Friday, November 18, 2016

Prabowo Janji Tak Jegal Jokowi, SBY Bagaimana?

DUNIA HAWA - Kedatangan Prabowo ke Istana tidak bisa lepas dari rencana demo 2511. Meski secara kebetulan memang kedatangannya untuk membalas kunjungan Presiden ke Hambalang menjelang 411.


“Jadi, bukan untuk hadapi (isu demo tanggal) 25 (November), setiap saat ada ketegangan, kita bekerja keras untuk menyejukkan,” kata Prabowo.

Kata kuncinya adalah ketegangan dan menyejukkan. Ini mengkonfirmasi opini masyarakat bahwa kedatangan Jokowi ke Hambalang dan Prabowo ke Istana merupakan upaya menyejukkan ketegangan.

Bedanya, jika di Hambalang hanya muncul pernyataan sinyal positif dukungan Prabowo pada Jokowi. Tapi di Istana ada pernyataan jelas dan lugas.

“Saya tidak akan menjegal bapak (Jokowi), karena bapak merah putih. Jadi, kritik itu bagus asal tidak destruktif dan tidak mengarah kepada kekerasan,” ungkap Prabowo.

Pernyataan Prabowo ini menjawab isu yang sekarang sedang bergulir, melengserkan Jokowi. Jadi sekarang jelas bahwa upaya melengserkan Jokowi yang disuarakan oleh tukang demo FPI, sama sekali bukan instruksi atau kemauan Prabowo. Lalu pertanyaanya kemudian, siapa yang mau menjegal Jokowi? Siapa yang menggerakkan FPI? Soal modus-modus dan analisa, serahkan pada Pakar Mantan. Hoho

Begini. Jika ada bertanya siapa yang ingin menjegal atau melengserkan Jokowi? Maka jawabnya adalah Demokrat. Partai Cikeas ini menjadi satu-satunya partai yang bereaksi setelah Presiden Jokowi berikan keterangan pers pasca demo 411 dan menyebut aksi tersebut sudah ditunggangi aktor politik.

“Nanti kalau tokoh yang dimaksud tidak terbukti di pengadilan itu bisa berarti Pak Jokowi bisa di katakan mencemarkan nama baik dan kalau itu terjadi bisa masuk di pasal impeachment,” kata Syarief di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/11).

Pernyataan ini ada di hampir semua media mainstream. Demokrat menjadi satu-satunya partai yang menyinggung soal ancaman melengserkan Presiden Jokowi.

Oke lanjut. Ketika Presiden Jokowi menemui Prabowo, otomatis suasana politik jadi sedikit cair. Namun sebaliknya, SBY malah memprovokasi dan mengancam negara ini.

“Mari kita bertanya apa yang kita hadapi. Di Jakarta dan di wilayah lain ada protes. Itu semua pasti ada sebabnya. Tidak mungkin tidak ada, ribuan rakyat berkumpu untuk hepi-hepi, jalan-jalan sudah lama ga lihat jakarta, misalnya seperti itu. Barang kali merasa yang diprotes itu dan tuntutannya itu tidak didengar. Nah kalau sama sekali tidak didengar, sampai lebaran kuda masih akan ada unjuk rasa,” kata SBY.

Sangat jelas dan mudah dipahami bahwa hampir semua pernyataan SBY justru memanaskan kembali, padahal sebelumnya sudah didinginkan oleh Jokowi dan Prabowo. Saya enggan menyebutnya kebetulan bahwa SBY berikan keterangan curcol pers setelah Jokowi ke Hambalang. Saya melihatnya ini justru respon SBY melihat suasana yang mulai sejuk harus segera dipanaskan kembali.

Dengan kenyataan seperti ini, sulit bagi kita untuk tidak menyimpulkan bahwa SBY ingin agar situasi politik tetap panas. Sekalipun SBY membantah dokumen yang mengindikaskan dirinya aktor politik di balik 411, tapi siapa yang bisa membantah bahwa SBY memprovokasi suasana yang sudah didinginkan oleh Jokowi dan Prabowo. Siapa yang bisa bantah? Mari gunakan logka sederhana saja. Lalu pertanyaannya kemudian, untuk apa memprovokasi dan memanas-manasi jika memang tidak punya tujuan dan keinginan untuk menjegal Ahok dan Jokowi secara bersamaan melalui FPI?

FPI pasca 411 kemudian mendeklarasikan diri sebagai pendukung Agus Sylviana. Dengan alasan pemimpin muslim. Padahal Anies dan Sandi juga muslim. Siapa yang bisa bantah bahwa ini bukan soal Islam? Ini soal politik dan kekuasaan di balik jubah putih keagamaan.

Di saat saya sedang bertanya-tanya, pagi ini ada chat WA masuk terkait catatan Mas Andi Setiono Mangoenprasodjo. Supaya jelas, mungkin sebaiknya saya copas secara utuh:

BUNGKUS TUH MASALAH I


Secara pribadi saya tidak pernah mengejek atau mengomentari Soetan Batoegana (SB), sebetapapun pada masa jayanya ia sedemikian petentang petenteng di depan publik. Di luar saya sadar ia hanya sekedar pion, saya sudah iba sejak melihat tampangnya, yang seolah memakai topeng berlapis itu!  “Bungkus tuh masalah”. Seolah segala persoalan sedemikian mudah ditanggapi, diselesaikan secara ringkas. Berkali ia membelai partainya, yang sekalipun selalu berteriak: Katakan Tidak Pada Korupsi, tapi nyatanya satu persatu kader-kadernya dari yang tertinggi sampai terendah terciduk kasus maling uang negara. Itu di masa ketika partai-nya masih berkuasa. Tak luput, bahkan dirinya, diciduk di rumah mewahnya di Bogor yang sebenarnya belum sepenuhnya selesai. Ironik, hanya istri-nya yang pasang badan membelai untuk dirinya.

Kemana para petinggi partainya itu? Si Pak Mantan, tentu masih ribet berpikir bagaimana kekuasaan sepuluh tahunnya tetap aman. Ia ingin dicatat sebagai Presiden RI pertama yang tidak berhenti atau diberhentikan di tengah jalan. Ini menjelaskan kenapa, ia sekarang justru bercita-cita menghentikan Presiden yang menggantikan secara konstitusional. Mega korupsi apalagi yang ia dustkan, mimpi buruk jadi maling uang rakyat itulah yang selalu menghantui kepalanya.  Orang pasti akan menganggap saya, sebagai orang yang selalu nyinyir terhadap SBY.

Tapi saya juga harus jelaskan bahwa saya bertahun-tahun mencatat, mendokumentasi dan menganalisis seluruh sepak terjangnya. Kelak buku ini kalau terbit akan saya juduli “orde los stang: 10 tahun mimpi buruk di bawah SBY.” Saya akan ungkapkan betapa buruk Indonesiaa di bawah si Raja Tega ini, lebih buruk dari 32 taun masa Orde Baru yang seolah dianggap sebagai periode paling gelap itu.

Untuk teman-teman, yang masih ada di dalam Partai Demokrat, atau hari-hari ini masih berani berkaok-kaok menjadi bampernya. Mungkin potret sakitnya SB (akibat kanker hati itu) yang dirawat RS Bogor menjadi peringatan. Siapa sosok buruk yang masih kalian belai itu. Sudikah si kebo itu menjenguk SB saat dirawat di RS atau setelah ia kembali ke LP Soekamiskin? Tidak sepadan dengan apa yang telah ia berikan untuk Pak Mantan itu! Not worth it!

Soetan Batugana, another long story. Fakta bahwa SBY tak mau menjenguk orang yang dulu mati-matian membela Demokrat, tak ada yang bisa membantah. Kalau opini negatif terhadap SBY kemudian dianggap berlebihan, itu pendapat masing-masing orang. Tapi bagi saya, memang hanya hati yang terlalu hitam, yang kemudian membiarkan teman seperjuangannya mendekam di penjara tanpa sedikitpun rasa prihatin.

Di luar soal Soetan, satu hal yang menarik dan kemudian mungkin bisa menjawab serangkaian pertanyaan mengapa SBY malah memprovokasi? Padahal Prabowo dan Jokowi sudah mendinginkan suasana. Mungkin jawabannya ada di catatan Mas Andi.

SBY ingin menjadi Presiden RI pertama yang tidak berhenti atau diberhentikan di tengah jalan. Ini menjelaskan kenapa, ia sekarang justru bercita-cita menghentikan Presiden yang menggantikan secara konstitusional.

Jika membuka beberapa catatan ke belakang, opini ini sangat masuk akal. SBY dalam banyak kesempatan, selalu membangga-banggakan dirinya memimpin 10 tahun. SBY selalu mengulang kalimat “kalau saya dulu” dengan penuh kebanggaan. SBY ingin tetap dikenang dan disanjung-sanjung. Dijadikan tokoh yang paling dihargai dan dianggap keberadaannya.

Tapi bagaimanapun itu hanya opini. Faktanya kita akan lihat beberapa hari ke depan. Apakah SBY akan melakukan keterangan pers lagi dan memanaskan suasana yang sudah dingin? Kalau saya pribadi memprediksi tak akan ada keterangan pers lagi. Sekalipun ada, SBY tak akan berani mengakui bahwa dirinya tak akan menjegal Jokowi. Sebab setiap kata yang keluar dari mulut SBY akan sangat titik-titik pada titik-titiknya.

Begitulah kura-kura

@alifurrahman

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment