Friday, December 2, 2016

Di 212 Saya Ucapkan Terima Kasih Pak Jokowi

DUNIA HAWA - Sholat jumat pada hari ini 2 Desember 2016 di Monas Jakarta, merupakan bagian dari demonstrasi ataupun mobilisasi massa jilid II yang disebut sebagai “pembelaan agama” ala mereka dengan nama aksi super damai.


Pasca aksi 411, Indonesia menjadi ramai dengan Isu-isu yang cenderung provokasi, hingga berlanjut untuk melakukan aksi seperti hari ini. Negosiasi pun yang dilakukan pasca 411 berakhir pada strategi para demonstran, yang pada akhirnya menjadi do’a dan jum’atan bersama di monas, yang sebelumnya akan dilakukan sepanjang jalan Sudirman.

Perubahan ini tentu tak lepas dari peran pemimpin negara Jokowi yang luar biasa, dan kedua jendral seperti Tito dan Gatot. Jika mau ditarik secara logis, proses hukum terhadap Ahok sudak berjalan dengan ditetapkanya ia (ahok) sebagai tersangka begitupun Buni Yuni. meski ia (Buni) merengek-rengek di akun media sosial miliknya untuk minta dukungan. Berarti seharusnya pelaku demonstran yang di komandoi oleh FPI hendaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Bukan melakukan demo kembali seperti hari ini. Yang menurut pandangan kacamata saya untuk do’a bersama ini seharusnya bisa dilakukan dimana saja,kenapa ini harus dikumpulkan di jakarta seperti hari ini, karena untuk merawat opini yang sudah di hidangkan bulan november yang lalu. Hal ini “busuk” dan baunya menyengat.

Si kuda dan para dalang bisa jadi semakin stress melihat apa yang terjadi di monas tadi. Coba lihat betapa presiden dengan tetap senyum dan kesederhanaanya mengapresiasi dan menyatakan terimakasih di hadapan massa serta memberikan penghargaan kepada jamaah dan presidenpun bertakbir yang lebih indah daripada yang diteriakan Rizieq. Kerenya lagi sang presiden tidak dikawal dengan pengawalan yang banyak justru tampak seperti melebur dengan jamaah. Begitupun dengan jendral Tito yang datang lebih awal dari Presiden dan Jendral Gatot.

Hendaknya yang bilang presiden penakut pada aksi 411 bulan lalu menjadi sadar, bahwa justru sang presiden lebih bijak dan menghargai kalian. Jika di luar sana, suatu hal yang sudah menyinggung subversif untuk menghancurkan struktural kekuasaan akan dengan cepat di proses hukum. Tapi pakde justru tolerensi dan menghargai kalian. Hendaknya kalian para 411 dan 212 menyadari hal ini,

Agama dibenturkan politik praktis tentulah tidak menarik dalam konteks Indonesia yang majemuk dan beragam. Apa yang membuat “mereka” datang lagi hari ini ke Jakarta? Tentulah bukan hanya sebatas doa dan jumatan bersama, melainkan ada wacana isu yang yang tetap dibawa yaitu tentang hukum yang melakukan “penistaan agama”. Dengan demikian jika bicara soal tuntutan hukum terhadap “penista” menurut mereka, seharusnya mereka cukup untuk mengikuti proses hukum terhadap yang dianggap “penista” yang sudah dijalankan. Bukan terus menekan dan memaksa yang justru membuat resah masyarakat Indonesia. Proses dewasa dalam demokrasi dibutuhkan bukan kekanak-kanakan.

Demo hari ini, bagiku adalah kemenangan Jokowi dan Ahok , Kekalahan SBY dan sejumlah manuver elite ataupun broker politisi serta kaum oligarki (kelas borjuasi) yang serakah. Lihat saja Dua jendral dan presiden justru melebur dengan massa dan entah apa yang ada di hati Habib rezieq mungkin kebingungan.

Presidenpun jalan kaki dari istana menemui massa di monas, ini mengagumkan, sementara sebelum itu, info yang di dapat bahwa para makar sudah diciduk. Tito dan Gatot pun sungguh luar biasa. Dan ketiganya dengan ramah datang ketengah massa, hal ini menunjukan komitmen ketiganya bahwa mereka menghargai apresiasi massa mengenai tuntutan terhadap Ahok. Strategi tipu muslihat dibalik layar demonstrasi dengan baju agama yang di simbolkan dengan angka 411 dan 212 justru di hadapin pemegang struktural kekuasaan dengan cantik.

Si kuda bagaimana kabarmu? Adakah kau murung, si makar apa kabarmu? Apakah kalian akan merengek-rengek juga seperti Buni Yuni? Si oligarki dan sejumlah elite politisi? Apakah wajahmu kini semakin keras…. Kalian ingat tidak yel-yel dalam demonstrasi seperti :

“Hati-hati… Hati-hati…. Hati-hati provokasi”

Dan kalian masuk dalam perangkat yel-yel itu sendiri. Inilah yang disebut jika agama dibenturkan dalam politik praktis maka ia akan menjadi liberal dan berhasrat koloni, bahkan kelakuan tak jauh beda dengan imperialisme global.

Hendaknya disini juga FPI harus mulai menyuarakan kepada pasukanya untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Jika ingin menjaga keutuhan negara yang sebenarnya. Itupun jika FPI insyaf, tapi sayangnya tak ada yang mau menjamin. Ya mungkin kebencian masyarakat terhadap mereka lebih dalam, ketimbang apa yang dilakukan mereka terhadap ahok dan sang presiden. Karena intinya ini bukan bela agama melainkan agama dipolitikan.

Terakhir, Saya ucapkan terimakasih pada Jokowi dan duo jendral Tito dan Gatot. Kalian luar biasa. Si kuda disana kian menunduk tak seliar kuda sumbawa yang produktif dalam menghasilkan susu yang segar dan sehat. Si makar pucat lesu, Si Habib makin bingung. Semoga masyarakat cerdas dan tercerahkan apa yang terjadi sebenarnya saat ini adalah sebuah permainan yang berkonspirasi untuk kepentingan kekuasaan yang serakah dengan politik agama.

Terima kasih Pakde Jokowi. Rasanya aku ingin memetikan gitar dan menyanyikan lagu disampingmu. Tentang orang-orang yang kalah.

@losa terjal


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment