Saturday, March 19, 2016

Tolong Pahami


Dunia Hawa – Bukan. Saya bukan pendukung buta Ahok. Anda salah. Ketika saya berbicara tentang Pilgub DKI, maka saya berbicara secara luas, dan Ahok termasuk diantaranya karena ia pelaku. Saya selalu belajar dari peristiwa dan pilgub DKI adalah salah satu peristiwa dimana saya belajar mengenal karakter2, strategi2, ilmu2 baru dan banyak hal. Bukankah kitab suci juga banyak bicara tentang peristiwa yang kita jadikan pelajaran ?

Ketika saya mengkritik apa yang dilakukan lawan Ahok, bukan karena saya benci mereka dan me-nabi-kan Ahok, bukan. Tetapi saya mengkritik apa yang mereka lakukan dalam kampanye mereka yang selalu terjebak dalam model old school. Bawa2 agama, menyerang pribadi, pencitraan jadul dan banyak lagi.

Saya fokus mengkritik kampanye mereka bukan karena saya benci, tetapi men-stimulus tim sukses mereka supaya lebih pintar lagi. Selain itu men-stimulus calon2 pemimpin yg skrg masih di bangku sekolah untuk berfikir keluar dari kotak sempit. Apakah salah memberi contoh yang baik ?

Ketika saya membahas Ahok, saya tidak fokus mendewakan dia tetapi mengupas karakter2nya yang berbeda dari orang umumnya. Selain tentu juga mengupas karakter lawannya yang gitu2 aja. Saya tidak pernah membahas “ini lho yg dilakukan Ahok, itu lho keberhasilan Ahok”, tidak. Itu basi. Banyak hal yg bs kita pelajari dari perantara2 peristiwa yang disuguhkan di depan mata kita.

Saya mencoba mencari kelemahan Ahok dari bahasa kasarnya dan saya tuangkan dalam “Balada si taik”. Saya belum menemukan celah hukum dari RS sumber waras karena patokan saya KPK yang mengatakan tidak ada bukti yg cukup menjadikan itu sbg masalah, kecuali hanya propaganda2 mereka yang tidak suka saja. Lalu, apakah saya harus mengangkat sesuatu yang memang tidak ada dasarnya ?

Sembilan naga dibelakang Ahok? Bisa saja, meskipun belum kuat buktinya.

Tetapi apakah parpol2 itu tidak punya 100 naga di belakangnya ? Ingat, para naga itu tidak akan bertaruh pada satu kotak. Mereka terbiasa bermain di semua kotak untuk mengamankan investasi mereka yang nilainya triliunan rupiah. Tapi yang membedakan Ahok dgn org2 parpol itu, ia tidak memperkaya diri melalui uang negara. Ia membangun Jakarta sehingga para investor yang bermain properti meningkat harga propertinya. Apakah itu salah ?

Jadi belajarlah memilah apakah saya berbicara objek (apa yg dilakukannya) atau subjek (pribadinya).

Ahok hanya “alat” saja untuk mengenal pemikiran2 yang diluar kotak, yang revolusioner, sama seperti ketika saya membahas Lulung, Uno, Dault, Dhani dan Yusril. Sama saja, hanya saya banyak melihat kejadian aneh dan lucu dari lawan2 Ahok yang panik melihat situasi yang berpihak kepadanya.

Jadi ketika saya pada akhirnya memilih Ahok, bukan karena ia manusia suci yang tidak bisa salah tetapi karena ia banyak melakukan hal yang benar dibalik kekurangannya sebagai manusia. Saya memilih “apa yang dia lakukan”, bukan karena “siapa dia”.

“Kenalilah kebenaran bukan dari individu2nya, tetapi dari kebenaran itu sendiri baru lihat siapa individu2 pembawanya.” Imam Ali as.

Saya minum kopi bukan karena ia hitam, tetapi karena nikmatnya… Pahamkan itu, peyang..

[denny siregar]



Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment