Tuesday, July 19, 2016

Mengkloning Gerakan Perempuan Berkebaya


Dunia Hawa - Gelombang arabisasi yang dibungkus Islamisasi di Indonesia sejak beberapa tahun silam telah berdampak pada banyak hal antara lain pandangan mengenai "tata busana". Baru beberapa tahun ini saja, umat Islam pada geger bin ribut soal tata cara berpakaian yang "Islami" atau yang "syar'i". 

Padahal, dulu tidak ada yang meributkan. Biasa-biasa saja. Para ulama hebat di Indonesia dulu tidak pernah meributkan soal "busana Islami" apalagi "hijab syar'i". Kenapa begitu? Karena memang mereka menganggap semua itu tidak penting dan tidak substansial. Yang penting dan substansial, menurut mereka, adalah menutup aurat. Baru belakangan ini saja, setelah munculnya para ustad unyu-unyu itu, masalah "tata busana Islami/syar'i" ini menjadi marak diperbincangkan. 

Sebagian kaum Muslim pun, baik laki maupun perempuan, ramai-ramai ikut-ikutan mengenakan "hijab syar'i" dan "pakaian Nabi". Tidak sebatas itu saja. Mereka bahkan mengolok-olok semua jenis busana tradisional atau pakaian adat Nusantara warisan leluhur yang mereka anggap "tidak Islami", "tidak syar'i", "tidak surgawi" dan seterusnya.   

Didorong oleh rasa keprihatinan mendalam khususnya atas maraknya gerakan "hijabisasi masyarakat" inilah, sekelompok perempuan di Jogja "mendeklarasikan" sebuah aksi atau gerakan "Perempuan Berkebaya" yang kini bukan hanya di Jogja saja tetapi juga di beberapa daerah di Indonesia, khususnya Jawa. Mereka bukan hanya berwacana tetapi juga berkebaya kemana-mana di tempat-tempat publik sehingga menarik perhatian banyak pihak. 

Memang agak aneh sebetulnya jika ada orang merasa aneh dengan warisan tradisi dan budayanya sendiri. Tapi itulah sebagian fakta sosial di masyarakat kita. Karena hijab dan jubah sudah menjadi semacam "industri agama" yang berskala transnasional dan ditopang oleh berbagai kelompok lapisan masyarakat yang berkepentingan: politisi, dai, birokrat, pengusaha pakaian, dlsb, maka berbagai jenis pakaian adat-tradisional yang berskala lokal menjadi terancam eksistensinya. Ibaratnya, pakaian adat-tradisional itu seperti "home industry" yang sedang menghadapi gempuran hijab dan jubah sebagai "multinational corporation".   

Dalam konteks inilah, gerakan "Perempuan Berkebaya Jogja" hadir yang bukan hanya sebagai "kritik wacana" atau "kritik sosial" atau "perlawanan budaya" semata atas "hegemoni hijab" atau dominasi "pakaian Arab", melainkan sebagai bagian dari upaya untuk "mengingatkan publik" agar mau merawat atau melestarikan warisan tradisi dan kebudayaannya sendiri. Sebuah usaha yang tentu saja patut diapresiasi. Jika tidak diingatkan dan diantisipasi sejak dini, maka generasi yang akan datang akan menganggap "antik" dengan pakaian adatnya sendiri. 

Apa yang telah dilakukan oleh kelompok "Perempuan Berkebaya Jogja" ini tentu saja perlu "dikloning" oleh daerah-daerah lain di Indonesia. Perlu ada gerakan-gerakan serupa sesuai dengan pakaian adat-tradisional masing-masing daerah: baju bodo di Bugis, baju cele di Maluku, nggembe di Sulawesi Tengah, sarung sutra mandar di Sulawesi Barat, pesa'an di Madura, ulos di Sumatra Utara dan seterusnya. Di Arab Saudi sendiri, pakaian-pakaian adat-tradisional khas masing-masing suku yang beraneka ragam mulai punah digerus oleh "pakaian Barat" maupun "pakaian Saudi". Jangan sampai hal itu terjadi di negara Indonesia yang kita cintai...

[prof.sumanto al qurtuby]

Kebaya Modern untuk Wisuda


Dunia Hawa - Gambar kebaya modern saat ini banyak dibahas pada majalah dan website khusus fashion. Dengan adanya gambar-gambar kebaya yang didesain secara modern akan memudahkan bagi wanita yang ingin memilih baju kebaya untuk menghadiri acaranya. Baju kebaya modern yang dipakai akan menambah penampilan seorang wanita menjadi lebih anggun.

Baju kebaya yang didesain secara modern dapat dipakai untuk menghadiri acara formal dan non formal. Bahkan ada beberapa acara yang mewajibkan untuk memakai baju kebaya dengan tujuan melestarikan budaya tradisional. Salah satunya adalah saat menghadiri acara pesta wisuda. 

Pesta wisuda yang diadakan setelah perjuangan belajar bertahun-tahun biasanya mewajibkan untuk memakai baju kebaya agar terlihat keanggunannya. Lantas, apa saja desain gambar kebaya modern yang dapat dipakai untuk menghadiri acara wisuda? Mari kita lihat berikut ini:

















[dh

Fethullah Gülen


Dunia Hawa - Meskipun para pemuja Erdogan di Indonesia menyebarkan isu bahwa kudeta-gagal kemarin didalangi kaum Syiah (lagu lama untuk membawa-bawa konflik ke Indonesia dan menjustifikasi invasi kaum jihadis yang dibacking Erdogan ke Suriah), Erdogan sendiri menuduh kelompok Fethullah Gülen yang jadi dalangnya. Erdogan bahkan sudah meminta AS untuk mengekstradisi ulama tersebut (yang sejak 1999 tinggal di AS) ke Turki.

Siapakah Fethullah Gülen? Ternyata beliau adalah ulama Sufi (ahlus-sunnah, tentu saja). Buku-bukunya banyak yang terkait dengan Sufisme, misalnya “Journey to Noble Ideals” berisi cara mencapai kesempurnaan hidup, antara lain dengan cara memanjat tangga-tangga ‘perjuangan seumur hidup’, ‘semangat ksatria’, ‘menjadi tanah untuk tumbuhnya mawar’, ‘keseimbangan dan moderasi’, ‘tidak dirisaukan oleh kesenangan duniawi’, dan ‘niat ikhlas’ (semua itu tentu saja term dalam pembicaraan sufistik, kata ‘perjuangan&ksatria’ tidak terkait dengan perang berdarah ala ISIS).

HI FISIP UI pada tahun 2013 pernah menggelar simposium internasional dan peluncuran buku Pencerahan Gülen: Gerakan Sosial Tiada Batas karya Dr. Muhammed Çetin. 

Menurut situs UI, buku ini membahas tentang suatu gerakan transnasional agama, sosial, dan politik yang dipimpin Fethullah Gülen. Gerakan Gülen (Gülen Movement, atau disebut juga Hizmet, yang bermakna ‘pengkhidmatan’) adalah sebuah gerakan bersifat damai yang pengaruhnya tidak hanya terasa di Turki, tetapi juga di dunia internasional. Berkat gerakan ini, telah berdiri lebih dari 1.000 sekolah di lebih dari 100 negara di dunia, enam buah rumah sakit umum, beberapa media cetak dan elektronik, sebuah universitas, organisasi bantuan sosial internasional, serta organisasi dialog antar agama internasional. Gerakan ini pun sudah memiliki cabang di berbagai negara, empat cabang di antaranya di Amerika. Gerakan ini mendapat dukungan tidak hanya dari kalangan elit, namun juga dari masyarakat bawah karena gerakan ini banyak berkutat pada pelayanan sosial sehingga dapat diterima oleh akar rumput. 

Gerakan Gülen atau Hizmet mendapatkan dana dari pengumpulan infaq/sedekah para anggotanya. Di Barat, mereka aktif menyebarkan wajah Islam yang damai, antara lain melalui penyebaran karya-karya Rumi. Mereka juga aktif melakukan dialog lintas-iman, lintas mazhab, dan lintas ras untuk menjalin perdamaian. Aktivitas Hizmet juga ada di Indonesia, antara lain mendirikan sekolah dan kegiatan sosial budaya.

Gülen Movement pada dasarnya bukan kegiatan politik, pun bukan partai politik. Awalnya, mereka justru mendukung Erdogan ketika naik ke tampuk kekuasaan tahun 2002 karena memandang Erdogan sebagai tokoh "Islami". Namun kemudian hubungan merenggang. Perpecahan antara keduanya terlihat jelas ketika tahun 2015, Erdogan menutup sekolah/lembaga-lembaga pendidikan milik Gülen. Tak lama kemudian, beberapa polisi dan jaksa yang disebut-sebut pengikut Gülen membongkar skandal korupsi yang dilakukan orang-orangnya Erdogan (namun secara resmi Gülen menolak dikaitkan dengan kasus ini). 

Yang jelas sejak itu, perseteruan di antara keduanya seolah tak bisa diselesaikan lagi. Pada 2014, pengadilan Turki mengeluarkan surat penangkapan atas Gülen setelah sebelumnya lebih dari 20 jurnalis yang bekerja di media-media yang dianggap simpatisan Gülen dipenjarakan. Tuduhan dari kubu Erdogan terhadap Gülen adalah : mendirikan kelompok teroris.

[dina sulaeman]