang ingin memenangkan Anies Sandi. Laknatullah!

Begitulah kura-kura.


@alifurrahman

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment