Tuesday, May 10, 2016

HMI dan Saut Situmorang Draw, Mau Apa Ke Depan?


Dunia Hawa - Saut Situmorang melakukan blunder dengan generalisasi kasus itu fakta. Kesalahan bagi seorang pejabat publik sangat tidaka bijaksana itu tidak bisa dibantah. HMI yang merasa tercemar nama baiknya merasa tersinggung, itu wajar dan pantas untuk melaporkan ke polisi, namun merusak, mencoret-coret di tempat mereka melakukan demo itu juga fakta yang memalukan apalagi kader muda, terpelajar, namun hampir selalu diaromai dengan kekerasan. Kedudukan seri, dan kasus bisa berhenti. Soal kasus mereka yang bertikai sudah dibahas oleh banyak pihak.

HMI. Berlebihan memang jika mengatakan lembaga sebagai contoh kasus, kecuali DPR yang tidak punya anggota yang akan marah, he...he...beda mereka sudah kebal, HMI, energi masih melimpah, reaktif ya wajar. Menarik adalah sikap mereka. Hampir selalu ada kekerasan dan kerusuhan setiap mereka melakukan aksi. Kongres pun diwarnai dengan noda-noda yang menciderai salah satu ciri mahasiswa yang berciri intelek, mengedepankan otak, ide, gagasan, bukannya otot dan ngotot. Ini sejarah terulang kog, tidak terbantahkan. Jangan lagi berdalih dengan mengatakan sebagai oknum, karena tidak ada perubahan yang siginifikan dari hari ke hari. Harusnya sebagai organisasi mahasiswa terbesar bukan hanya bangga dan senang akan besarnya, namun bagaimana memberikan kontribusi yang signifikan bagi bangsa dan negara pada umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya. Soal noda-noda dan tuba yang sudah ditorehkan para alumni tidak perlu diteladani itu jauh lebih penting, sikap mereka menyatakan kami malu memiliki pendahulu maling, atau merusak, membakar, atau mencoret-coret rumah, properti mereka, lha ini malah merusak gedung negara. Negara lagi yang harus memperbaiki lagi dan lagi uang negara untuk memfasilitasi “preman-preman” yang memaksakan kehendak (ingat bukan hanya HMI).

HMI vs Polisi.Kasihan sebenarnya membicara mahasiswa namun kualitas TK begini, tentu banyak yang masih ingat beberapa waktu lalu, ketika kongres di Riau mereka “kelaparan” dan makan kemudian ngacir dari rumah makan, diselesaikan oleh alumni (jangan-jangan uang nyolong sepeti tuduhan Suat, becanda, jangan ngamuk ya?), di lokasi polisi menjaga dan membagikan 2000 bungkus nasi dan diam. Apa artinya? Mereka masih taraf instingtif, lapar beringas itu hanya untuk anak-anak dan ciri makhluk hidup di bawahnya. Logika sederhananya adalah otak itu bisa bekerja, misalnya bantu cuci piring dan minta makan, bukan malah ngacir, mahasiswa lho, bukan preman pasar, kalau begitu apa bedanya? Polisi yang sudah baik hati dengan menyediakan nasi bungkus itu, entah dari mana dananya, bisa saja mereka juga “malak” tempat lain, eh  kali ini dilempari, jangan lagi berdalih oknum ya! Susah ketika orang sudah mengedepankan emosi, ngamuk, ngerusak, suatu saat jadi pejabat, apa yang terjadi, simpulkan sendiri.

Saut S.  Ucapannya sudah saya bahas sedikit di atas, karena sudah dibahas panjang lebar oleh rekan lain. Reaksi ketika ucapannya direspons oleh HMI (entah siapa ini, benar-benar mereka atau bukan) dengan anarki, menjawab dengan bahasa yang “memalukan”. Saya dekat dengan rekan-rekan HMI, aya sejak mahasiswa, kerja, sering kerja sama dengan mereka (menjilat), saya bicara dalam alam bawah sadar (paling tidak demikian, apa artinya? Dia takut). Menarik adalah ketika seorang pejabat publik itu berbicara pertanggungjawabkan jangan malah kemudian menghindar seolah menegasi ucapan sendiri. Katakan dengan jujur yang saya maksudkan banyak rekan-rkan HMI setelah menjabat lupa kritisnya malah ikut dalam pusaran maling, contoh, X, Y,Z, dan sebagainya, kemudian apa? Kita benahi bersama sejak ada di kampus, kalau kongres tertib, penggembira boleh asal mau keluar modal, jangan malak, apa beda dengan bonek, eh malah ini mengatakan bawah sadar segala. Bahasa media sosial, Saut merengek-rengek atau mewek, atau berguling-guling, atau gemetar, meminta untuk tidak dilanjutkan ke bareskrim. Kembali lagi, sikap gentlemen, atau jantan itu masih jauh dari sikap petinggi negeri ini. Minta maaf  cukup dan selesai, kalau masih dilaporkan itu risiko dan hadapi, tidak perlu merengek.

Apa ke depannya?

Pejabat, kalua bicara timbang-timbang dulu, siapa yang mau dijadikan contoh, pikir duku baru bicara. Berani bersikap dan bertanggung jawab, kalau boleh sedikit berlebihan dari gaya bertahan Pak Saut, dia takut kehilangan kursi daripada menyadari kelirunya. Takut tekanan, lha apalagi kalau disantet? He..he.....

Lapor ke bareskrim ini HMI asli, ini jalur yang semestnya dan pembelajaran bersama. Merusak ini abal-abal, yang akan menjadi generasi seperti yang dikatakan Pak Saut. Mahasiswa harus kepala dingin, katakan apa masalahnya, minta apa konsekuensinya, dan salurkan ke lembaga yang benar, dengan cara yang benar juga. Merusak, menekan, menggeruduk, ciri anak-anak, lha ngakunya MAHA, eh ternyata masih harus pakai popok, ngompol nagis, lapar ngamuk, ditolak ngambeg, siapa yang cirinya demikian? Kog belum ada demo besar-besaran nuntut janji Anas? (dia itu siapa hayo? Atau amnesia). HMI harus bebenah, jangan gedein ngamuk dan ngambegnya.

Dunia akademis, intelektual itu mengedepankan otak dan diskusi bukan saling serang dan ngerusak. Tuduhan Pak Saut berlebihan iya, cara menjawab “HMI sebagian” juga berlebihan. Sejarah panjang “HMI” ini juga memalukan kog, ubah diri semuanya. Janganlah nuntut ini itu dengan cara-cara buruk, apa bedanya kalau begitu? Sama-sama dewasa dan berkarakter serta inteleklah.

Salam

[susy haryawan/ kompasioner]

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment