Friday, March 10, 2017

Korupsi Proyek E-KTP, Kaum Bumi Datar Masuk Angin Lagi


DUNIA HAWA - Sedang marak-maraknya berita tentang proyek e-KTP yang membahas korupsi ramai-ramai di DPR RI. Saya heran dengan para pendukung Anies-Sandi yang memakai kacamata kuda untuk melihat hal ini berkaitan dengan Ahok.

Terlihat dipaksakan sekali ada Ahok disitu, kalo perlu bikin berita Hoax atau mempublikasikan berita dari media yang pemiliknya mendukung Anies (tau dong).
Lama-lama saya takut hal ini dibawa seperti mereka memperlakukan bapak Jokowi. Pokoknya apa-apa salah pak Jokowi, ayam gak nelor aja salah pak Jokowi.

Wilayah kerja KPK ini lingkupnya nasional, bukan mengurus Pilkada secara khusus, berdasarkan bukti dan data yang bisa dipertanggungjawabkan.
Lihat saja data yang terungkap, dari total anggaran yang terpakai sebesar Rp5,9 triliun, berhasil di alokasikan sebanyak 49 persen atau sekitar Rp2,3 triliun untuk dibagi-bagi. Begitu jelasnya data yang dimiliki KPK sampai nama-nama penerimanya disebutkan beserta jumlah uangnya. Untuk lebih jelasnya, lihat saja beritanya banyak sekali bertebaran.

Yang menjadi pertanyaannya, dimana Pilkadanya? Pokoknya harus ada nama Ahok.

Begini deh, cari lagi informasi tentang keterlibatan Ahok, ada tidak.

Kalo mau jujur, hubungan antara korupsi proyek e-KTP dengan Pilkada DKI Jakarta ya agama.

Saat agama menjadi semua alasan untuk Pilkada, seharusnya agama bisa berdiri disemua kejadian. Termasuk kasus korupsi ini. Jadi kita sama-sama tahu bahwa kita adil terhadap apapun dengan acuan agama.

Tetapi, para “pembela kebenaran” tampaknya kehabisan bensin, atau sedang masuk angin sehingga agak serak untuk teriak-teriak soal korupsi ini.
Padahal, banyak sekali masyarakat yang berharap agar ekstrakurikuler korupsi ini di bersihkan dari Indonesia. Berangan-angan aksi dengan nomor cantik rutin turun kejalan untuk membantu KPK menekan para pendekar bancakan.

Ah, hanya ilusi, sepi kalo tak ada nama Ahok.

Makanya sedari awal saya sudah menduga bahwa agama ini dijadikan bagian dari kampanye politik. Bagaimana tidak, ternyata agama yang di usung itu hanya sebagai syarat untuk pendaftaran. Begitu lolos seleksi, pada saat menjabat terindikasi menguntungkan diri sendiri ya urusan masing-masing, agamanya kantongin lagi.

Kejam sekali rasanya melihat orang-orang itu menempatkan agama seperti itu.

Coba saja bila pejuang “pembela kebenaran” yang selalu mengusung agama itu, seperti ormas FPI, bisa ikut mengawal pemerintahan yang bersih. Habib Rizieq yang berkhotbah dengan urat leher dan suara serak mengingatkan umatnya untuk menjauhi korupsi, terutama para legislatif. Atau sweeping pungutan liar di jalanan dan layanan-layanan publik. Saya yakin masyarakat akan simpatik. Daripada cuma jadi panitia pendaftaran calon Gubernur DKI Jakarta (syukur-syukur kalo berhasil di Jakarta, bisa di pakai daerah lain) yang malah bikin suasana memanas.

Sudah dikatakan bahwa korupsi proyek e-KTP termasuk korupsi terbesar yang di tangani KPK saat ini. Bila kita bandingkan dengan dugaan korupsi pembangunan pusat olahraga Hambalang senilai Rp1,2 triliun, kerugian negara sebesar Rp706miliar. Nilai proyeknya masih setengah dari nilai bancakan proyek e-KTP.

Memang benar pepatah, bersatu dapat banyak, bercerai dapat sedikit.

Nah, bapak-bapak yang ikut membantu dan mendukung ormas pendaftaran calon gubernur DKI Jakarta dengan mengusung syarat agama, bagaimana kalo kita berhitung sama-sama dengan uang sebesar Rp2,3 triliun bisa jadi apa saja? Tau kan nol nya ada berapa?
Berapa banyak warga Indonesia yang terselamatkan bila kita teriak agama juga dipakai sebagai acuan dalam menjabat?
Bukannya tidak setuju dengan keyakinan menjadi acuan bernegara, tapi saya protes ketika agama punya syarat dan ketentuan berlaku. Kapan dan dimana dapat dipakai.

Mari kita berlaku adil, tentu ini juga sudah diatur di dalam agama.

Kalo tiba-tiba ada yang bilang bahwa korupsi adalah politik dan tidak boleh dicampurkan dengan agama, lho apa bedanya dengan Pilkada DKI Jakarta.
Atau jangan-jangan ada yang beranggapan bahwa politik punya surga sendiri. Jadi di luar dari wewenang bapak-bapak yang budiman ini.

Saya berharap, bapak-bapak ini mau mengeluarkan ayat-ayat dari segala kitab suci untuk menjelaskan kenapa kita tidak boleh korupsi. Lalu mengumpulkan massa yang berjumlah 7juta orang tersebut dan mengganti foto profil dengan judul “bela rakyat”.
Saya mau ikutan deh, kalo kostumnya dipinjemin.

“Bang beli oli, buat pembangunan…”

Salam

@rico


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment