Monday, January 16, 2017

FPI Mem-Babi-Buta

DUNIA HAWA - Hari-hari genting terakhir ini, Indonesia terus mengalami guncangan. Setelah pengerahan massa dalam jumlah luar biasa, letupan-letupan kecil terjadi di mana-mana. Saya tak ingin berasumsi. Ada banyak indikasi, terlalu banyak kemungkinan mengenai siapa di balik semua ini. Apakah ini berkaitan dengan politik busuk Pilkada DKI Jakarta? Ataukah oknum korban penegakan hukum yang terdesak karena terus dibabat Jokowi? Semua berpeluang, dan mungkin.


Namun ada beberapa hal yang sebenarnya gamblang dibaca. Setiap ada pengerahan massa, selalui ada motif, tujuan, benang merah. Kali inipun, FPI hendak melakukan hal serupa: intervensi hukum.

Rizieq Shihab melakukan blunder luar biasa. Nasibnya kini ada di ujung tanduk. Jika sebelumnya ia dengan bebas memaki Jokowi, Menteri Agama, ulama-ulama toleran, orang-orang pura-pura tidak tahu. Hukum terlihat ragu-ragu. Ada banyak pertimbangan memang. Pendapat subyektif saya menganggap hukum sedang menunggu momentum.

Ada banyak pertaruhan di sana. Sesudah kasus Ahok, segala sesuatu menjadi sensitif. Rizieq Shihab, Bachtiar Nasir, Tengku Zulkarnaen begitu leluasa bertingkah. Mereka menunggang gelombang, menguasai arah angin berhembus. Supremasi hukum menjadi sekadar wacana. Mereka terus membentuk tekanan-tekanan, ingin terlihat dominan. Sementara toleransi, kebhinekaan dan akal sehat terus terancam. Aparat hukum seolah berhitung, mana yang lebih dulu diutamakan. Penegakan hukum atau keamanan Negara.

Saya memahami bahwa, pemerintahan Jokowi terus diusik. Secara langsung, menggunakan kekuatan politik tentu sulit. Jokowi bermain cantik. Pelan tapi pasti, parlemen berhasil dikuasai, para penghalang dilokalisir. Secara dejure, para pengusik bernaung di bawah kendali. Namun secara defacto, selalu ada gesekan, percikan api. Jokowi seperti memelihara ular beludak di bawah tempat tidurnya. Secara diam-diam mereka memberikan ancaman. Mereka memainkan opini massa. Menciptakan bibit amarah, kebencian, dendam di akar rumput.

Gerombolan massa yang telah dicuci otaknya dengan stigma, fitnah, hoax, kebencian, dengan mudah digerakkan. Kenyataan ini telah terjadi di masa lalu. FPI sedang dalam posisi demikian. Rizieq, Imam Besar mereka sedang menghadapi tekanan hukum yang kuat. Pelecehan Simbol dan Ideologi Negara bukan perkara sepele.

Dulu, PKI, partai besar dan kuat itu tumbang hanya dengan memainkan isu ini. Ribuan orang dibunuh tanpa pengadilan. Keturunan mereka diancam dan ditakut-takuti. Soekarno sebagai penguasa yang kalah, harus menerima fitnahan. Padahal dulu Nasakom (nasionalisme, agama, komunisme), buah pikir Soekarno itu diterima dengan baik untuk menyatukan bangsa. Mereka semua berjasa pada Negara. Termasuk pahlawan nasional bernama Tan Malaka, sebagai wakil Partai Komunis Indonesia. Toh semua itu dibabat habis tak bersisa.

Apalagi Rizieq Shihab yang terang-terangan melecehkan Soekarno dan Pancasila. Dan yang melaporkan itu malah putri Soekarno sendiri. Rizieq benar-benar berada di tepi jurang. Ia mungkin merasa gentar karena melihat begitu dalam dan gelapnya jurang itu.

Jika PKI dituduh ingin menghancurkan Pancasila dengan haluan kiri, yaitu komunisme. FPI yang dimotori Rizieq ingin melakukannya melalui haluan kanan, yaitu agama. Dengan delusi Piagam Jakarta, ia ingin mengikuti jejak Kartosuwiryo, pemimpin DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia). Rizieq merasa tengah berada di atas angin. Ia berhasil mengomandoi jutaan orang untuk mengintervensi hukum. Sejak keberhasilan itu, ia tak lelah memaki Jokowi dan Ahok dalam ceramah-ceramahnya. Ia mengobarkan permusuhan dan kebencian dengan kedok agama.

Dan ketika lidahnya yang liar itu menuai karma, Rizieq kembali memainkan politisasi agama. Ia memainkan taktik pecah bambu.

Rizieq menyadari, Kapolda Jabar tipe manusia keras kepala. Ia tak mudah diintervensi. Salah ya salah, proses ya proses. Hukum harus ditegakkan di atas semua golongan. Apalagi ia adalah dewan pembina GMBI (Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia), organisasi yang meminta tanggung-jawab Rizieq atas pelecehan adat Sunda, Sampurasun. Ormas yang bentrok dengan FPI di Bandung kemarin. Maka dari itu, ia harus dibuang jauh-jauh. Tidak tangung-tanggung, Rizieq akan mengerahkan tidak kurang dari lima ribu lasykarnya. Mereka mendesak Kapolri segera mencopot Kapolda Jawa Barat, Irjen Anton Charliyan dari jabatannya.

Saya tahu, GMBI bukan ormas bersih-suci. Ada beberapa catatan-catatan dan tanda tanya di masa lalu. Terlepas dari itu, tuntutan dan tekanan yang diberikan mereka kepada Rizieq dan FPI saat ini masih sesuai jalur semestinya.

Dalam keadaan terdesak, FPI mulai membabi-buta. Kapolda Jabar tentu tidak terkait dengan persoalan pelecehan Pancasila ini. Tapi ia dianggap penghalang. Komentarnya yang tegas tak kenal takut adalah alarm bahaya. Jika sebelumnya Rizieq leluasa berpahit lidah dan tak tersentuh hukum, kali ini ia benar-benar sial. Ia tersadar dari delusi, siapapun bekingnya di masa lalu, kini tak bisa lagi melindunginya.

Praktis, Rizieq berjuang sendiri. Ia memang berusaha masuk ke parlemen, menemui teman demonya, Fadli dan Fahri. Namun, dalam kasus yang berat ini, duo bumper itu tak banyak berarti. Tekanan pada FPI yang kian menguat di banyak tempat membuktikan, ormas ini bermasalah. Di samping anarkis, telah jelas Rizieq orang yang hendak merong-rong Pancasila dengan terus memperjuangkan Piagam Jakarta. Persis seperti yang dilakukan Kartosuwiryo di masa lalu. Siapapun yang membela mereka, patut dicurigai nasionalismenya.

Inilah momen puncak itu. Kita tentu menunggu supremasi hukum dijalankan. Jika di masa lalu hukum ragu-ragu dan terkesan membiarkan Rizieq melecehkan siapapun, kali ini tidak bisa lagi begitu. Proses hukum harus dihormati oleh siapapun, FPI sekalipun tak boleh mengintervensi, apalagi mengancam aparat hukum. Jika dalam pengusutan itu hukum tumpul, tentu ini ancaman bagi bangsa Indonesia. Sama halnya memelihara ular beludak di bawah kolong tempat tidur, yang sewaktu-waktu bisa menggigit kita.

Jika selama ini kita cemas dan khawatir berlebihan dengan kebangkitan PKI yang dinilai berbahaya bagi Pancasila, hari ini telah lahir ancaman baru, FPI namanya. Dan banyak orang justru malah membelanya. Benar-benar amnesia.

@kajitow elkayeni


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment