Tuesday, March 14, 2017

Inkonsistensi Anies Baswedan


DUNIA HAWA - Suatu hal yang menyedihkan dan memprihatinkan dari seorang Anies adalah inkonsistensi. Hanya karena ambisinya ingin menjadi gubernur DKI Jakarta, Anies rela menjilat ludahnya sendiri dan melupakan begitu saja prinsip dan integritas dirinya.

Padahal, Seorang pemimpin sudah seharusnya memiliki integritas yang tinggi. Bagaimana konsisten antara tindakan dan ucapan. Di samping itu, bertindak tanpa kompromi terhadap orang-orang yang bersalah di mata hukum, bukan malah melindungi dan berkawan dengannya. Hal ini yang tidak ada pada diri Anies.

Dalam beberapa tahun belakangan, Anies terlihat seperti bunglon. Di mana ia hinggap, ia akan berubah warna seperti warna benda yang ia hinggapi. Tujuannya, tidak lain adalah untuk menguntungkan dirinya semata. Berikut fakta sikap Anies yang selalu berubah-ubah dan tidak konsisten hanya demi menguntungkan dirinya semata.

Pertama, sikap terhadap Jokowi, SBY, Prabowo, dan FPI. Soal Jokowi, pada tahun 2013 Anies pernah menyatakan gaya blusukan Jokowi hanyalah pencitraan semata. Namun, pada Pilpres 2014 Anies menjadi pendukung Jokowi dan rajin blusukan saat menjadi Cagub Pilkada 2017.

Tahun 2014, ketika Anies mengikuti konvensi pemilihan presiden dari Partai Demokrat, Anies memuji kepemimpinan SBY. Hal ini berbeda ketika Debat Pilkada DKI Jakarta kemarin. Anies menyindir Agus dengan kepemimpinan ayahnya, SBY selama 10 tahun bagaimana para penjahat dibiarkan bebas.

Berbeda dengan beberapa tahun lalu, Anies sekarang begitu dekat dengan Prabowo dan FPI. Padahal, pada Pilpres 2014 Anies menuduh Prabowo diusung oleh kelompok mafia dan merangkul kelompok ekstremis seperti FPI. Sekarang, Anies memuji Prabowo sebagai negarawan dan sowan ke markas FPI untuk meminta dukungan di Pilkada DKI Jakarta.

Kedua, Rumah dengan DP (down payment) 0%. Pada putaran pertama, kita sempat diramaikan dengan rumah apung ala AHY. Kini, Anies membuat  janji yang membuat semua warga DKI tercengang dengan Program Rumah DP 0%. Meski, akhirnya diganti dengan membangun rumah tanpa DP di atas tanah milik negara oleh Sandi.

Program Rumah DP 0% menjadi membangun rumah tanpa DP di atas tanah milik negara oleh Sandi sudah direvisi oleh kubu Anies sebanya 7 kali. Mulai dari DP 0% menjadi Rp.0 yang harus menabung dulu. Setelah itu, Mardani Ali Sera sebagai ketua tim pemenangan mengkalrifikasi dengan menyatakan DP tetap ada namun ditanggung pemerintah.

Selanjutnya, berubah menjadi Vertical Housing (rumah susun) dengan harga 350 juta dicicil selama 20 tahun. Lalu direvisi Anies yang katanya hanya mengelola pembiayaannya saja hingga akhirnya dijelaskan oleh sandi dengan membangun rumah tanpa DP di atas tanah milik negara.

Ketiga, penggusuran. Sedari awal Anies selalu berkampanye menolak adanya penggusuran. Namun, ketika mengunjungi kelurahan Bukit Duri tepatnya di RT01/RW12 pada tanggal 15 November, Anies menyatakan warga dikawasan itu mesti direlokasi karena sudah tidak bisa ditata lagi.

Sikap yang ditujukan Anies beberapa waktu lalu seketika berubah setelah warga Bukit Duri memenangi gugatan di PTUN. Bahkan, Anies membuat kontrak politik dengan warga untuk tidak melakukan penggusuran. Padahal kita tahu, banjir Jakarta tetap ada jika sungai-sungai di Jakarta tidak segera dinormalisasi.

Keempat, program 1 Miliar per RW. Tentu kita masih mengingat betapa gencarnya Anies menolak program AHY-Sylvi yang membagi-bagikan uang 1 Miliyar per RW. Ia menyatakan, program bagi-bagi uang versi AHY-Sylvi tersebut tidak jelas dan sudah ada dalam APBD DKI Jakarta.

Pada putaran kedua, Anies sepertinya lupa semua hal di atas. Bahkan, kini Anies akan mengadopsi program bagi-bagi uang AHY-Sylvi dengan nominal yang lebih besar, yakni 3 Milyar per RW.

Sebenarnya, program tersebut semenjak AHY-Sylvi mengkampanyekan sudah mendapat kecaman. Selain tidak mendidik, program tersebut rawan penyelewengan, pemborosan dan dikhawatirkan tidak tepat sasaran.

Pemimpin Harus Berintegritas


Anies sebagai calon pemimpin sudah sepatutnya memiliki integritas yang tinggi. Karena, dari integritaslah kita bisa mengetahui siapa seseorang tersebut. Jika dari tindakan dan ucapannya saja mencla-mencle, bagaimana dengan janji-janji yang selama ini ia kampanyekan, apakah mampu direalisasikannya atau hanya bersifat fleksibel saja dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

Sungguh ironi, jika dilihat dari rekam jejak dan perubahan sikap Anies dari tahun ke tahun, bulan ke bulan, bahkan hari ke hari yang menunjukan inkonsistensi, yang mana seseorang tersebut akan memimpin Jakarta.

Bukan tidak mungkin, janji-janji yang selama ini ia gembar-gemborkan hanyalah bualan belaka. Karena, untuk menjaga prinsip dan integritas dirinya saja tidak mampu bagaimana mungkin ia bisa menjaga kepentingan orang banyak, warga DKI Jakarta.

Sikap yang ditunjukkan Anies selama ini sangat berbeda jauh dengan sikap Ahok. Ahok begitu menjaga integritas dan konsistensinya. Kita tahu, sikap Ahok dalam melawan koruptor tidak pernah berubah dan ia masih terus memperjuangkan pembuktian harta terbalik para pejabat semenjak ia menjabat anggota DPRD Belitung sampai sekarang.

Soal penggusuran, Ahok tetap konsisten dengan program normalisasinya yang harus tetap berjalan. Toh, nantinya warga yang terkena penggususran akan dipindahkan ke rusunawa yang jauh lebih layak dan beradab daripada hidup di bantaran kali dengan ancaman banjir tiap saat dan tidak manusiawi jika dibiarkan begitu saja selama bertahun-tahun.

Oleh karena itu, memilih pemimpin yang mampu menjaga integritas dan selalu konsisten terhadap ucapan dengan tindakan itu sebuah keharusan.

Seorang pemimpin harus bertindak tegas dan tetap sejalan dengan kepentingan rakyat banyak, bukan untuk kepentingan segelintir orang saja. Sehingga, ia tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain dalam mencetuskan setiap kebijakan. Sementara itu, Ahok sudah membuktikan konsistensinya dalam setiap kebijakan yang ia ambil.


@muhammad ari setiawan


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment